Liputan6.com, Nuku'alofa - Tonga, yang terletak di Polinesia, Samudra Pasifik adalah negara dengan tingkat obesitas tertinggi di dunia. Mayoritas warganya bertubuh subur.
Tingkat obesitas tersebut berpengaruh pada kesehatan warganya. Lebih dari 40 persen populasi negara kerajaan tersebut diyakini menderita diabetes. Usia harapan hidup pun merosot tajam.
Salah satu penyebabnya diduga kuat adalah daging impor penuh lemak.
Baca Juga
Papiloa Bloomfield Foliaki mengatakan, dulu warga Tonga memakan umbi-umbian dan kelapa -- yang tumbuh subur di wilayah itu.
Hingga akhirnya, semua orang menginginkan yang lebih modern. "Rumah, juga makanan," kata dia, seperti dikutip dari BBC Magazine, Selasa (19/1/2015).
Perempuan 82 tahun itu menambahkan, pada pertengahan Abad ke-20, daging impor membanjiri Tonga: buntut kalkun berlemak dari Amerika Serikat, juga mutton flaps, daging bagian bawah kambing sarat gajih dari Selandia Baru.
Advertisement
Daging tersebut murah dan dengan cepat jadi populer.
"Orang berpikir, barang impor pasti superior, berkualitas baik," kata Foliaki, mantan perawat, aktivis, dan politisi, yang kini menjalankan usaha perhotelan.
"Dan kami dihadapkan pada situasi, di mana nelayan menombak ikan, lalu menjual tangkapannya, dan uang yang dihasilkan digunakan untuk membeli daging kambing berlemak. Mereka tak tahu baik buruknya untuk kesehatan."
Pada 1973, sekitar 7 persen populasi Tonga menderita penyakit tak menular -- frase yang sinonim dengan diabetes di negara itu. Pada 2004, jumlahnya meningkat 18 persen.
Dan saat ini, Kementerian Kesehatan Tonga menyebut, jumlahnya mencapai 34 persen, meski banyak yang menduga sudah melampaui 40 persen.
"Seluruh generasi di Tonga dibesarkan dengan mengonsumsi daging kambing berlemak," kata Sunia Soakai, petugas kesehatan untuk Secretariat of the Pacific Community.
"Mutton flaps adalah bagian kambing yang dianggap tak layak dikonsumsi di Selandia Baru. Dan mereka membuangnya ke negara-negara Pasifik."
Bau Daging Panggang di Pasar Ikan
Para nelayan di Tonga biasa menangkap ikan menggunakan tombak kala malam. Mereka yang ingin membeli tangkapan laut segar bisa mengunjungi pasar ikan di halaman parkir pelabuhan pagi harinya.
Namun, ikan yang ditombak tak murah, biasanya dijual ke Hawaii. Pelabuhan dipenuhi kapal trawl yang menjaring ikan dan menjualnya ke luar negeri.
Bahkan di pasar ikan, bau daging panggang menguar. Tercium aroma lemak kambing yang meleleh di atas panggangan.
Menurut Sunia Sokai, tak jarang sekali duduk menghadap panggangan, orang Tonga menghabiskan 1 kg daging kambing berlemak.
Dulu, ia pun melakukannya. "Tahun demi tahun berlalu, badanku makin besar, bahkan mencapai 170 kg," kata dia.
Namun, suatu ketika ia memutuskan berhenti, menjaga berat badannya di kisaran 70 kg. Ia punya 3 alasan untuk melakukannya.
"Aku punya anak laki-laki berusia 5 tahun," kata dia. "Jika aku meneruskan gaya hidupku itu, maka anakku bakal jadi yatim. Alasan kedua, aku bekerja di sektor kesehatan, dan ketiga, aku didiagnosis terkena diabetes."
Sejumlah ilmuwan meyakini, tubuh subur yang dimiliki masyarakan Tonga terkait faktor genetika. Juga faktor budaya.
"Makin besar seseorang, makin dianggap baik," kata Drew Havea, ketua Civil Society Forum of Tonga.
Ukuran tubuh dan status seseorang dianggap selaras di negara itu. Raja Tupou IV, yang wafat pada 2006, adalah pemegang rekor Guinness untuk raja paling gemuk di dunia, dengan bobot tubuh 200 kg.
Pada saat-saat terakhirnya, bobot tubuh sang raja berkurang. Ia terekam kamera sedang berolah raga, sebagai contoh sekaligus mengimbau rakyatnya untuk memperbaiki kesehatan mereka.
Namun, itu tak bisa meredam kebiasaan makan di Tonga. Pesta-pesta besar digelar, makanan banyak-banyak dihidangkan.
Obesitas yang terlanjur epidemik tak hanya akibat daging berlemak, tapi juga makanan kalengan dan minuman bersoda.
"Harus dipahami, warga kami biasa menonton film dan acara Amerika, yang di dalamnya semua orang minum soda. Kami berpikir, 'Aku ingin minum soda' atau 'kami miskin karena minum air'," kata Lepaola Vaea, wakil kepala eksekutif di Kementerian Keuangan dan Cukai.
"Namun, kini, saat semua orang minum air, kami terlanjur minum soda."
Pada 2008, Vaea mencoba menaikkan pajak impor daging kambing, seperti yang sukses dilakukan Fiji.
Hasilnya, protes di mana-mana. "Orang-orang terlanjur kecanduan."
Kini, restoran di Tonga mulai menjual kentang goreng dan ikan (fish and chips) -- yang lebih sehat dari makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat.
Akibat dari pola makan itu, sekitar 100 ribu warga terkena dampak. Usia harapan hidup yang awalnya pertengahan 70-an tahun, turun jadi 64 tahun.
Para dokter kerepotan menangani pasien diabetes. Salah satunya gadis 14 tahun. Luka di salah satu kakinya tak kunjung sembuh selama 4 tahun, hingga akhirnya harus diamputasi.
Meski pemerintah berupaya keras membuat warga lebih sadar terhadap risiko diabetes dan obesitas, lebih banyak orang yang enggan mengubah gaya hidupnya.
Para dokter memperkirakan, hal buruk akan terjadi, sebelum orang-orang sadar dan akhirnya mau berubah.
Â