Liputan6.com, Jakarta - Salah satu media ternama, Bloomberg, membuat perbandingan antara Indonesia dan Malaysia. Â
Dalam artikel berjudul, "Where Crony Capitalism Rose and Prosperity Fell (and Vice Versa)", kedua negara disebut masih bergulat dengan politik etnis dan agama yang tak mendukung kompetisi pasar.Â
Baca Juga
Di Indonesia, Basuki Tjahaja Purnama dari kelompok minoritas dihadapkan dengan kasus penistaan agama. Sementara, di Malaysia, ideologi supremasi Melayu dan penerapan suku bunga rendah yang memicu utang menjadi hambatan dalam iklim perekonomian yang dinamis.
Advertisement
Namun, keunggulan historis Malaysia--yang 30 juta jiwa penduduknya menikmati keberuntungan lebih dibandingkan warga Indonesia yang populasinya mencapi 250 juta manusia--berangsur menghilang di tengah rentetan tuduhan korupsi yang dihadapi Perdana Menteri Najib Razak.
Kasus korupsi dianggap sebagai perbedaan mendasar yang menentukan nasib Indonesia dan Malaysia pada saat ini.Â
PM Najib, yang terpilih sebagai Kepala Pemerintahan Negeri Jiran pada 2009 lalu, dihadapkan pada skandal 1Malaysia Development Berhad atau 1MDB berdasarkan gugatan Departemen Kehakiman Amerika Serikat pada 2016 lalu.
Gugatan tersebut bernilai senilai US$ 1 miliar atau Rp 13 triliun. "Hanya sebagian dari US$ 3 miliar yang diduga dicuri dari dana investasi 1MDB yang dicuci lewat institusi finansial Amerika Serikat. Sebuah pelanggaran terhadap hukum AS," kata Loretta E. Lynch, yang saat itu menjadi Jaksa Agung AS.
"Yang disayangkan, dan ini tragis, sejumlah pejabat yang korup memperlakukan dana publik itu sebagai rekening bank pribadi."
Pemerintah Malaysia dan PM Najib sudah membantah keras isi gugatan tersebut.Â
Kasus hukum itu masih jauh dari rampung. Namun, investor global tidak menunggu vonis dijatuhkan. Mereka beralih dan membuat Indonesia menjadi pilihan pertama dibanding Malaysia.
Nilai relatif setiap aset di Tanah Air pun meningkat pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya pada masa lalu, ketika demokratisasi belum berkembang seperti saat ini.
Situasi Indonesia sekarang berbeda dengan dulu. "Pada pemerintahan Orde Baru, yang berlangsung selama 32 tahun yang berakhir pada 1998, Indonesia menjadi contoh dari sebuah hubungan yang korosif dan saling menguntungkan antara pengusaha dan pejabat pemerintah -- yang memenuhi definisi kapitalisme kroni (crony capitalism)," sebut Bloomberg.
Kini, mata uang Indonesia menguat 26 persen dibanding ringgit Malaysia sejak Juni 2014.
Selama tiga tahun belakangan, perekonomian Indonesia juga tumbuh pada tingkat yang lebih cepat.
Jika pada kuartal kedua tahun 2014, produk domestik bruto (PDB) Indonesia ada pada level 1,56 persen lebih rendah dari Malaysia, kini, trennya berbalik.
Pertumbuhan PDB Indonesia 0,71 persen lebih cepat dari Negeri Jiran.Â
Tak hanya itu, mata uang Indonesia, rupiah, menguat 26 persen dibanding ringgit Malaysia sejak Juni 2014.
Selama tiga tahun belakangan, perekonomian Indonesia juga tumbuh di tingkat yang lebih cepat.
Jika pada kuartal kedua tahun 2014, produk domestik bruto (PDB) Indonesia ada pada level 1,56 persen lebih rendah dari Malaysia, kini, trennya berbalik.
Pertumbuhan PDB Indonesia 0,71 persen lebih cepat dari Negeri Jiran.
Perbedaan pertumbuhan ekonomi juga terefleksikan di pasar saham. Sebanyak 539 perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, mampu membukukan keuntungan 287 persen dalam 10 tahun terakhir -- tiga kali lipat dari 95 persen keuntungan yang dibukukan 30 perusahaan di Bursa Efek Malaysia.
"Itulah cara lain untuk mengatakan bahwa bisnis dan investasi serta konflik kepentingan tidak pada satu jalur," demikian dikutip dari Independent.