Liputan6.com, London - Warga Inggris telah menjatuhkan pilihan dalam referendum, untuk memutuskan apakah Britania Raya tetap menjadi bagian dari Uni Eropa atau menjadi 'pemain tunggal' dalam kancah global.
Setidaknya 46.499.537 pemilih ikut serta dalam referendum, demikian data yang dirilis komisi pemilu.
Pemilihan dilakukan di 382 daerah penghitungan lokal -- 380 wilayah di Inggris, Skotlandia dan Wales. Dua lainnya adalah Irlandia Utara dan Gibraltar.
Advertisement
Kini, pengitungan suara sedang dilakukan. Tak ada exit poll -- jajak pendapat yang dilakukan pada warga yang baru keluar dari TPS -- yang dilakukan, sehingga jutaan warga Inggris harus sabar menunggu hingga hasil referendum dikeluarkan.
Sebelumnya, sebuah survei online yang dilakukan ke 5 ribu warga oleh YouGov menunjukkan, mereka yang memilih 'Remain' atau Tetap meraih 52 persen, sementara yang memilih hengkang dari Uni Eropa atau 'Brexit' berjumlah 48 persen.
Menyusul pengumuman hasil survei tersebut, nilai mata uang Inggris pound sterling naik atas dolar Amerika Serikat.
Pemimpin UK Independence Party (UKIP) Nigel Farage kepada Sky News mengatakan, "sepertinya kubu Remain akan unggul." Ia mendapat firasat yang tak diinginkan.
Seperti dikutip BBC, Jumat (24/6/2016), pernyataan tersebut dikeluarkan Farage tak lama setelah pemungutan suara ditutup. UKIP adalah pendukung garis depan Brexit.
Hasil referendum baru akan diketahui jelang waktu sarapan pada Jumat pagi waktu Inggris. Apa pun keputusannya, hal tersebut akan menjadi titik balik hubungan Inggris dengan Eropa dan seluruh dunia.
Jika Inggris menjadi negara pertama yang keluar dari UE, tak bisa dipungkiri hal tersebut akan menjadi pukulan berat bagi 28 anggota Uni Eropa.
Kemenangan Brexit juga akan menjadi hantaman telak bagi Perdana Menteri David Cameron -- meski ia berjanji tak akan melepaskan jabatannya, apapun yang terjadi.
Sebaliknya, jika hasilnya adalah 'Tetap', maka PM Inggris harus melakukan negosiasi ulang, untuk menghasilkan sejumlah kesepakatan dengan Uni Eropa.
Salah satu pemimpin kampanye Brexit adalah Wali Kota London Boris Johnson. Ia berpendapat bahwa satu-satunya cara Inggris bisa 'mengambil kembali kendali' atas urusannya sendiri adalah dengan meninggalkan Uni Eropa.
Apa pun hasilnya, ia sanggup menerima akibatnya. Padahal, Boris Johnson digadang-gadang menjadi perdana menteri berikutnya.
"Terus terang, jika ini adalah akhir dari karier politik saya...Saya dipercaya delapan tahun sebagai Wali Kota London. Saya sangat menikmatinya sangat, itu adalah kehormatan bagi saya."
Pelaksanaan referendum Inggris diwarnai sejumlah cobaan. Banjir bandang di Inggris bagian selatan sempat mengganggu proses referendum. Sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) juga terpaksa dipindahkan.