Liputan6.com, Tokyo - Senja menjelang malam, pada 15 Juni 1896, bencana tsunami paling mematikan terjadi di Jepang, tepatnya di pesisir Sanriku, Pulau Kinkwazan. Jumlah korban tewas terbanyak sepanjang sejarah di Negeri Sakura, yakni mencapai sekitar 27 ribu orang dan 5.000 lainnya terluka.
Pascaguncangan gempa berkekuatan dahsyat, 3 provinsi, yakni Rikuzen, Rikuchu, dan Rukuoku tenggelam diterjang gelombang yang ketinggiannya mencapai 100 kaki atau 30 meter. Menerjang 9.313 rumah hingga hanyut dan menghancurkan puluhan ribu kapal pesiar dan perahu nelayan.
Seperti Liputan6.com kutip dari buku "The Physics Behind the Wave", Senin (15/6/2015), warga sekitar benar-benar tidak menyadari akan diterjang tsunami. Nelayan awalnya hanya melihat ombak biasa dengan ketinggian 1,2 meter. Namun tak lama kemudian gelombang raksasa datang.
Sebagian besar warga berada di dalam rumah lantaran hujan turun beberapa jam sebelumnya. Mereka tak bisa berbuat banyak, lantaran tak ada persiapan sama sekali. Tsunami datang begitu cepat dan menggulung bangunan dan ribuan manusia. Pesisir pantai sepanjang 273 km hancur.
Teriakan ketakutan bergema di mana-mana. "Tsunami, tsunami!." Warga turut hanyut bersama bangunan. Beberapa yang mencoba naik ke atap juga tak berkutik lantaran genteng tempat tinggal yang mereka pijak juga tergerus ombak yang begitu tinggi. Pohon-pohon pinus besar yang kokoh berdiri juga tak kuasa menahan derasnya air.
Namun demikian, masih ada segelintir warga yang selamat usai melarikan diri ke perbukitan, kendati mereka harus rela kehilangan anggota keluarganya yang tak sempat kabur. Demikian seperti dimuat National Geographic.
Otoritas setempat langsung menurunkan tim untuk melakukan evakuasi secara besar-besaran. Jepang berduka. Selain langkah tanggap darurat, Pemerintah mulai memikirkan langkah antisipasi untuk mencegah banyaknya korban terulang, termasuk membangun rumah lebih tinggi dengan desain arsitek yang anti-guncangan. Bencana tsunami ini pun menjadi perhatian khusus para ilmuwan Jepang.
Pada hari kejadian, gelombang tsunami tak hanya menerjang Jepang. Dalam jurnal "the San Francisco Chronicle", ombak raksasa juga menghantam kawasan Hawaii dan California dengan tinggi gelombang mencapai 9,5 kaki atau 2,9 meter.
Sejarah juga mencatat bahwa pada 15 Juni 1978, Raja Yordania Hussein bin Talal menikahi seorang perempuan asal Amerika Serikat bernama Lisa Halaby yang kemudian akrab dipanggil Ratu Noor. Di tanggal yang sama tahun 2012, seorang pria asal Florida berhasil menaklukkan air terjun Niagara, Amerika Serikat dengan berjalan di atas tali melintasi jurang nan tinggi. (Ali/Nda)
15-6-1896: Tsunami Paling Mematikan Hantam Jepang
Tsunami datang begitu cepat dan menggulung bangunan dan ribuan manusia.
Diperbarui 15 Jun 2015, 06:00 WIBDiterbitkan 15 Jun 2015, 06:00 WIB
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Produksi Liputan6.com
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Emiten TUGU Gelar RUPST 29 April 2025, Ini Agendanya
Ensiklik Laudato Si, Warisan Paus Fransiskus Soal Seruan untuk Tangani Perubahan Iklim
Jakarta Bhayangkara Buka Peluang ke Grand Final PLN Mobile Proliga 2025 Usai Hajar Samator
Peringatan Hari Buruh 2025 Digelar di Monas, Bakal Ada 200 Ribu Massa yang Hadir Sejak Pagi
Hidrogen Hijau Digadang jadi Energi Masa Depan Indonesia
12 Inspirasi Warna Cat Kamar Tidur Minimalis Tren 2025, Aesthetic dan Nyaman
Peringatan Keras Ustadz Adi Hidayat untuk Anggota DPR yang Tak Becus Kerja
Tren Belanja Barang Mewah di Indonesia di Tengah Tekanan Global, Ramai-ramai Incar Barang Preloved
Suasana Menjelang Konser Boyce Avenue di Jakarta, Penggemar Mulai Memadati Lokasi
Gubernur Lemhannas Sebut Kebijakan Tarif Resiprokal Trump Momentum Perkuat Ketahanan Ekonomi
Fadillah Arbi Aditama Raih Kemenangan Ganda di AP250 ARRC Buriram 2025
Paradox of Choice, Sederhanakan Perkara ‘Mau Makan di Mana?’