Liputan6.com, Prancis - Serangkaian insiden penyerangan yang diklaim dilakukan oleh kelompok ISIS di Prancis belum lama ini, membuat Walikota Cannes khawatir. Ia pun lantas melarang keras warganya di bagian selatan, memakai pakaian renang full body atau yang lebih dikenal dengan burqini (burkini) -- dianggap mencerminkan suatu agama.
Burkini adalah bikini yang dirancang oleh seorang keturunan Lebanon-Australia, Aheeda Zanetti terinspirasi model busana burqa. Setelan ini cukup untuk menutupi bagian tubuh yang disebut sebagai aurat bagi muslim, namun terbuat dari bahan cukup ringan sehingga memungkinkan berenang.
"Itu dapat memicu bentrokan. Seperti diketahui Prancis adalah target utama dari setiap serangan yang terjadi beberapa bulan terakhir ini," ungkap David Lisnard, yang dilansir dari BBC, Sabtu (13/8/2016).
Advertisement
Bagi siapa saja yang melanggar peraturan tersebut, sang wali kota akan meminta mereka mengganti baju renangnya dengan model lain atau pergi meninggalkan pantai. Sementara bagi mereka yang mengejek akan didenda sebanyak 33 Pound Sterling atau sekitar Rp 560 ribu.
"Akses ke pantai untuk berenang dilarang bagi mereka yang mengenakan pakaian renang yang tidak benar dan tidak menghormati moral yang baik dan sekularisme," demikian bunyi putusan yang dikeluarkan Wali Kota Prancis bagian Selatan, David Lisnard.
"Beachwear yang menampilkan afiliasi agama, saat Prancis dan tempat-tempat ibadah saat ini dapat menciptakan risi jadi target serangan teroris dan mengganggu ketertiban umum."
Sejak larangan tersebut mulai berlaku pada akhir Juli 2016, hingga kini belum ada satu pun warga Cannes yang ditangkap karena memakai burkini. Pembatasan pakaian wanita ini bukan yang pertama kalinya terjadi di negara yang terkenal dengan menara Eiffel nya.
Pada tahun 2011, Prancis pernah melarang jilbab atau yang lebih dikenal dengan burka, dan berbagai penutup wajah lain, seperti niqab.
Saat pihak media setempat mengkonfirmasi keberadaan simbol agama lain, seperti kopiah yahudi atau kippah dan salib, Lisnard menyatakan kedua simbol tersebut masih diperbolehkan.
"Saya hanya melarang kostum yang memiliki simbol ekstremisme Islam," ucap Lisnard.
"Kita hidup di tengah-tengah masyarakat, jadi ada aturan yang wajib diikuti. The League of Human Rights (LDH) mengatakan akan menantang larangan tersebut di pengadilan," tambah Lisnard.