Liputan6.com, Miami - Waktu baru saja beranjak dari pukul 13.00, pada Jumat 6 Januari 2017. Ruang pengambilan bagasi di Terminal 2 Bandara Fort Lauderdale, Florida, sedang ramai oleh para penumpang yang mengambil barang bawaan mereka.
Tiba-tiba, Esteban Santiago, yang juga baru turun dari pesawat, menarik menarik pistol semi-otomatis dari tasnya dan melepaskan tembakan. Lima orang tewas dan delapan lainnya luka-luka.
Penembakan itu memicu kepanikan. Orang-orang berlarian dari terminal bandara, menuju ke luar atau mencari perlindungan.
Advertisement
Kala itu, David Fogarty, seorang tukang kayu dari Key West, sedang ada di bandara itu, hendak menuju ke Cancun, Meksiko untuk. Ia menyaksikan bagaimana orang-orang di sekelilingnya berlari ke arah gate.
"Semua orang panik, melompati meja," kata dia seperti dikutip dari New York Times, Sabtu (7/1/2017). Ia dan sejumlah calon penumpang lain yang tak tahu duduk perkaranya mengaku bingung.
"Ada apa? Apakah ada orang yang menembak," kata Fogarty, menirukan pertanyaan orang-orang kala itu. Ia mengaku tak mendengar suara tembakan.
Saat ini, tersangka Esteban Santiago telah ditahan aparat berwenang. Penyelidik sedang memeriksa motif penyerangan tersebut, termasuk menyelidiki dugaan bahwa ia mengalami gangguan mental dan mendengar suara misterius di kepalanya yang memerintahkannya melakukan aksi kejam.
Dugaan bahwa tersangka mengalami gangguan jiwa memiliki acuan.
Menurut seorang aparat senior, Santiago yang berusia 26 tahun itu pada bulan November pernah mendatangi kantor FBI di Anchorage.
Kala itu, ia mengeluarkan pernyataan yang menganggu, yang membuat aparat memintanya memeriksakan kesehatan mentalnya.
"Santiago kala itu terlihat gelisah dan kacau. Ia mengatakan bahwa pikirannya dikontrol oleh badan intelijen AS," kata pejabat yang tak disebutkan namanya itu.
Sementara, sumber pihak keamanan lainnya mengatakan, terlalu dini untuk menentukan apakah Santiago terinspirasi kelompok teroris, termasuk ISIS. Meski, tersangka diketahui melihat sejumlah material ekstremis lewat internet.
Dalam kondisi terluka dan dalam perawatan di rumah sakit, Santiago juga telah dimintai keterangan oleh FBI.
Menanggapi kejadian tersebut, Presiden ke-45 AS terpilih Donald Trump mengatakan bahwa ia, "memantau situasi yang mengerikan di Florida.
Trump juga mengaku telah berdiskusi dengan Gubernur Rick Scott terkait perkembangan situasi pascapenembakan.
Pulang dari Wilayah Konflik
Dari rekam jejaknya, diketahui bahwa Santiago pernah bergabung dengan militer AS. Ia dibebastugaskan pada bulan Agustus 2016 dari Alaska Army National Guard. "Alasannya, karena kinerja yang tidak memuaskan," kata Letkol Candis A. Olmstead, juru bicara Alaska Guard.
Santiago bergabung dengan Puerto Rico National Guard pada bulan Desember 2007. Pada tahun 2010, ia dikirim ke Balad, Irak.
Di zona perang Irak, ia bergabung dengan kesatuan 130th Engineer Battalion yang bertugas menyisir jalan, mencari bahan peledak yang kemungkinan ditanam.
Satuan tersebut juga bertugas memelihara jembatan. Atas jasanya tersebut, Santiago pernah mendapatkan penghargaan Meritorious Unit Commendation.
Setidaknya dua tentara dari satuannya tewas dalam serangan gerilyawan selama ditugaskan di Irak.
Namun, tak ada catatan yang menunjukkan Santiago terlibat dalam pertempuran.
Menurut salah satu saudaranya, Bryan Santiago, keluarga kaget bukan kepalang akibat perbuatan yang dilakukan tersangka.
"Bryan mengatakan, saudaranya pergi ke Irak atau Afghanistan, salah satu dari tempat itu, dan kembali dengan masalah kejiwaan," kata Nelson Cruz, senator Puerto Riko yang mewakili Penuelas, kampung halaman Esteban Santiago. "Ia seakan-akan bisa melihat yang tak dilihat orang lain, namun dia adalah pemuda yang tenang, tak pernah bikin ulah."
Esteban Santiago diketahui sosom yang suka olahraga, khususnya tinju. Ia juga kerap membanggakan karirnya di bidang militer.
"Kita tak pernah tahu apa yang terjadi pada pemuda itu," kata Cruz. "Ia adalah pria muda yang cerdas, cemerlang. Namun, saat pulang dari wilayah konflik, ia tak kembali dalam kondisi baik."
Dalam konferensi pers di Florida, aparat mengatakan, menentukan motif yang dilakukan tersangka adalah perkara kompleks yang butuh waktu untuk menguaknya.
"Kami tak mengeyampingkan terorisme, dan akan melakukan segala upaya untuk menemukan motif di balik serangan ini," kata George Piro, agen khusus yang bertanggung jawab atas biro FBI di Miami.