Liputan6.com, Tokyo - Salah satu gunung berapi paling aktif di Jepang, Sakurajima, diperkirakan akan mengalami erupsi dalam 30 tahun ke depan.
Saat ini, gunung berapi Sakurajima membentuk reservoir magma besar, yang menurut para ahli bisa menjadi pemicu adanya letusan besar--mirip dengan salah satu letusan pada 1914 yang menewaskan 58 orang dan menyebabkan banjir meluas di Kagoshima.
Baca Juga
Wilayah di sekitar Sakurajima saat ini dihuni oleh 600.000 orang. Jika gunung berapi itu mengalami erupsi, diperkirakan akan menimbulkan kerusakan signifikan. Karena itu, memahami ukuran dan kapan terjadinya letusan merupakan hal penting agar penduduk sekitar dapat melakukan persiapan.
Advertisement
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Scientific Reports, para peneliti telah menaksir pembentukan magma di bawah kaldera Aira dan gunung berapi Sakurajima. Hasil studi tersebut menunjukkan, magma sedang dipasok ke sistem yang lebih cepat dari yang saat ini sedang meletus--Sakurajima memiliki letusan lokal kecil hampir setiap hari.
Kelompok peneliti yang dipimpin oleh ilmuwan dari University of Bristol menemukan bahwa tanah di sekitar gunung berapi terus terangkat, mengingat reservoir magma makin meluas di bawah permukaan tanah.
Pengukuran perubahan bentuk GPS dan model komputer 3D memungkinkan peneliti membuat rekonstruksi sistem pipa bawah tanah gunung berapi.
Berdasarkan temuan, terungkap bahwa 14 juta meter kubik magma terakumulasi setiap tahun, di mana angka itu cukup untuk mengisi Stadion Wembley 3,5 kali lebih banyak.
"Apa yang kami temukan tak hanya bagaimana magma mengalir ke dalam reservoir, tapi betapa besar reservoir itu terbentuk," ujar penulis utama James Hickey seperti dikutip dari International Business Times, Rabu (14/9/2016).
"Letusan pada 1914 memiliki volume 1,5 kilometer. Dari data itu kami berpikir dibutuhkan 130 tahun bagi gunung berapi untuk menyimpan jumlah magma yang sama untuk menyebabkan letusan lain dengan ukuran sama--berarti dibutuhkan sekitar 28 tahun lagi untuk meletus," ujarnya.
Walaupun tim peneliti tidak dapat memprediksi kapan pastinya gunung berapi tersebut akan meletus, mereka mengatakan bahwa temuan itu diharapkan dapat membantu pemerintah untuk membuat rencana mitigasi bencana.
"Kami percaya bahwa pendekatan baru ini dapat membantu meningkatkan ramalan letusan dan penilaian bahaya di gunung berapi, bukan hanya di daerah ini, tapi di seluruh dunia," ujar Hickey.
"Kita tahu bahwa jika telah diperingatkan sebelumnya, berarti kita dapat memperingatkan diri dan memberi informasi penting bagi pemerintah yang kemungkinan dapat membantu menyelamatkan jiwa jika letusan akan segera terjadi," imbuhnya.