Liputan6.com, Paris - Hari ini, 55 tahun yang lalu, Presiden Prancis Charles De Gaulle selamat dari salah satu plot pembunuhan yang direncanakan terhadapnya. Namun, bukan kepada orang De Gaulle patut berterima kasih, melainkan kepada performa superior mobil kepresidenan yang digunakan kala itu.
Mobil tersebut merupakan produk asli Prancis, Citroen, jenis DS 19 yang kala itu populer dijuluki sebagai 'La Deesse' atau dalam Bahasa Inggris disebut 'The Goddess' yang berarti Sang Dewi. Demikian seperti yang dikutip dari History.com, Selasa (22-8-2017).
Menurut riwayat, Citroen DS 19 menjadi debut dalam Paris Motor Show pada 1955. Kala itu, sedan tersebut merupakan kendaraan roda empat paling sensasional pada masanya.
Advertisement
Baca Juga
Pada Paris Motor Show 1955, bentuk tubuh Citroen DS 19 yang ramping dan bersahaja menjadi pusat perhatian serta dianggap paling menarik mata para pengunjung. Desain sedan produksi Prancis tersebut juga dianggap paling menonjol di antara mobil lain yang kala itu populer dengan hiasan sirip buntut dan ber-velg krom.
Citroen DS 19 memiliki kapasitas mesin 1,9 liter, sistem perpindahan gigi bertenaga (power assited gearshift), serta mekanisme kopling, kemudi, dan rem listrik yang jauh lebih mumpuni ketimbang produk lain pada masa itu.
Aspek unggulannya, adalah sistem suspensi hidropneumatik yang membuat Citroen menjadi merk terkemuka di kalangan otomotif dunia saat itu. Teknologi suspensi hidropneumatik secara otomatis menyesuaikan ketinggian mobil agar tetap sejajar dan memungkinkan pengendara untuk mempertahankan kontrol dengan lebih mudah.
Awalnya, Citroen menerima 12.000 pesanan DS 19 pada penghujung hari seusai Paris Motor Show 1955. Sejak itu, sedan tersebut menjadi moda transportasi pilihan bagi kalangan warga Prancis yang kaya raya dan berpengaruh.
Dan, segala fitur unggulan itu membuat Citroen DS 19 dipilih menjadi mobil kepresidenan resmi oleh pemerintah Prancis.
Plot Pembunuhan 22 Agustus 1962
Pada Agustus 1962, sebuah kelompok yang disebut OAS (Secret Army Organization) merencanakan sebuah percobaan pembunuhan terhadap Presiden Prancis yang saat itu menjabat, Charles De Gaulle.
OAS meyakini bahwa De Gaulle telah mengkhianati Prancis dengan menyerahkan Aljazair kepada kelompok nasionalis berbasis di negara Afrika itu. Dan sentimen tersebut terus tumbuh dan berkembang hingga Agustus 1962.
Dimulailah rencana pembunuhan sang presiden sebagai bentuk respons sikap De Gaulle dalam isu Aljazair. Kala itu, para aktor pembunuhan memulai plot pembunuhan pada sore menjelang senja tanggal 22 Agustus 1962, ketika Presiden De Gaulle dan istrinya tengah berkendara dari Istana Elysee ke Bandara Orly, selatan Paris.
Saat kendaraan kepresidenan dan konvoi pengiring De Gaulle melaju di sepanjang Avenue de la Liberation di Paris dengan kecepatan 112 km/jam, 12 anggota OAS bersenjata yang datang dari belakang mulai menembaki rombongan tersebut.
Konvoi itu dihujani 140 butir peluru dari belakang. Alhasil, dua pengawal presiden yang berkendara menggunakan motor tewas terkena timah panas.
Peluru itu juga berhasil menghancurkan jendela belakang mobil kepresidenan dan meletuskan keempat bannya, membuat Citroen DS 19 itu terpaksa harus tetap melaju dengan hanya menggunakan velg ban.
Akan tetapi, berkat sistem suspensi superior sedan tersebut, supir mobil kepresidenan De Gaulle mampu menghindar dari para aktor serangan. Si pengemudi berhasil membanting setir, keluar dari posisi terdesak di sebuah parit, dan kembali ke jalan utama. Dan semua itu berlangsung dalam kecepatan tinggi
Saat kejadian, Presiden De Gaulle dan istrinya terus menunduk di dalam mobil. Dan beberapa saat kemudian, setelah berhasil melarikan diri, pasangan suami istri nomor satu di Prancis kala itu berhasil selamat tanpa luka.
Dan 'La Deese' atau Sang Dewi, berhasil menjadi penggagal plot pembunuhan sang presiden.
Pada 1969, De Gaulle, yang sadar atas 'utang nyawa'-nya kepada Citroen, berusaha mencegah penjualan produsen mobil utama Prancis itu kepada produsen kendaraan roda empat asal Italia, Fiat. Sang presiden membatasi upaya akuisisi Fiat kepada Citroen dengan memberikan persetujuan pembelian hanya sebesar 15 persen.
Dan pada 1975, sebagai skema untuk mencegah kebangkrutan, pemerintah kemudian mendanai penjualan Citroen ke saingannya yang juga berasal dari Prancis, yakni Peugeot. Hasilnya, muncul sebuah firma manufaktur baru bernama PSA Peugeot Citroen SA pada 1976, yang hingga kini, masih berdiri sampai sekarang.
Peristiwa lain pada 22 Agustus
Sejarah lain mencatat pada 22 Agustus 1286, Prasasti Padang Roco menyebutkan bahwa Kertanagara, Paja Singhasari di Jawa, menghadiahkan sebuah Arca Amoghapasa kepada Tribhuwanaraja, raja Melayu Dharmasraya di Sumatera.
Kemudian pada 22 Agustus 1945, Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia memutuskan pembentukan Badan Keamanan Rakyat untuk menjaga keamanan umum di Republik Indonesia.
Sedangkan, 152 tahun silam, tepatnya pada 22 Agustus 1864, lahir sebuah aturan yang kini menjadi acuan internasional terkait perang dan HAM, yang dinamai Konvensi Pemulihan Para Korban Perang atau juga disebut Konvensi Jenewa.
Pada hari itu, 12 negara menandatangani Konvensi Jenewa pertama untuk melindungi korban perang termasuk mereka yang bertugas sebagai perawat untuk para korban. Pertemuan ini juga menjadi cikal bakal lahirnya Palang Merah Internasional.
Saksikan juga video berikut ini