Liputan6.com, Nairobi - Sisi kelam globalisasi: kekerasan di bagian-bagian dunia yang berbeda memiliki sejumlah kesamaan yang mencengangkan. Terdengarnya bahasa Inggris dengan logat British di antara pelaku-pelaku kekerasan baik di Eropa, Timur Tengah, maupun Afrika mencerminkan hakekat kekerasan yang melintas batas konvensional negara-negara.
Sebagaimana dilansir dari Daily Mail (18 Juni 2014), seorang pria yang “sangat fasih berbahasa Inggris” menjadi pemimpin kelompok al-Shabaab di Somalia yang menembak mati setidaknya 60 orang di kota pantai di Kenya hari Minggu malam lalu, demikian menurut para saksi.
Sejumlah penduduk Mpeketoni melaporkan bahwa mereka melihat seorang pria berkulit terang yang berbahasa Inggris dan Arab memberi perintah kepada para pria bersenjata.
Advertisement
Laporan-laporan para saksi mata memperkuat teori bahwa gerombolan yang dikirim al-Shabaab merupakan satuan jihad asing yang berpengalaman yang sekarang bekerjasama dengan kelompok-kelompok Somali.
“Saya melihat seorang pria yang sangat fasih berbicara bahasa Inggris dengan aksen British memimpin semua penyerbu itu,” ucap Mary Gachoki kepada The Telegraph. Ia adalah seorang guru yang fasih berbahasa Inggris dan tinggal di Mpeketoni.
Hari ini Inspektur Jendral Polisi David Kimaiyo mengatakan bahwa beberapa orang telah ditangkap, termasuk terduga pemimpin mereka.
“Kami telah menangkap beberapa tertuduh terkait dengan peristiwa Mpeketoni, termasuk pemilik dan pengemudi salah satu kendaraan yang dipergunakan oleh para penyerbu,” kata Kimaiyo melalui Twitter.
“Dalam tahanan polisi ada juga seorang tertuduh yang menjalankan akun-akun media sosial yang diduga dipergunakan oleh al-Shabaab untuk mengaku bertanggungjawab.”
Pada hari yang sama, laporan penculikan 12 wanita dari distrik Poromoko di dekat Mpeketoni mengatakan bahwa ternyata tidak benar ada penculikan demikian.
Politisasi kekerasan
Kemarin, berlawanan dengan pengakuan kelompok militan, presiden Kenya mengatakan bahwa al-Shabaab tidak berada di belakang serangan-serangan di kawasan pantai Kenya.
Padahal, kelompok al-Shahaab mengatakan bahwa pasukan bersenjatanya melakukan serangan-serangan ke kota Mpeketoni hari Minggu malam lalu dan di desa di dekatnya para hari Selasa pagi.
Dalam suatu komentarnya, Presiden Uhuru Kenyatta malah menuduh lawan politiknya yang disebutnya sebagai penebar kebencian, walaupun ia tidak menyebutkan nama. Situasi politik panas di negeri itu memang terbagi menurut garis etnis.
Dalam pidato nasional yang mengacu kepada kejadian di Lamu, Kenyatta mengatakan bahwa “Serangan di Lamu terencana dan dijalankan dengan rapih, dan merupakan kekerasan etnis bermotif politik melawan masyarakat Kenya.”
“Karenanya, ini bukan serangan teroris al-Shabaab. Bukti yang ada menunjukkan bahwa jaringan politisi lokal terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan kejahatan keji ini. Demikian juga dengan jejaring geng kejahatan lainnya,” katanya.
Menyalahkan lawan-lawan domestik memang jalan pintas yang melegakan pemerintahan Kenyatta, yang telah lama diterpa kritik pedas tentang caranya menangani keamanan dan ancaman dari militan Somalia.
Para analis mengatakan bahwa memberi nuansa politik kepada masalah keamanan oleh kedua belah pihak menambah risiko kegagalan penanganan masalah.
“Kita hidup di zaman di mana rakyat kita rentan terhadap para pemimpin yang ceroboh dan penebar kebencian yang bersiasat untuk menciptakan kebencian, intoleransi dan fanatisme, sehingga rakyat kita menjadi mangsa empuk radikalisasi dan kejahatan,” ucap Kenyatta dalam pidatonya.
Secara tidak langsung, komentar Kenyatta, seorang etnis Kikuyu, sepertinya diarahkan kepada lawan dan pentantang utamanya di pemilu presiden tahun lalu, yakni Raila Odinga, yang adalah etnik Luo. Odinga pulang kembali ke Kenya di bulan Mei lalu setelah lama tinggal di luar negeri.
Odinga telah menggalang banyak pendukung dan menyerukan dialog dengan pemerintah. Ia mengutuk serangan-serangan baru-baru ini.
Advertisement
Rangkaian serangan
Dalam serangan di hari Minggu lalu, sejumlah pria bersenjata menyerbu Mpeketoni, yang terletak di dekat tempat wisata Lamu sehingga menewaskan 49 orang.
Selang 24 jam kemudian, menurut laporan para saksi, para pria bersenjata menyerbu kampung Poromoko, memasuki rumah demi rumah.
Kenya telah mempersalahkan al-Shabaab atas serangkaian serangan bersenjata dan bom yang terjadi beberapa bulan belakangan ini. Kenya juga meminta pertanggungjawaban al-Shabaab atas serangan di tempat belanja Westgate di Nairobi di bulan September tahun lalu yang menewaskan 67 orang.
Al Shabaab pernah mengatakan bahwa serangan-serangan mereka merupakan hukuman bagi Kenya karena mengirimkan bala tentara ke Somalia untuk menghadapi para militan. Sebelumnya, Kenya mengatakan akan tetap menempatkan tentara mereka di negeri tetangga itu.
Para saksi di Mpeketomi mendengar pelaku berbicara dalam bahasa Somali, walaupun itu tidak dengan sendirinya menunjuk kepada al Shabaab karena Kenya memiliki kaum minoritas keturunan Somali dalam jumlah besar yang juga berbicara bahasa Somali. Kekerasan antar etnis sudah lumrah terjadi di Kenya.
Ketegangan etnis
Suku-suku keturunan Somali dan kelompok etnis lainnya telah lama berperang urusan tanah dan hal lain, walaupun perseteruan itu biasanya terjadi di kawasan utara yang ganas.
Sesudah pemilu presiden tahun 2007 di Kenya, ketegangan etnis pecah meledak menjadi kekerasan yang menewaskan sekitar 1.200 orang.
Dalam suatu pernyataan pada Senin lalu yang mengutuk serangan Mpeketoni , Odinga mengatakan, “Kini bukan saatnya saling menuding…kita sebagai para pemimpin dan sebagai bangsa bergerak bersama untuk menanggapi tragedi nasional yang serius ini.”
Serangan-serangan yang baru terjadi telah menuai kritik dari masyarakat terhadap pemerintah karena gagal untuk melakukan sesuatu untuk memperbaiki keamanan nasional.
Menteri Dalam Negeri, Joseph Ole Lenki, yang membela upaya-upaya keamanan pemerintah, menjadi sasaran kemarahan.
Banyak di kalangan masyarakat Kenya yang mengatakan bahwa pejabat itu seharusnya sudah dipecat setelah krisis Westgate, terutama karena para prajurit yang ikut mengambil alih tempat perbelanjaan itu dari tangan militan malah kedapatan ikut menjarah.
Ole Lenku mengatakan bahwa ia memecat seorang pejabat daerah yang senior sesudah penyerbuan terkini di Lamu dalam minggu ini.
Menurut Kenyatta mengatakan bahwa para pejabat yang mengabaikan temuan intelijen itu akan didakwa.
Beberapa hotel di kawasan pantai yang berhambur tanaman palem kemungkinan akan ditutup, sementara itu wisata safari yang berada di kawasan utara negeri itu mengalami penurunan pemesanan sebesar 30%. Sungguh suatu tanda yang mencemaskan karena datangnya masa liburan di bulan July and Agustus.
“Pemerintah ini hanya banyak bicara dan tidak bertindak apa-apa,” kata seorang warga Mpeketoni yang marah ketika Ole Lenku tiba di kota itu hari Selasa lalu.
“Mereka terus saja bicara bahwa negara ini aman dan kami tetap saja menderita di tangan para teroris.”
Sebelumnya Palang Merah menyebutkan angka kematian serangan Mpeketoni sebanyak 50 orang, namun hari Selasa lalu mereka menyebut angka 49. Angka ini belum termasuk korban-korban dari serangan terakhir. (Ein)
Advertisement