Liputan6.com, Los Angeles - Kartun Disney, merupakan salah satu tontonan yang paling disukai anak-anak. Tak hanya di layar lebar, figur itu juga hadir dalam kehidupan sehari-hari lewat banyak produk.
Figur The Walt Disney Company terpampang di peralatan makan, alat tulis, peralatan harian, gaun, sampai pakaian dalam anak -- semua bergambar karakter putri Disney kesayangan. Dandanan mereka, rambut panjang tergerai hingga kepang ramai-ramai ditiru. Bahkan, tak sedikit gadis cilik yang bercita-cita jadi 'princess', bukan pilot, dokter, atau ilmuwan.
Pengaruh yang ditimbulkan oleh film -- yang tidak hanya populer di kalangan anak-anak, tapi juga dewasa ini, bahkan dilihat sebagai suatu ancaman negatif bagi anak. Bagaimana bisa?
Advertisement
Baca Juga
Sebuah penelitian menunjukkan, bahwa karakter Disney Princess, seperti Elsa dalam film Frozen, dapat merusak 'persepsi' bentuk tubuh sempurna seorang perempuan, dalam bayangan yang terbentuk dalam benak anak kecil -- terutama para gadis cilik.
Menurut laporan hasil penelitian tersebut,yang dikutip dari Daily Mail, Senin (27/6/2016), tokoh fiksi tersebut memperlihatkan sebuah stereotip yang negatif.
Misalnya, seperti diungkap penelitian, karakter Elsa dalam Frozen, memiliki bagian pinggang ramping yang tidak realistis.
Bentuk pinggang tersebut, juga terlihat dari karakter putri Disney lainnya; seperti adik Elsa, Anna; Jasmine dalam film Aladdin; Ariel dari The Little Mermaid, Cinderella, serta Putri Salju.
Sayangnya, orangtua menganggap film dan atribut karakter tersebut, sebagai sesuatu yang tidak berbahaya. Tak ada rasa curiga saat anak-anak mereka terobsesi dengan karakter putri Disney dan ingin berpakaian seperti karakter idola mereka.
"Karakter idola bisa membuat gadis-gadis kecil itu ingin memiliki tubuh yang langsing, dan menghindari ilmu dan pekerjaan yang tidak terlalu terkait dengan 'perempuan'," kata seorang peneliti, Sarah Coyne.
Sarah juga menyatakan, putri Disney menjadi tolak ukur pertama bagi gadis kecil, seperti apa tubuh ideal seorang perempuan.
"Para orangtua mengira, budaya film kartun itu bagus dan aman. Itulah kata yang sering aku dengarkan dari berbagai belahan dunia. Tapi jika kita mengkaji lebih dalam lagi, ada dampak jangka panjang yang ditimbulkan para putri Disney," jelas Sarah.
Tak hanya soal bentuk tubuh. Sarah menambahkan, Disney Princess tampak 'pasrah' seperti wanita di era kolonial, di saat gerakan feminisme masih belum dikenal. Mereka tak dianggap menunjukkan karakter tangguh.
Carmen Fought dan Karen Eisenhauer, ahli lingusitik, menjalankan proyek dengan sasaran anak-anak yang telah menonton Disney Princess. Hasilnya, anak perempuan rata-rata memiliki gambaran mengenai sosok wanita di dalam pikiran mereka tampak seperti tokoh idola kesayangan.
Hasil penelitian dengan pada 198 anak-anak pra-sekolah sebagai partisipan menunjukkan, 96 persen anak perempuan dan 87 persen anak laki-laki menyaksikan film bertema Disney Princess.
"Enam dari sepuluh anak perempuan bermain atau terlibat dengan karakter Disney, setidaknya sekali seminggu. Empat persen anak laki-laki melakukan hal yang sama," kata Sarah.
Sarah juga mengatakan, hal ini bisa menjadi masalah yang serius, jika para gadis tidak memperhatikan hal yang sejatinya penting, yang dianggap tidak 'terlihat seperti perempuan'. Misalnya sains, petualangan, dan lainnya.
"Atau parahnya, mereka percaya peluang mereka dalam kehidupan berbeda (dari laki-laki) karena mereka adalah wanita," kata Sarah.
**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.