Ada Ancaman Mutasi Otak Astronot di Luar Angkasa

Jauh dari keramaian, tinggal di tempat sempit. Bagaimana pengaruh kehidupan di luar angkasa pada kondisi kejiwaan para astronot?

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 03 Feb 2016, 13:50 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2016, 13:50 WIB
20151102-Perayaan 5 Tahun Stasiun Luar Angkasa Dalam Bingkai Foto
Ilustrasi astronot sedang berada di ruang angkasa.

Liputan6.com, Silver Spring - NASA selalu memikirkan tentang sesuatu yang dapat saja merusak pikiran para astronot. Bahkan semenjak bertahun-tahun lamanya sebelum manusia pertama kalinya menjelajah ruang angkasa, lembaga tersebut sudah mulai bergulat dengan isu tersebut.

Merujuk pada tayangan Science Channel yang disimak pada Rabu (3/2/2016), pada 1950-an American Psychiatric Board memperingatkan bahwa astronot memerlukan pemeriksaan psikologis yang ketat.

Para astronot harus menjalani sejumlah ujian dan evaluasi, termasuk pemeriksaan ketat psikologi. (Sumber cuplikan video Science Channel)

 

Nick Pope, seorang analis pertahanan, mengatakan, "Mereka menyebutnya dengan istilah "space madness" dan ini menjadi hal besar bagi NASA. Jika seorang astronot tidak tahan, maka hal ini dapat menjadi ancaman besar bagi dinas angkasa manapun.”

Menghadapi ancaman "space madness" masih tetap menjadi bagian dari pelatihan para astronot. Kata Leroy Chiao, seorang astronot pada pesawat ulang-alik NASA, "Ada prosedur bagi para awak yang psikotik (terganggu jiwanya). Untuk keperluan itu bahkan dipakai pita perekat untuk merekatkan sang astronot dan kemudian memberinya obat penenang."

Prosedur menenangkan seorang astronot yang mendadak 'gila' di ruang angkasa menggunakan pita perekat. (Sumber cuplikan video Science Channel)

Ilmuwan syaraf dari Thomas Jefferson University, Dr. Andrew Newberg, telah melakukan analisisnya sendiri tentang apa yang terjadi dengan otak para astronot.

Katanya, "Saya selalu melihat adanya perbedaan besar antara mereka yang benar-benar ke atas sana ke ruang angkasa dan mereka yang tidak. Sepertinya hal itu telah mengubah bagaimana otak bekerja.”

Ia melanjutkan penjelasannya, “Ada bagian-bagian normal otak kita yang bisa terganggu. Hal lain yang bisa terjadi pada gravitasi nol misalnya halusinasi di mana seseorang merasa mendengar sesuatu atau mencium bau sesuatu. Gejala yang lazim pada astronot adalah mereka seakan melihat kilatan-kilatan cahaya."

Penelitian awal menunjukkan bahwa gravitasi renik (microgravity) dapat merangsang tercetusnya hormon vital pengubah mood pada otak. Tapi tidak semua yang dialami oleh otak astronot bisa dijelaskan hanya dengan gravitasi.

Ilustrasi para astronot sedang berada di ruang angkasa. (Sumber cuplikan video Science Channel)

Ada lagi kekuatan lain yang merusak dan menyerang para pengembara angkasa sehingga berpotensi mengakibatkan mutasi pada mereka. "Ketika para astronot sedang di atas sana di angkasa, mereka terpapar pada lebih banyak radiasi daripada yang kita terima di bawah sini, di bumi.”

Radiasi dapat menembus tubuh, merusak DNA dan sel-selnya. Mengerikan.

Kata Newberg lagi, “Kerusakan dari radiasi terhadap jejaring otak bahkan membuat otak berhenti bekerja.”

Tidak seorangpun mengetahui seberapa jahatnya radiasi mengakibatkan mutasi pada otak para astronot. Namun satu hal yang jelas adalah, semakin dalam kita berkelana ke ruang angkasa, semakin besarlah ancamannya pada dinas NASA dan kehidupan para astronot.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya