Liputan6.com, Havana - Tomas Luis Balseiro harus bangun pukul 05.00 pada Senin 2 Oktober 2017. Ia harus memuai perjalanan 150 km sedini mungkin dengan bus dari rumahnya di Matanzas ke Kedutaan AS di Havana.
Beberapa minggu lalu, Tomas telah mengajukan visa ke AS untuk mengunjungi ibunya yang sakit-sakitan di Florida. Namun, sesampainya di kedutaan AS, ia harus menunggu berjam-jam menanti kepastian jawaban atas status visanya.
"Bagi saya, adalah suatu keberuntungan jika bisa melihat ibu masih hidup," kata Tomas. Penjaja makanan berusia 60 tahun itu mengusap matanya yang sembab menanti jawaban nasib visanya.
Advertisement
Melansir ABCNews pada Selasa (3/10/2017), Tomas bukan satu-satunya yang menanti kepastian visa. Ada ribuan warga Kuba yang telah berencana mengunjungi Negeri Paman Sam harus menelan kekecewaan karena sementara batal berangkat. Hal itu dilakukan setelah Kementerian Luar Negeri AS mengumumkan penangguhan proses visa Kuba ke AS.
Langkah itu diambil karena terjadi pengurangan staf hingga 60 persen di Kedutaan Besar AS di Havana setelah 21 diplomat ditarik akibat menderita penyakit misterius yang diduga berupa serangan sonik.
Pemerintah AS juga dilaporkan mengeluarkan travel warning ke Kuba. Hal itu berpotensi mengancam ratusan pengusaha restoran, losmen dan katering gulung tikar. Ekonomi Kuba dalam bidang pariwisata meningkat drastis pasca-dibukanya kembali hubungan diplomatik antar kedua negara semenjak nyaris tiga tahun lagi.
Pada Senin 1 Oktober 2017, dilaporkan 300 warga Kuba mengantre visa AS di kedutaan AS di Havana.
"Ibu saya menangis ketika kami berbicara pada Jumat lalu," ujar Carlos Sierra, pria 31 tahun yang berharap visa reunifikasi antar keluarga di Kuba dan AS terwujud.
Carlos berharap, jika bisa mengunjungi ibunya di Florida dia bisa bekerja di sana, merawat sang ibu dan mengirimkan uang untuk istri dan anak lelakinya yang masih berusia 6 tahun.
"Tapi, dengan begini, yang hanya bisa saya lakukan adalah menunggu."
Pemerintah Kuba mengkritik respons AS yang terburu-buru atas dugaan serangan sonik. Havana menyesalkan Washington terlalu dini menyimpulkan masalah itu.
Presiden Raul Castro bersikeras pihaknya tidak pernah melakukan serangan sonik dan menolak bertanggung jawab.
Sementara itu, AS sendiri belum bisa memecahkan misteri serangan sonik yang menyebabkan sejumlah diplomatnya mengalami tuli sementara hingga permanen.
Ada sekitar dua juta orang Kuba tinggal di AS. Orangtua Tomas pindah ke AS tahun 1993 saat krisis ekonomi pecah. Mereka bekerja sebagai pekerja pabrik sebelum pensiun. Tomas terpaksa tinggal di Kuba merawat adik-adiknya sementara orangtua mereka mencari uang.
Di usianya yang ke-80, sang ibu yang telah menjanda hidup sendiri dan menderita demensia. Tomas telah bepergian ke AS dua kali dan berharap izin pergi ke Florida kali ini jauh lebih lama dari sebelumnya.
Namun, pasca-pengumuman penangguhan dan kemungkinan batalnya visa AS untuk Kuba membuat Tomas harus kembali ke rumahnya. Menanti jawaban pemerintah AS apakah mengabulkan visanya atau tidak.
"Tahu bahwa ibu berada nun jauh di sana dan sakit parah membuat hidup ini jauh lebih berat...," tutupnya.