Gagak, Burung Pertanda Mati yang Takut Kematian

Sebuah tim menguak fakta mengapa burung gagak tampak penuh perhatian ketika saudara-saudaranya mati.

oleh Liputan6 diperbarui 26 Jan 2016, 11:41 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2016, 11:41 WIB
Anak 8 Tahun Menerima Hadiah dari Kelompok Burung Gagak
Anak 8 Tahun Menerima Hadiah dari Kelompok Burung Gagak

Liputan6.com, Jakarta - Burung gagak yang dikenal sebagai unggas pertanda kematian, memiliki perilaku yang aneh terhadap kematian sesamanya. Kerap berkumpul dan berkuak dengan keras.

Anggapan yang biasa dikemukakan ini disebut-sebut sebagai bagian dari ritual pemakaman.
Tetapi apa yang sesungguhnya mereka lakukan sebagian besar masih menjadi misteri, karena para ilmuwan harus bertumpu pada informasi yang belum tentu benar terkait perilaku tersebut.

Sebuah tim pun menguak fakta mengapa burung gagak tampak penuh perhatian, ketika saudara-saudaranya mati?

Untuk mencari jawabannya, mereka melakukan eksperimen inovatif berfokus pada pengetahuan bahwa burung gagak tak pernah lupa wajah yang dianggap membahayakan mereka.

Fakta ini ditemukan dari riset sebelumnya. Serangkaian penelitian yang dipimpin oleh John Marzluff dari Universitas Washington di Seattle, Amerika Serikat mengungkapkan bahwa gagak akan mengingat manusia yang tampak berbahaya bagi mereka.

Burung-burung gagak itu kemudian mengajari gagak lain untuk berkuak dengan keras jika melihat wajah itu, sehingga semua komunitasnya melakukan hal serupa pada objek yang sama bahkan hingga 7 tahun kemudian.

Untuk mengantisipasi tindak kekerasan yang dilakukan gagak, wajah yang dipakai bukanlah wajah asli, melainkan topeng realistik berbahan lateks. Menggunakan topeng samaran sejenis, para peneliti lantas melakukan riset baru.

Di sebuah area, Kaeli Swift yang merupakan peneliti dari Universitas Washington bertindak untuk memberikan makanan kepada sekelompok burung gagak. Tujuannya agar burung-burung itu mengasosiasikan tempat tersebut sebagai lingkungan yang ramah.

Dengan memberi makanan, dia berlaku sebagai 'polisi baik'. Namun akan ada satu individu bertopeng yang berperan sebagai 'polisi jahat', datang ke lokasi dengan menggenggam gagak mati. Orang bertopeng ini berada di situ sekitar 30 menit.

"Saya selalu menjadi pemberi makan yang ramah, yang berperilaku baik. Saya tidak memperlakukan gagak sebagai musuh," kata Swift. "Saya akan membagi makanan, lalu orang kedua datang."

"Orang itu akan membawa gagak mati, tidak dalam cara yang kejam, dan tidak juga menirukan adegan pembunuhan. Tetapi hanya memegangnya seakan-akan seperti baru saja diambil dari tong sampah. Telapak tangan dibuka seperti Anda memegang nampan."

Pada hari pertama manusia bertopeng datang, para gagak menghindari makanan yang dibawakan Swift. Mereka malah berkuak dan berkerumun, sama seperti mereka berkumpul dalam kelompok besar ketika merasakan ada hal-hal yang mengancam.

Tapi dalam kasus ini, peneliti menyebut, kerumunan itu bisa memiliki lebih dari 1 tujuan. Ini termasuk “merendahkan predator, menampilkan dominasi, atau pembelajaran sosial terhadap orang atau tempat yang berbahaya.”

Jika seekor elang ditempatkan di sebelah gagak, para gagak juga akan menghindari makanan, mengindikasikan bahwa mereka percaya bahwa elang adalah sebuah bahaya. Ketika manusia bertopeng datang esok harinya, bahkan tanpa gagak mati, burung- burung itu tetap menghindari makanan.

Ini menunjukan bahwa gagak akan menghindari area atau sesuatu yang dianggap berbahaya terhadap spesies mereka. Dengan kata lain, mereka paham apa itu kematian dan tahu bahwa mereka harus takut pada kematian.

"Ini menunjukan bagaimana gagak melihat kematian, setidaknya sebagian melihat itu sebagai momen pembelajaran. Sebagai sinyal bahaya, dan bahaya adalah sesuatu yang harus dihindari," jelas Swift.

Pengingat yang Baik

Dan ketakutan terhadap situasi berbahaya akan selalu ada dalam perilaku mereka. Bahkan 6 pekan setelahnya, sepertiga dari 65 pasang gagak terus merespons dengan perilaku yang sama.

Riset yang diterbitkan pada jurnal ilmiah Animal Behaviour ini adalah satu dari penelitian yang ingin lebih memahami bagaimana binatang merespons kematian mereka.

Tipe burung gagak lain, yang dikenal dengan nama western scrub jay, juga diketahui melakukan ‘tipe pemakaman’ yang sama ketika mereka melihat sesamanya mati.

Tetapi bedanya western scrub jay juga merespons negatif ketika burung lain yang berukuran sama mati. Sedangkan gagak umumnya tidak demikian. Jika orang bertopeng membawa merpati mati -- tak sejenis -- misalnya, ia tak terlihat terganggu.

Temuan-temuan ini memperlihatkan seberapa penting ingatan mereka untuk belajar dan mengingat detail wajah manusia. Ini adalah keahlian yang membantu mereka membedakan orang-orang berbahaya dari yang tidak.

"Ini adalah contoh bagaimana gagak berevolusi untuk hidup dengan sukses bersama manusia," tutur Swift kepada BBC Earth yang dikutip Selasa (26/1/2016).

Gagak kini diketahui menjadi salah satu kelompok burung yang bisa mengenali atau mungkin berduka atas kematian sesamanya. Gajah, jerapah, simpanse, dan juga beberapa jenis burung Corvid lainnya juga diketahui berkerumun di rekan-rekannya yang baru saja mati.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya