Liputan6.com, Washington, DC - Beberapa pejabat di Pentagon dilaporkan khawatir Donald Trump tiba-tiba mendeklarasikan perang dengan Korea Utara lewat media sosial Twitter.
Kekhawatiran itu terjadi saat Trump memulai berkicau dalam akun Twitternya terkait rencananya terhadap militer AS.
Baca Juga
Seperti dikutip dari Independent pada Jumat (30/7/2017), masalahnya ada jeda sembilan menit antara kicauan pertama Trump -- yang bilang ia telah berkonsultasi dengan para jenderal -- ke kicauan kedua.
Advertisement
Jeda sembilan menit itulah yang membuat pejabat Pentagon ketar-ketar-ketir, khawatir Trump akan deklarasikan perang dengan Korut. Mereka boleh sedikit bernafas lega ketika kicauan kedua Trump ternyata tentang larangan transgender mengabdi di militer AS.
Saat itu, dilaporkan, para jenderal lebih khawatir soal Korea Utara dibandingkan masalah LGBTQ bagi tentara AS.
"Di Pentagon, Twit pertama dari yang ketiga mengundang kekhawatiran kalau Trump akan bersiap mengumumkan serangan ke Korea Utara, atau apapun lah itu untuk Korut dengan tindakan militer," kata pejabat Pentagon kepada BuzzFeed.
"Banyak pejabat tinggi lainnya langsung khawatir, antara Twit pertama dan kedua," kata pejabat itu.
BuzzFeed juga melaporkan bahwa Menteri Pertahanan Jim Mattis saat pengumuman itu dikeluarkan tengah berlibur. Para pejabat Pentagon mengklaim Mattis sudah tahu bahwa majikannya itu telah mempertimbangkan untuk mengubah kebijakannya.
Pada era pemerintahan Obama tahun lalu, kaum transgender diizinkan untuk terlibat secara terbuka di militer AS diumumkan oleh Menteri Pertahanan Ash Carter. Kebijakan tersebut memungkinkan anggota yang mengubah kelaminnya saat mengabdi akan ditetapkan standar untuk perawatan medisnya secara bertahap dalam kurun waktu lebih dari satu tahun.
Peraturan tersebut dipastikan tidak ada pendaftar yang "terbuang" atau ditolak saat mendaftar ulang berdasarkan identitas gender mereka. Anggota militer transgender bisa kembali mendaftarkan diri dalam satu tahun, dengan syarat kondisi mereka dengan gender yang baru harus stabil selama 18 bulan.
Namun pada bulan Juni 2017 ini, Menteri Pertahanan James Mattis menyetujui langkah penundaan enam bulan terkait perekrutan kaum transgender.
Kebijakan Trump ini jelas membuat sakit hati banyak pihak. Pasalnya, keputusan itu dianggap langkah mundur pemerintah AS.
Kendati demikian, juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders mengatakan bahwa langkah Trump untuk meniadakan transgender di militer AS tidak akan diberlakukan dalam waktu dekat.
"Kebijakan pelaksanaannya harus diupayakan. Ini adalah keputusan militer, dan tak ada maksud di luar itu," jelas Sanders.
Menurut Rand Corporation, diperkirakan pada tahun 2016, ada sekitar 4.000 anggota militer AS aktif dan cadangan transgender. Sementara beberapa aktivis menempatkan jumlah tersebut lebih tinggi dari 10.000 orang.
Rand juga memperkirakan bahwa masuknya kaum transgender di militer AS akan menyebabkan peningkatan pengeluaran kesehatan sebesar 0,13% (sekitar US$ 8,4 juta).
Analisis Military Times menemukan bahwa Departemen Pertahanan menghabiskan lima kali lipat pengeluaran tersebut hanya pada obat disfungsi ereksi viagra.
Saksikan video berikut ini: