4 Cara 'Bertahan Hidup' Membangun Koloni di Planet Lain

Sejumlah teknologi terkini di planet Bumi diperlukan untuk membangun koloni baru di planet lain supaya manusia bisa bertahan hidup.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 28 Mar 2016, 12:30 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2016, 12:30 WIB
Begini Cara Membangun Koloni di Planet Lain *OTW
Ilustrasi koloni manusia di planet atau benda angkasa lain. (Sumber Out of This World/NASA)

Liputan6.com, Glasgow - Jika manusia ingin bertahan hidup dalam jangka panjang, manusia kemungkinan harus menghuni planet-planet lain. Penyebabnya bisa saja karena manusia membuat Bumi tidak lagi layak huni atau alasan alamiah sehingga planet kita tidak mampu lagi menopang kehidupan.

Dikutip dari iflscience.com pada Senin (28/3/2016), sudah ada film seperti The Martian dan Interstellar yang membayangkan tentang kehidupan di planet lain. Planet Mars menjadi tujuan yang paling layak huni di sistem tata surya kita, tapi sebetulnya ada ribuan planet luar (exoplanet) yang mengorbit bintang-bintang lain dan kemungkinan dapat menjadi pengganti planet Bumi. Tentu saja diperlukan sejumlah teknologi supaya memungkinkan angan-angan tersebut.

Sekarang ini sudah ada satu koloni angkasa, yaitu International Space Station (ISS) yang jaraknya hanya 350 km dari permukaan Bumi dan terus mendapat pasokan baru untuk 6 awaknya.

Sejumlah teknologi ISS, misalnya perisai radiasi, daur ulang air dan udara, serta pengumpulan tenaga matahari, tentu dapat dipakai juga di tempat tinggal angkasa di masa depan. Namun demikian, koloni tetap di angkasa di permukaan planet lain ataupun bulan membawa sejumlah tantangan baru.

Lantas bagaimana membuat koloni di planet lain, berikut 4 cara bagaimana membangun peradaban manusia di planet selain Bumi. 

Rekayasa Habitat

Syarat pertama hunian manusia adalah habitat, yakni suatu lingkungan terisolasi yang dapat menjaga tekanan udara, kandungan (dan jumlah) oksigen, suhu, dan melindungi penghuninya dari radiasi. Mungkin bisa dilakukan dengan struktur yang luas dan berat.

Tapi meluncurkan benda yang besar dan berat ke angkasa tentu mahal dan sulit. Misi Apollo di masa lalu terdiri dari beberapa modul harus berpisah dan menyatu, yang dikirim bagian demi bagian dan dirakit oleh para astronot.

Dengan kemajuan pengendalian secara otonomi, bagian-bagian untuk habitat koloni mungkin bisa merakit dirinya sendiri. Di masa kini, manuver yang serupa dengan penyambungan pada Apollo bisa dilakukan secara otomatis.

Pembangunan 'rumah' menggunakan pencetakan 3D di planet atau benda angkasa lain. (Sumber Team Gamma/NASA)

Alternatif lain adalah dengan membawa kotak perkakas sesedikit mungkin dari planet Bumi, lalu membuat habitat menggunakan sumber daya yang dipanen setempat. Secara khusus, pencetak 3D dapat menggunakan mineral dari tanah setempat menjadi bangunan fisik.

Kita sebenarnya sudah mulai memungkinkan hal ini. Pihak swasta Planetary Resources telah menunjukkan pencetakan 3D menggunakan bahan mentah dari contoh asteroid yang kaya logam, yang ditemukan di tempat tumbukan di planet ini.

NASA juga memasang pencetak 3D di ISS untuk menunjukkan bahwa alat itu bisa dipakai di gravitasi nol, sehingga berpotensi sebagai cara pembuatan komponen pesawat angkasa selagi berada di angkasa.

Air Sumber Kehidupan

Setelah habitat selesai dibangun, koloni itu memerlukan pasokan berkelanjutan air, oksigen, energi dan makanan untuk menopang penghuninya seandainya koloni tersebut dibangun di tempat yang bukan seperti Bumi dengan segala sumber dayanya. Air sangat mendasar untuk kehidupan yang kita kenal, tapi juga untuk menjadi propelan ataupun perisai radiasi.

Hunian awal perlu membawa sejumlah air dan mendaur ulang seluruh air. Hal ini sudah dilakukan di ISS, sehingga tidak setetes pun cairan (dari cucian, keringat, air mata, ataupun air seni) yang terbuang. Namun demikian, koloni perlu mengambil air, kemungkinan dari pasokan air di bawah tanah seperti yang ada di Mars, atau dari es yang ditemukan di bawah permukaan sejumlah asteroid.

Air juga menjadi sumber oksigen. Di ISS, oksigen dihasilkan menggunakan proses elektolisis yang memisahkan oksigen dari hidrogen dalam air. NASA juga sedang mengembangkan teknik untuk menghasilkan oksigen dari hasil sampingan atmosfer, misalnya dari karbo dioksida yang dikeluarkan manusia ketika bernafas.

Panen Energi

Pembangkitan energi mungkin merupakan aspek teknologi yang paling siap karena keberadaan panel surya fotovoltaik. Tapi tentunya tergantung kepada lokasi planet koloninya, sehingga kita harus memperbaiki teknologi ini lebih jauh lagi.

Pada jarak ke planet Bumi, kita menghasilkan daya listrik sebesar 470W untuk setiap 1 meter persegi sel-sel surya. Nilai ini lebih rendah di permukaan planet Mars karena jaraknya 50% lebih jauh dari matahari dibandingkan dengan Bumi. Planet itu juga memiliki atmosfer yang lebih tebal sehingga mengurangi paparan matahari.

Faktanya, atmosfer Mars kerap dilanda badai pasir yang menjadi masalah, karena pasir itu membatasi jumlah cahaya yang diserap dan dapat mengumpul dan menutupi panel-panel surya.

Bentangan panel surya sebagai pembangkit energi di planet atau benda angkasa lain. (Sumber NASA)

Kita telah mulai mengatasi masalah ini dalam rancangan misi rover ke planet Mars. Misalnya, Mars Exploration Rovers Spirit dan Opportunity milik NASA dirancang untuk bertahan 90 hari, tapi mereka masih bekerja hingga lebih dari 12 tahun, juga hembusan angin Mars menyingkirkan debu dari panel-panel surya.

Suatu koloni harus bisa mandiri, sehingga pertanian menjadi hal yang hakiki untuk menghasilkan pangan. Tanaman juga dapat dipakai untuk mengubah karbon dioksida di udara menjadi oksigen untuk bernafas.

Menanam tanaman di planet Bumi cukup mudah karena lingkungannya telah diadaptasi oleh tanaman setelah ribuan tahun, tapi menumbuhkan buah-buahan dan sayur-sayuran di angkasa atau di planet lain tentu tidak semudah itu.

Suhu, tekanan udara, kelembaban, kadar karbon dioksida, kandungan tanah, dan gravitasi semuanya berdampak kepada kelangsungan dan pertumbuhan tanaman, dengan dampak yang berbeda pada spesies yang berbeda pula.

Sejumlah penelitian dan percobaan yang sedang dilakukan sekarang mencoba menumbuhkan tanaman di dalam ruang-ruang terkendali yang meniru lingkungan koloni angkasa. Salah satu potensi mengatasi masalah yang telah terbukti di Bumi untuk lobak, selada, dan bawang hijau adalah pertanian hidroponik, yaitu menumbuhkan tanaman dalam cairan bergizi tinggi tanpa memerlukan tanah.

Teknologi hidroponik untuk melakukan pertanian di planet atau benda angkasa lain guna memastikan ketersediaan pangan. (Sumber NASA)

Rekayasa Iklim

Syarat terakhir untuk suatu koloni angkasa adalah menjaga iklimnya tetap layak huni. Komposisi atmosfer dan iklim pada benda angkasa lain sangat berbeda dengan yang di planet Bumi. Tidak ada atmosfer di bulan atau asteroid.

Di planet Mars, atmosfernya terutama terdiri dari karbon dioksida sehingga suhu permukaan planet berkisar antara 20°C hingga -153°C selama musim dingin atau di kutub-kutubnya. Tekanan udara di sana hanya 0,6% tekanan udara di Bumi. Dalam keadaan yang tidak bersahabat itu, para penghuni hanya bisa tinggal di dalam habitat terisolasi dan berjalan-jalan ke luar menggunakan pakaian angkasa.

Salah satu solusi alternatif mungkin dengan mengubah iklim planet itu dalam skala besar. Kita sudah mempelajari “rekayasa geo” sebagai cara menanggapi perubahan iklim di Bumi. Hal ini memerlukan upaya besar, tapi teknik yang sama dapat diperluas dan diterapkan pada planet-planet lain semisal Mars.

Cara yang mungkin misalnya organisme hasil rekayasa (bioengineering) sehingga bisa mengubah karbon dioksida di atmosfer menjadi oksigen, atau mempergelap tudung kutub Mars untuk mengurangi sinar matahari yang mereka pantulkan sehingga menaikkan suhu permukaan.

Cara lainnya misalnya menggunakan susunan cermin matahari di orbit yang memantulkan cahaya matahari ke daerah tertentu semisal kutub-kutubnya sehingga menaikkan suhu lokal.

Beberapa pihak menengarai bahwa perubahan kecil suhu tersebut dapat memicu iklim untuk menjadi baru dengan tekanan udara yang lebih tinggi, sehingga menjadi langkah awal untuk membentuk permukaan Mars.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya