Korut dan China Jadi Isu Utama dalam Lawatan Menhan AS ke Asia

Dalam lawatannya ke Asia, Menhan AS, James Mattis akan bertandang ke sejumlah negara dan menghadiri pertemuan dengan para Menhan ASEAN.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 23 Okt 2017, 10:05 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2017, 10:05 WIB
Menteri Pertahanan AS James Mattis
Menteri Pertahanan AS James Mattis (AP Photo/Alex Brandon)

Liputan6.com, Washington, DC - Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis menuturkan bahwa ia akan berbicara dengan sekutu AS di Asia terkait krisis nuklir Korea Utara. Hal tersebut disampaikannya sesaat sebelum ia memulai lawatan selama sepekan ke Asia.

Dalam kunjungannya, Mattis dilaporkan akan bertemu dengan Menteri Pertahanan Filipina. Selain itu, ia dijadwalkan pula akan singgah di Thailand dan Korea Selatan. Demikian seperti dikutip dari sbs.com.au pada Senin (23/10/2017).

"Saya akan bicara dengan mitra-mitra saya, membahas krisis keamanan regional yang dipicu oleh provokasi sembrono Korut. Pada saat bersamaan kami juga akan mendiskusikan rasa hormat kami terhadap nilai-nilai seperti kedaulatan negara, integritas teritorial, kebebasan navigasi melalui perairan historis internasional dan adil serta perdagangan timbal balik," ujar Mattis.

Lawatan Mattis tersebut terjadi beberapa pekan sebelum kunjungan perdana Presiden Donald Trump ke Asia.

Beberapa waktu belakangan, Trump terlibat perang kata-kata dengan pemimpin Korut, Kim Jong-un. Presiden AS itu menjuluki Kim Jong-un sebagai "rocket man" yang tengah berada dalam sebuah misi bunuh diri karena secara terbuka mengejar persenjataan nuklir yang mampu menyerang AS.

Saat berpidato di hadapan Sidang Majelis Umum PBB pada September lalu, Trump mengancam akan menghancurkan Korut jika diperlukan demi melindungi AS dan sekutu-sekutunya. Sementara itu, Kim Jong-un menyebut Trump sebagai "orang gila".

Mattis yang selama ini mengedepankan upaya diplomasi akan menghadiri pertemuan dengan para Menteri Pertahanan negara-negara ASEAN di Filipina pada Senin waktu setempat.

Sementara itu, Financial Times dalam laporannya menyebutkan bahwa pertemuan Mattis dengan para Menhan ASEAN dimaksudkan untuk "melawan" pengaruh China yang berkembang pesat di kawasan.

"ASEAN memberikan suara bagi mereka yang menginginkan hubungan antara negara-negara berdasarkan rasa hormat dan bukan pada predator ekonomi atau kekuatan militer. AS tetap berkomitmen untuk mendukung ASEAN," terang Mattis tanpa sedikit pun menyebut China dalam pernyataannya.

Selama ini, negara-negara ASEAN dinilai kerap terfragmentasi pada dua kubu yakni AS dan China. "Perpecahan" kian nyata merujuk pada konflik Laut China Selatan. Tiongkok dikabarkan telah membangun instalasi militer di wilayah sengketa tersebut.

Puji India, Kritik China

Pernyataan Mattis menggemakan komentar Menteri Luar Negeri Rex Tillerson yang pekan lalu memuji India dan mengkritik China.

Pernyataan Mattis menggemakan komentar Menteri Luar Negeri Rex Tillerson yang pekan lalu memuji India dan mengkritik China. Tillerson mengatakan bahwa pihaknya ingin memperdalam kerja sama dengan India.

Langkah tersebut dinilai untuk menghadapi pengaruh China yang berkembang di Asia.

Tillerson menggambarkan Negeri Hindustan sebagai "mitra" dalam sebuah "hubungan strategis". Ia menambahkan bahwa AS "tidak akan pernah memiliki hubungan serupa dengan China, sebuah masyarakat non-demoraktis".

"AS mengupayakan hubungan yang konstruktif dengan China, namun kami tidak akan mengecilkan tantangan yang berasal dari China terhadap tatanan berbasis peraturan di mana Beijing merobohkan kedaulatan negara-negara tetangga dan merugikan AS serta teman kita," terang Tillerson ketika berpidato di Center for Strategic and International Studies di Washington.

Diplomat AS itu menuturkan bahwa Beijing terkadang bertindak di luar konvensi internasional. Ia mengambil kebijakan Tiongkok di Laut China Selatan sebagai contohnya.

Tillerson terang-terangan mengkritik "tindakan provokatif Tiongkok di Laut China Selatan" dengan mengatakan bahwa Beijing secara langsung menantang "hukum dan norma internasional yang dipegang teguh AS dan India".

"Ketika bangkit bersama-sama dengan India, China telah melakukannya dengan kurang bertanggung jawab. Terkadang merongrong tatanan berbasis aturan internasional," ujar pria berusia 65 tahun tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Tillerson yang juga mantan bos ExxonMobil Corp mendeskripsikan bahwa AS dan India sebagai "mitra global" yang tidak hanya berbagi kedekatan soal demokrasi. "Kami juga berbagi visi masa depan".

Ia pun meminta Delhi untuk memainkan peran keamanan yang lebih besar di kawasan. "India dan AS harus bekerja sama membantu negara lain dalam mempertahankan kedaulatan mereka ... dan bersuara lebih keras lagi dalam skala regional untuk mempromosikan kepentingan mereka dan mengembangkan ekonomi mereka".

Tak lama usai pidato Tillerson, Kedutaan Besar China di Washington merilis pernyataan yang menyebutkan bahwa Beijing "tidak akan pernah mencari hegemoni atau melakukan ekspansi. Dan tidak akan pernah mengejar pembangunan dengan mengorbankan kepentingan orang lain".

Ditambahkan bahwa China "berkontribusi dan mempertahankan tatanan dunia berbasis aturan".

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya