Liputan6.com, Jakarta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan salah satu jenis pajak daerah yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pajak ini menjadi sumber pendapatan penting bagi pemerintah daerah dalam menjalankan pembangunan. Artikel ini akan membahas secara komprehensif tentang apa itu BPHTB, objek dan subjeknya, dasar pengenaan, tarif, serta hal-hal penting lainnya terkait BPHTB.
Definisi dan Pengertian BPHTB
BPHTB adalah singkatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Secara lebih spesifik, BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak ini dapat terjadi karena adanya pemindahan hak (seperti jual beli, tukar-menukar, hibah, waris, dll) atau pemberian hak baru.
Dasar hukum pengenaan BPHTB adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan UU tersebut, BPHTB merupakan salah satu jenis pajak daerah yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Tujuan utama pengenaan BPHTB adalah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah guna membiayai pembangunan daerah dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, BPHTB juga berfungsi sebagai instrumen untuk mengatur kepemilikan tanah dan bangunan agar lebih tertib dan teratur.
Advertisement
Objek BPHTB
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak tersebut dapat terjadi karena:
- Pemindahan hak, yang meliputi:
- Jual beli
- Tukar menukar
- Hibah
- Hibah wasiat
- Waris
- Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
- Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
- Penunjukan pembeli dalam lelang
- Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
- Penggabungan usaha
- Peleburan usaha
- Pemekaran usaha
- Hadiah
- Pemberian hak baru, yang meliputi:
- Kelanjutan pelepasan hak
- Di luar pelepasan hak
Hak atas tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek BPHTB meliputi:
- Hak milik
- Hak guna usaha
- Hak guna bangunan
- Hak pakai
- Hak milik atas satuan rumah susun
- Hak pengelolaan
Subjek dan Wajib Pajak BPHTB
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Sementara itu, wajib pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut.
Dalam praktiknya, yang menjadi wajib pajak BPHTB antara lain:
- Pembeli dalam transaksi jual beli
- Penerima hibah
- Penerima waris
- Pemenang lelang
- Pihak yang menerima hak karena putusan hakim
- Badan yang menerima pemasukan saham berupa tanah/bangunan
- Pihak yang memperoleh hak baru atas tanah
Wajib pajak bertanggung jawab untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan BPHTB yang terutang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Advertisement
Dasar Pengenaan BPHTB
Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP ditentukan berdasarkan:
- Harga transaksi, dalam hal jual beli
- Nilai pasar, dalam hal tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak, peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim, pemberian hak baru, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah
- Harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang, dalam hal lelang
Jika NPOP tidak diketahui atau lebih rendah dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan untuk pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun terjadinya perolehan, maka yang digunakan sebagai dasar pengenaan adalah NJOP PBB.
Dalam pengenaan BPHTB, terdapat Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) yang besarnya ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah. NPOPTKP ini berfungsi sebagai pengurang NPOP sebelum dikenakan tarif BPHTB.
Tarif dan Perhitungan BPHTB
Tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Beberapa daerah menetapkan tarif yang berbeda-beda, namun umumnya berkisar antara 2,5% hingga 5%.
Perhitungan BPHTB dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
BPHTB = (NPOP - NPOPTKP) x Tarif BPHTB
Contoh perhitungan:
Misalkan seseorang membeli tanah dan bangunan seharga Rp 1.000.000.000. NPOPTKP di daerah tersebut ditetapkan Rp 80.000.000 dan tarif BPHTB 5%.
Maka perhitungan BPHTB-nya adalah:
BPHTB = (Rp 1.000.000.000 - Rp 80.000.000) x 5%
= Rp 920.000.000 x 5%
= Rp 46.000.000
Jadi, BPHTB yang harus dibayar adalah Rp 46.000.000.
Advertisement
Saat Terutang dan Pembayaran BPHTB
Saat terutangnya BPHTB berbeda-beda tergantung jenis perolehan haknya:
- Untuk jual beli: saat dibuat dan ditandatanganinya akta
- Untuk tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah: saat dibuat dan ditandatanganinya akta
- Untuk lelang: saat penunjukan pemenang lelang
- Untuk putusan hakim: saat putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap
- Untuk pemberian hak baru: saat diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
Pembayaran BPHTB dilakukan sebelum akta pemindahan hak ditandatangani oleh pejabat yang berwenang (seperti PPAT atau Notaris) atau sebelum risalah lelang ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang. Pembayaran dilakukan melalui bank atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh pemerintah daerah.
Pengecualian Objek BPHTB
Tidak semua perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan BPHTB. Beberapa objek yang dikecualikan antara lain:
- Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik
- Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum
- Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut
- Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama
- Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan karena wakaf
- Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah
Advertisement
Sanksi Terkait BPHTB
Keterlambatan atau kelalaian dalam pembayaran BPHTB dapat mengakibatkan sanksi administrasi berupa denda. Besarnya denda umumnya ditetapkan sebesar 2% per bulan dari BPHTB yang tidak atau kurang dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan.
Selain itu, apabila ditemukan adanya kecurangan atau pemalsuan data dalam pelaporan BPHTB, wajib pajak dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peran PPAT dan Notaris dalam BPHTB
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Notaris memiliki peran penting dalam pemungutan BPHTB. Mereka bertanggung jawab untuk:
- Memastikan bahwa BPHTB telah dibayar sebelum menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan
- Melaporkan pembuatan akta perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat
- Membantu wajib pajak dalam menghitung BPHTB yang terutang
- Menyimpan fotokopi bukti pembayaran BPHTB
PPAT atau Notaris dilarang menandatangani akta pemindahan hak sebelum wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran BPHTB.
Advertisement
Perbedaan BPHTB dengan PBB
Meskipun sama-sama berkaitan dengan tanah dan bangunan, BPHTB dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) memiliki beberapa perbedaan mendasar:
- Objek pajak:
- BPHTB: dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan
- PBB: dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan/atau bangunan
- Saat terutang:
- BPHTB: terutang saat terjadinya perolehan hak
- PBB: terutang setiap tahun
- Dasar pengenaan:
- BPHTB: Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)
- PBB: Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
- Tarif:
- BPHTB: umumnya 5% (bisa berbeda di tiap daerah)
- PBB: bervariasi, umumnya 0,1% - 0,3%
Manfaat BPHTB bagi Pembangunan Daerah
Pemungutan BPHTB memberikan beberapa manfaat bagi pembangunan daerah, antara lain:
- Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik
- Mendorong tertib administrasi pertanahan dengan memastikan setiap peralihan hak atas tanah dan bangunan tercatat dan terdokumentasi dengan baik
- Menjadi instrumen pengendalian harga tanah dan properti di suatu daerah
- Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak untuk pembangunan daerah
- Membantu pemerintah daerah dalam memetakan potensi ekonomi dari sektor properti di wilayahnya
Advertisement
Tantangan dan Isu Terkini Seputar BPHTB
Meskipun BPHTB telah menjadi sumber pendapatan penting bagi daerah, masih terdapat beberapa tantangan dan isu terkini yang perlu diperhatikan:
- Perbedaan tarif dan NPOPTKP antar daerah yang dapat menimbulkan ketidakadilan
- Potensi penggelapan pajak melalui manipulasi nilai transaksi
- Kurangnya pemahaman masyarakat tentang kewajiban membayar BPHTB
- Proses verifikasi dan validasi BPHTB yang terkadang memakan waktu lama
- Perlunya harmonisasi antara kebijakan BPHTB dengan kebijakan pertanahan nasional
- Tantangan dalam penerapan BPHTB untuk transaksi properti digital atau virtual
Tips Mengurus BPHTB
Berikut beberapa tips yang dapat membantu Anda dalam mengurus BPHTB:
- Pastikan untuk menghitung BPHTB dengan benar. Jika ragu, konsultasikan dengan PPAT atau petugas pajak di kantor pelayanan pajak setempat.
- Siapkan dokumen-dokumen yang diperlukan seperti fotokopi KTP, NPWP, sertifikat tanah, dan bukti pembayaran PBB tahun terakhir.
- Lakukan pembayaran BPHTB sebelum penandatanganan akta pemindahan hak.
- Simpan bukti pembayaran BPHTB dengan baik.
- Jika nilai transaksi di bawah NPOPTKP, tetap laporkan ke kantor pelayanan pajak untuk mendapatkan Surat Keterangan Bebas BPHTB.
- Manfaatkan layanan online yang disediakan pemerintah daerah untuk mempermudah proses pengurusan BPHTB.
Advertisement
Kesimpulan
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pajak ini menjadi sumber pendapatan penting bagi pemerintah daerah dalam menjalankan pembangunan. Pemahaman yang baik tentang BPHTB, mulai dari objek dan subjeknya, dasar pengenaan, tarif, hingga tata cara pembayarannya, sangat penting bagi setiap orang yang akan melakukan transaksi properti.
Meskipun terdapat beberapa tantangan dalam implementasinya, BPHTB tetap menjadi instrumen fiskal yang efektif dalam mengatur perolehan hak atas tanah dan bangunan serta meningkatkan pendapatan daerah. Ke depannya, diperlukan upaya terus-menerus untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemungutan BPHTB, serta harmonisasi kebijakan antar daerah untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan.
