Liputan6.com, Jakarta Pada hari ini, 22 September 1975 Presiden Amerika Serikat Gerald Ford selamat dari percobaan pembunuhan.
Nyawa orang nomor satu di AS itu selamat dari Sara Jane Moore oleh mantan marinir difabel, Oliver Sipple. Insiden itu merupakan kali kedua percobaan pembunuhan terhadap Ford dalam kurun waktu 3 minggu.
Ford baru saja keluar dari hotel bersejarah Union Square di Jalan Port setelah menghadiri pertemuan World Affairs. Di depan lobby ia melambaikan tangannya kepada para pendukungnya sebelum masuk ke limosin kepresidenan.
Advertisement
Namun, tiba-tiba dua suara letusan bersenjata memekakkan telinga. Peluru pertama nyaris mengenai presiden AS ke-38 itu. Peluru kedua melejit jauh dari sasaran setelah Oliver Sipple mencoba merebut senjata dari tangan Jane Moore, ibu rumah tangga dari kelas menengah, aktivis politik sayap kanan, dan juga seorang informan FBI.
Selain Oliver, seorang polisi patroli lalu lintas berhasil merebut senjata Smith & Wesson kaliber 38 dari tangan Jane Moore. Demikian dikutip dari SFGate.
Para agen Secret Service berhasil mendorong Ford masuk ke limosinnya. Dalam hitungan detik, iring-iringan presiden langsung meninggalkan lokasi menuju Francisco International Airport untuk membawa presiden kembali ke Washington DC dengan selamat.
Rencana Pembunuhan oleh Jane Moore
Dua hari sebelum penembakan, Jane More menelepon kepala polisi San Francisco, Inspektur Jack O'Shea.
Di telepon, ia meminta O'Shea untuk menahannya karena ia akan melakukan 'tes' terhadap Presiden Ford.
O'Shea kontak FBI yang memberi peringatakan kepada Secret Service. Akibatnya, Moore pun ditahan karena memiliki senjata api ilegal. Namun, Moore lantas dibebaskan.
Keesokannya, Moore kembali membeli senjata dan menelepon berkali-kali kepada pihak keamanan untuk ditahan. Namun, tak seorangpun peduli. Ia dianggap cari perhatian.
"Sempat aku ragu menembak di tengah keramaian. Namun, suatu waktu, kerumunan di depanku seakan menghilang, memudahkanku untuk menembak," kata Moore.
Sara Jane Moore akhirnya berhasil dibekuk dan ditahan. Pengadilan menjatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Di masa mudanya, ia seorang perempuan keras kepala dan lantang berbicara. Sikapnya yang blak-blakan itulah yang membuatnya tak pernah mendapatkan pekerjaan dan 3 kali perkawinannya kandas. Itu yang membuat Moore depresi dan melakukan kekerasan.
Dua tahun setelah ditahan, ia kabur dari penjara. Namun berhasil ditangkap kembali. Moore dibebaskan dengan syarat pada Desember 2007 setelah 32 tahun dalam penjara. Beberapa bulan kemudian, ia diwawancara Today Show yang mengatakan motifnya adalah revolusi.
"Saat itu negara butuh berubah. Satu-satunya cara untuk berubah adalah revolusi dengan kekerasan. Aku secara sadar berpikir menembak Ford kemungkinan akan memicu revolusi," ungkapnya.
Di hari yang sama pula pada tahun 1945 terjadi pembantaian besar yang dilakukan Nazi terhadap orang Yahudi. Pasukan khusus SS Nazi membunuh 6.000 orang Yahudi di Vinnytsya, Ukraina.
Ribuan korban tersebut merupakan warga Yahudi yang tersisa dari 24.000 warga Yahudi sebelumnya yang dieksekusi Nazi. Pembunuhan tersebut dilakukan pada masa Perang Dunia II.