Liputan6.com, Berlin - Amerika Serikat mengklaim menewaskan Abu Sayyaf, pemimpin senior kelompok Negara Islam atau ISIS di Suriah, dalam operasi militer sejak Jumat malam hingga Sabtu 16 Mei 2015. Pihak Gedung Putih bahkan menyebut operasi itu sebagai 'pukulan besar' terhadap kelompok militan tersebut.
Namun sebagian pengamat mengatakan operasi yang mengerahkan pasukan komando Delta Force mungkin tidak banyak merugikan kelompok tersebut. Analisis Yan St-Pierre, misalnya.
CEO atau pejabat eksekutif tertinggi MOSECON, perusahaan konsultasi keamanan yang berkantor di Berlin, Jerman tersebut menilai pengumuman tewasnya Abu Sayyaf dan penangkapan istrinya adalah untuk menghantam ISIS secara psikis serta memperlambat momentum kemajuannya.
"Biasanya pengumuman semacam ini tidak dilakukan beberapa jam setelah pembunuhan itu, tapi mungkin sehari kemudian. Mereka ingin mengukuhkan bahwa sasarannya benar-benar telah tewas. Tetapi dalam 24 jam sampai 48 jam terakhir, karena ISIS telah mencapai kemajuan yang begitu besar, mungkin itu memaksa koalisi bertindak lebih cepat," ucap St-Pierre seperti dikutip dari VOA News, Senin (18/5/2015).
Ia memandang operasi itu kemungkinan besar telah dipersiapkan dengan matang sebelumnya dan tampaknya cukup berhasil dari sudut militer. Sebelumnya di Washington DC, Menteri Pertahanan AS Ashton Carter mengatakan bahwa operasi itu merupakan pukulan mundur lagi bagi ISIS.
Kendati demikian, St-Pierre mengatakan belum jelas seberapa besar kerugian yang dialami ISIS. Dia mengatakan Abu Sayyaf dikenal sebagai militan yang ahli dalam bidang logistik dan keuangan.
"Segala serangan yang mengenai penanggung jawab keuangan atau logistik merupakan pukulan. Tetapi organisasi seperti ISIS, bukan hanya terdiri dari satu orang seperti kelompok-kelompok lain yang lebih kecil. Kelompok besar biasanya punya rencana darurat. Selalu ada seseorang yang siap atau bersedia mengambil alih jabatan jika sesuatu terjadi. Jadi tewasnya Abu Sayyaf memang pukulan, tetapi bukan pukulan besar (untuk ISIS)," sambung dia.
Para pejabat mengatakan Abu Sayyaf juga terlibat dalam mengelola perdagangan minyak ISIS yang pernah menjadi sumber penting pendanaan kelompok itu.
Tetapi dari sudut hubungan masyarakat, menurut St-Pierre, pengumuman itu mungkin telah mengecewakan para pejabat AS karena Abu Sayyaf tidak terkenal sama sekali. Banyak pengamat ISIS yang baru mendengar kabar itu bertanya, "Siapa orang ini?"
Adapun dalam dua hari terakhir, ISIS telah merebut beberapa bagian Kota Ramadi, sebuah ibukota provinsi di Irak. ISIS bahkan dilaporkan mendekati Palmyra, sebuah kota di Suriah yang menjadi lokasi salah satu situs Warisan Dunia UNESCO yang paling penting di kawasan itu. (Ans)
Pengamat: Tewasnya Abu Sayyaf Bukan Pukulan Besar untuk ISIS
Banyak pengamat ISIS yang baru mendengar kabar itu pun bertanya siapa gerangan Abu Sayyaf.
diperbarui 18 Mei 2015, 04:42 WIBDiterbitkan 18 Mei 2015, 04:42 WIB
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 Liga InternasionalHasil Liga Champions: 3 Wakil Italia Berjaya
5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Pendeta Asal Malaysia Bunuh Ibu Sendiri, Simpan Tubuh Korban di Kulkas Selama 3 Tahun
Pria Ini Ciptakan Tempat Tidur Beroda Bisa Naik Turun Tangga, Cocok Buat Si Mager
Sambut Nataru, Indonesian Paradise Property Optimistis Kinerja Akhir Tahun Moncer
Telaah Hasil Hitung Cepat, Cak Lontong Yakin Pilkada Jakarta 1 Putaran
Pengusaha Pastikan Taati Aturan Upah Lembur Pekerja Ketika Pilkada Serentak 2024
VIDEO: Diduga Tembak Siswa SMK, Anggota Polrestabes Jalani Pra-Rekonstruksi
Hasil Perolehan Suara Pilkada di TPS Ridwan Kamil, Siapa Unggul?
Ini Respons Lexus Soal Maraknya Merek Mewah China Masuk Indonesia
Peta Politik Pilgub Jateng Berubah Dalam 10 Hari, Ini Sosok di Baliknya
Kutil Kelamin Picu Tekanan Psikologis, Vaksinasi HVP dan Jaga Aktivitas Seks adalah Kunci
Populasi Ikan Tuna di Dunia Turun Drastis, Ada Apa?
Polisi Gerebek Pesta Sabu di Lampung Tengah, 7 Orang Ditangkap