Liputan6.com, Makhmour, Seorang warga Australia yang berasal dari suku Kurdi, Turki, memohon kepada pemerintah Negeri Kangguru untuk mengeluarkan paspor agar ia bisa keluar dari tenda pengungsi di Irak.
Renas Lelikan terbang ke Turki terinspirasi cerita perlawanan pejuang Kurdi atau PKK untuk melawan ISIS. Pria yang mendapatkan warga negara Australia pada tahun 2004, terbang ke Prancis pada tahun 2007 lalu melanjutkan perjalanan ke Turki bergabung dengan PKK.
Ia terbang sebagai wartawan lepas untuk mendukung publikasi PKK.
Advertisement
"Kini hidupku dalam bahaya," kata Lelikan kepada CNN di kamp pengungsi di kota Makhmour, utara Irak, 4 September 2015.
"Aku ini warga negara Australia," tambahnya. "Pemerintahku harus melakukan sesuatu untuk warga negaranya.
Namun, sejauh ini, pemerintahan Perdana Menteri Tony Abbot berkata, tidak.
Menurut Lelikan dan pengacaranya di Melbourne, otoritas Australia menolak untuk menerbitkan paspor baru atau dokumen perjalanan sementara untuknya, karena Lelikan dianggap membahayakan keamanan nasional.
Kamp pengungsi Makhmour adalah kamp terbesar yang menampung 10.000 suku Kurdi. Kurdi dan perjuangannya dianggap oleh pemerintah Turki sebagai separatis. Lebih 20 tahun PBB menjaga penampungan ini. Namun, pada musim panas 2014, shelter ini menghadapi ancaman baru: ISIS.
ISIS berhasil meringsek masuk kota Makhmour, Irak. Sebagian pejuang Kurdi dan otoritas Irak tewas saat menghadapi militan ini. Kini, pos penjagaan ISIS hanya berjarak belasan kilo meter dari pusat penampungan tersebut.
"Dua kali seminggu, ISIS lempar roket ke kamp ini," ujar Lelikan.
"Dalam serangan beberapa minggu lalu, roket berhasil membunuh seorang perempuan dan melukai setidaknya dua orang sipil," tambahnya.
Awal tahun lalu, Lelikan ingin memperbarui paspornya di Kedutaan Besar Australia di Baghdad. Namun, ditolak. Menurut pihak Kemlu, ia dianggap mendukung teroris dan melakukan kegiatan terorisme di luar negeri.
Pemerintah Australia secara resmi menganggap PKK sebagai organisasi militan.
"Aku hanya wartawan lepas yang meliput tentang mereka," jelas Lelika. Ia menolak bahwa ia terlibat kegiatan terorisme PKK.
Masalahnya, ia pernah berpose lengkap besama senjata dan rompi antipeluru bersama PKK. Lelikan juga pernah ditahan di Prancis pada tahun 2011 karena dianggap oleh pemerintah Prancis bergabung dengan pejuang PKK. Prancis sama halnya Australia, mengganggap PKK adalah kelompok terorisme.
"Kami tahu bahwa banyak bukti yang tidak bisa disangkal," kata Jessie Smith pengacara Lelikan.
"Namun, demi keselamatan WN Australia, pemerintah seharusnya bisa membawanya pulang untuk diadili di dalam negeri," tambah Smith.
"Ini masalah hak asasi manusia warga Australia. Kalau Lelika tewas akibat ISIS, konsekuensinya akan sangat besar sekali," tutup Smith.
Sebelumnya, Australia memperbolehkan pulang seorang warganya yang pernah ke Suriah. [Adam Brookman](/2278865 "") seorang suster mengklaim dirinya hanya melakukan kegiatan kemanusiaan di kota Aleppo, kota di mana ISIS berkuasa di Suriah. Brookman mendapat ancaman hukuman tindakan terorisme.
Baca: Survei: Australia Lebih Takut ISIS daripada Perubahan Iklim. (Rie/Ein)