6 Banjir Paling Mematikan Sepanjang Sejarah

Sejarah dunia juga diisi dengan kisah-kisah banjir yang lebih parah lagi. Jumlah korban banjir bisa hingga jutaan orang.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 05 Sep 2017, 18:20 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2017, 18:20 WIB
Kota Mumbai India Lumpuh Akibat Banjir
Sejumlah orang berjalan menerobos banjir akibat hujan lebat mengguyur kota Mumbai di India, Selasa (29/8). Banjir dan buruknya cuaca juga membuat penerbangan dialihkan dan perjalanan kereta api lokal terhambat. (AP Photo/Rajanish Kakade)

Liputan6.com, Jakarta - Di Amerika Serikat, Badai Harvey telah memicu rentetan banjir terburuk dalam sejarah negeri itu.

Sekitar 35 ribu orang terpaksa mengungsi karena ribuan rumah terendam banjir yang menelan hingga 30 persen wilayah Harris County di negara bagian Texas.

Negara bagian itu berpenduduk 4,5 juta orang. Hingga 30 Agustus 2017, dilaporkan ada 38 korban meninggal dunia.

Dengan tingkat bencana separah itu, ternyata sejarah dunia juga diisi dengan kisah-kisah banjir yang lebih parah lagi. Jumlah korban banjir bisa hingga jutaan orang ditambah dengan kerugian harta benda senilai miliaran dolar.

Akibat banjir-banjir tersebut, ratusan ribu kilometer persegi pertanian rusak selamanya. Kota dan desa pun rusak, demikianjuga dengan pembentukan ulang garis-garis pantai.

Disarikan dari listverse.com pada Selasa (5/9/2017), berikut ini adalah 7 banjir paling mematikan dalam seabad belakangan:

1. Banjir Laut Utara, 1953

Banjir Laut Utara. (Sumber Agency for International Development)

Banjir Laut Utara biasanya terjadi di kawasan lain sekitar laut itu, tapi pernah juga melanda Lautan Irlandia di lepas pantai barat Inggris.

Pada Januari 1953 air yang meluap menenggelamkan kapal feri penumpang Princess Victoria karena kapten kapal nekat menyeberang Laut Irlandia walaupun sudah dilarang. Sebanyak 133 dari total 179 orang di atas kapal meninggal dunia.

Tapi feri itu bukan satu-satunya korban siklon yang menyebabkan banjir. Di Belanda dan Belgia, penghalang laut pun ambruk akibat Perang Dunia II dan sistem peringatan masih belum memadai.

Di Inggris, sistem peringatan lebih baik, tapi banjir menerjang di malam hari ketika radio tidak dipancarkan dan orang-orang sedang tidur. Banjir, kerusakan, dan kerugiannya luar biasa.

Ratusan ribu akre wilayah terbenam dan puluhan ribu properti rusak atau hancur. Demikian juga dengan matinya ternak-ternak dan tenggelamnya kapal-kapal di lautan.

Banyak orang yang berhasil mengungsi, tapi 307 warga tewas di Inggris, 1.836 di Belanda, 17 di Skotlandia, dan 22 orang di Belgia.

Sebanyak 230 meninggal dunia di laut, termasuk mereka yang ada di atas feri Princess Victoria.

Kerugian bencana yang jauh di luar dugaan menjadi alasan perbaikan pertahanan laut, sistem peringatan, dan manajemen banjir.

2. Banjir Bendungan Banqiao, 1975

Bobolnya Bendungan Banqiao. (Sumber The Economic Observer)

Pada 8 Agustus 1975, Sungai Ru di provinsi Henan, China meluap dengan cepat.

Jika warga tidak cukup menimbun karung-karung pasir pada di Bendungan Banqiao pada waktunya, maka banjir besar akan melanda wilayah itu dan mengancam jutaan jiwa, menghancurkan properti dan merusak lahan yang luas.

Untuk sementara waktu, sepertinya kerja keras berhasil dan banjir seakan surut. Tapi, sebentar kemudian, volume air sebanyak 280 ribu kolam renang ukuran Olimpik mendobrak bendungan, menelan kota-kota dan menewaskan 171 ribu populasi setempat.

Selama 30 tahun, catatan kejadian bencana itu disegel dan baru mulai diperiksa oleh para peneliti pada 2005.

Bendungan itu selesai dibangun pada 1952 di atas Sungai Huai. Bendungan Banqiao, sebagaimana bendungan-bendungan lain, tetap dibangun walaupun telah diperingatkan oleh ahli hidrologi bernama Cheng Xing.

Ia memperingatkan tentang pembangunan berlebihan yang dapat menaikkan permukaan air di provinsi Henan ke tingkat berbahaya. Tapi, sejak 1950-an hingga 1970-an, pemerintah membangun ratusan bendungan dan 87 ribu reservoir di seluruh negeri.

Pada saat Bendungan Banquai jebol, ada suatu taifun yang membawa angin dingin ke atas Henan. Dalam waktu 24 jam, hujan turun sangat deras pada malam hari dan bahkan sampai membunuh burung-burung.

Untuk membatasi banjir di hilir, katup pintu air dibuka sebagian. Ketika saluran komunikasi putus, tidak ada yang tahu kapan harus membukanya. Ketika petugas kemudian membukanya, sudah terlambat karena air sudah naik lebih cepat daripada kecepatan aliran keluar dari pintu air.

Bendungan jebol dan melimpahkan air hingga kecepatan 50 kilometer per jam ke desa yang tak berpelindung sehingga menenggelamkan desa dan para warga nya hanya dalam hitungan beberapa menit.

3. Banjir Sungai Yangtze, 1911

Ilustrasi Sungai Yangtze. (Sumber iStock)

Pada September 1911, banjir sungai Yangtze berdampak pada 4 provinsi China hingga seluas 1.800 kilometer persegi dan menghancurkan rumah 500 ribu warga. Sekitar 100 ribu orang tenggelam dan 100 ribu lagi dibunuh oleh "para bandit yang kelaparan."

Wilayah yang tadinya subur, hijau, dan menjadi lumbung pangan bagi 2 juta orang, sekarang menjadi laut di pedalaman sehingga tanaman pangan, ternak, atau manusia tidak bisa bertahan hidup.

Hanya beberapa jam setelah mulainya, banjir raksasa itu menenggelamkan seluruh kota Suchow bersama dengan ribuan warganya.

Garong-garaong menjarah Kapel Baptis Amerika dekat Ch'uisan, membunuh para misionaris, dan merusak bangunan kapel.

Banjir juga menerjang sebuah tempat pemakaman umum sehingga mendongkel peti-peti mati dari dalam tanah. Ribuan peti mati pun mengambang di sungai.

4. Banjir Sungai Kuning, 1938

Banjir Sungai Kuning. (Sumber WWII in Color)

Pada 1938, selagi berlangsungnya konflik Perang Perlawanan Anti-Jepang (1937-1945) di China, pasukan Nasionalis China menjalankan suatu misi meledakkan tanggul di Sungai Kuning untuk memperlambat majunya pasukan Jepang.

Sebagai akibatnya, sungai meluber ke tanah-tanah pertanian, mengusir jutaan orang dari rumah mereka dan menewaskan ratusan ribu warga.

Lenyapnya sistem tanggul juga meniadakan infrastruktur pengendalian air di kawasan sehingga memperparah penderitaan hingga akhir 1940-an dan awal 1950-an.

Misi militer itu memang sukses mencegah pencaplokan Zhengzou oleh pasukan Jepang, tapi banjirnya melalap 54 kilometer persegi tanah pertanian dan menewaskan antara 500 ribu hingga 900 ribu warga sipil dan banyak pasukan Jepang.

 

Saksikan juga video menarik berikut ini:

5. Banjir Hanoi dan Delta Sungai Merah, 1971

Banjir Hanoi. (Sumber EHSQ)

Delta sungai Merah diairi oleh sungai Merah itu sendiri dan kemudian menerima air dari sungai Da, Thao, dan Lo. Dengan demikian, Hanoi dan kawasan sekitarnya rentan terkena banjir, termasuk beberapa banjir yang ganas.

Banjir terburuk di kawasan ibukota terjadi pada 1971, walaupun sudah ada sistem tanggul, reservoir hulu, pengalihan banjir, daerah tangkapan air, dan beberapa cara lain untuk melindungi kawasan.

Terpaan air bah mengalir melewati kawasan hingga merusak 4 provinsi dan menghancurkan properti senilai US$ 1 miliar.

Menurut dinas kelautan dan atmosfer AS (National Oceanic and Atmospheric Administration, NOAA) banjir Sungai Hanoi dan Sungai adalah salah satu banjir terbesar pada Abad ke-20.

Banjir itu menewaskan sekitar 100 ribu jiwa dan berdampak pada jutaan orang lain.

6. Banjir China 1931

Banjir China 1931. (Sumber Bundesarchiv, Bild 102-1223/CC-BY-SA 3.0)

Banjir musim panas di Sungai Yangtze pada 1931 terjadi pada bulan Juli dan Agustus. Banjir itu adalah banjir paling mematikan hingga sekarang.

Bencan itu berdampak kepada seperempat penduduk China pada masanya, yaitu sekitar 51 juta orang. Sekitar 3,7 juta orang tenggelam atau meningal karena kelaparan dan penyakit.

Sungai Yangtze memiliki panjang sekitar 6.301 kilometer dan menjadi sungai terpanjang di Asia. Pada musim semi, hujan salju musim dingin mulai mencair sehingga sungai meluap.

Ditambah lagi dengan hujan deras selama Juli dan Agustus. Suatu banjir pada 18 Agustus menyebabkan kerusakan properti senilai US$ 2 miliar dn menewaskan 145 ribu orang.

Banjir Sungai Yangtze berdampak pada 10 provinsi, merusak 186 kecamatan dan kota, berdampak pada 8,38 juta akre lahan pertanian, dan menggagalkan panen beras yang mengakibatkan kelaparan. Banjir itu juga menyebarkan penyakit semisal tifoid dan disenteri.

Kesalahan manusia juga menjadi penyebab banjir. Penggundulan berlebihan di sepanjang daerah aliran sungai menyisakan sedikit tanaman tadah hujan, sehingga kelebihan air meningkatkan tinggi permukaan sungai-sungai utama.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya