20-6-1963: 'Telepon Merah', Saat AS-Soviet Hindari Perang Nuklir

Ketegangan AS-Soviet mulai lunak saat Perang Dingin, ditandai dengan jalur khusus komunikasi kedua negara.

oleh Rasheed Gunawan diperbarui 20 Jun 2016, 06:00 WIB
Diterbitkan 20 Jun 2016, 06:00 WIB
20-6-1963: 'Telepon Merah', Saat AS-Soviet Hindari Perang Nuklir
20-6-1963: 'Telepon Merah', Saat AS-Soviet Hindari Perang Nuklir. Properti di Jimmy Carter Museaum (Wikipedia)

Liputan6.com, Jakarta - Pasca Perang Dunia II, muncul dua kekuatan utama di dunia, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai dua negara adidaya di dunia dengan perbedaan ideologi, ekonomi, dan militer yang besar. Sejak tahun 1947, dunia terpecah menjadi Blok Barat yang dipimpin AS dan Blok Timur di bawah komando Uni Soviet, kendati ada sejumlah negara yang memutuskan untuk bersikap netral. AS membentuk aliansi militer NATO pada tahun 1949, sedangkan Uni Soviet juga membentuk Pakta Warsawa pada 1955.

Peristiwa itu dinamakan Perang Dingin karena kedua belah pihak tidak pernah terlibat dalam aksi militer secara langsung, namun masing-masing pihak memiliki senjata nuklir yang dapat menyebabkan kehancuran besar.

Namun demikian, mulai tahun 1963, kekuatan raksasa AS dan Uni Soviet mulai melunak. Kedua negara mulai mempertimbangkan untuk menuju jalur damai dan berkomunikasi demi menurunkan ketegangan di tengah-tengah Krisis Kuba yang bisa memicu Perang Dunia III.

Pada 20 Juni 1963, atau 53 tahun lalu, AS dan Uni Soviet sepakat untuk membentuk jalur khusus untuk kedua negara untuk berkomunikasi. Perwakilan AS dan Uni Soviet menandatangani nota kesepakatan 'Direct Communication Line' di Jenewa, Swiss. Jalur komunikasi khusus ini kemudian disebut 'Red Telephone', yang sebenarnya tidak menggunakan telepon berwarna merah, melainkan komunikasi antara kepala negara dengan menggunakan telegraf.

Perjanjian ini dilatarbelakangi atas potensi perang besar di mana AS telah mengetahui bahwa Uni Sovite tengah membangun pangkalan nuklir di Kuba yang bisa meluncurkan rudal kapan pun. Sedangkan AS saat itu juga tengah mempersiapkan senjata dan perisai untuk menghadang serangan rudal.

Dengan komunikasi ini, diharapkan perang nuklir tidak terjadi, dengan syarat Pemimpin Uni Soviet Nikita Khruschev menyetujui agar negaranya tidak melanjutkan pembangunan nuklir di Kuba dan Amerika Serikat juga mesti menyetujui untuk tidak mengusik kemerdekaan Kuba.

Presiden John F Kennedy berharap 'Red Telephone'ini bisa mengurangi ketegangan dan menghindari mis-komunikasi yang bisa memicu perang nuklir. "Untuk itu, dibutuhkan jalur komunikasi yang bisa menyampaikan pesan lebih cepat ketika dalam kondisi darurat," ujar Kennedy, seperti dimuat History.com.

Dalam komunikasi awal, kedua belah pihak melakukan tes dengan mengirimkan beberapa pesan berisi kutipan William Shakespeare dan literatur lainnya. Komunikasi ini hanya berupa teks atau tulisan, bukan gambar, untuk menghindari kesalahpahaman seperti misalnya pengiriman gambar Winnie the Pooh yang bisa memicu ketegangan lantaran lambang negara Soviet berupa beruang.

'Red Telephone' pada akhirnya mulai diterapkan. Presiden AS Kennedy awalnya menyampaikan pesan ke petugas Hot Line via telepon, pesan itu kemudian ditulis dan disampaikan melalui telegraf dari Gedung Putih, AS ke Kremlin, Uni Soviet.

Pada penerapannya, komunikasi 'Red Telephone' ini hampir tidak pernah membicarakan potensi perang nuklir. Dan dalam beberapa tahun kemudian, penggunaannya lebih canggih, hingga berubah menjadi komunikasi faksimile dan e-mail.

Sejarah lain mencatat pada 20 Juni 1873, Ratu Victoria naik takhta Britania Raya. Pada tanggal yang sama tahun 1991, Parlemen Jerman memutuskan untuk memindahkan kembali ibu kota dari Bonn ke Berlin.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya