Liputan6.com, Jakarta - Beberapa hari usai komitmen ASEAN - China yang sepakat akan memulai dialog 'aturan main' di Laut China Selatan, Indonesia kembali menegaskan posisinya soal isu sengketa kawasan maritim tersebut.
"Indonesia percaya bahwa isu Laut China Selatan harus dikelola dengan cara damai dan kooperasi dengan para pihak yang terlibat demi mitigasi tensi," kata Wakil Menteri Luar Negeri RI, AM Fachir saat menyampaikan pidato pembuka untuk The 27th Workshop on Managing Potential Conflicts in the South China Sea, di Jakarta, Kamis (16/11/2017).
Hadir dalam forum tersebut adalah delegasi, perwakilan, dan komunitas akademik dari negara yang terlibat dalam isu sengketa Laut China Selatan, seperti Tiongkok, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam serta negara anggota ASEAN lain.
Advertisement
Baca Juga
Forum tahunan rutin itu dilaksanakan beberapa hari usai kesepakatan ASEAN - China untuk memulai dialog Code of Conduct on South China Sea (CoC-SCS) dalam KTT ASEAN 2017 di Manila 13 - 14 November 2017.
'Aturan main' itu dianggap ASEAN sebagai salah satu langkah untuk mengakhiri sengketa kawasan maritim yang telah terjadi selama puluhan tahun.
"Indonesia secara aktif mengelola isu Laut China Selatan melalui berbagai kesempatan, termasuk forum ini. Indonesia berharap, acara ini dapat menjadi ajang untuk berbagi saling pengertian antar sesama negara demi mengelola potensi konflik yang mungkin terjadi," tambah Fachir.
Negosiasi CoC, Sudah Sampai Mana?
Wamenlu RI AM Fachir mengatakan, Indonesia, melalui mekanisme ASEAN, telah menyusun rancangan awal naskah Code of Conduct on South China Sea (CoC-SCS) ke berbagai negara yang terlibat dalam isu sengketa Laut China Selatan (LCS).
"Kita sudah menampilkan zero draft terlebih dulu, yang berisi beberapa hal yang mungkin bisa disepakai para pihak. Untuk target kapan selesai, agak susah. Tapi, harapan kita lebih cepat lebih bagus," kata Fachir.
Sementara itu, melengkapi pernyataan AM Fachir, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kemlu RI Siswo Pramono, mengatakan, "Tahap (CoC-SCS) sekarang sudah sampai kerangka rancangan. Kalau dulu kan cuma ada garis besar. Sekarang, kita tinggal isi aja kerangka rancangan tersebut."
Siswo melanjutkan, pembahasan 'aturan main' tersebut masih memiliki banyak kendala karena, 'masing-masing negara (yang terlibat dalam sengketa LCS) punya kepentingan nasional yang berbeda-beda.'
"Tapi semua bisa dinegosiasikan dan dibicarakan secara politik," tambahnya.
ASEAN dan Dialog CoC-SCS Picu Situasi Kondusif
Ketua BPPK Kemlu RI itu juga mengakui, segala pembahasan tentang CoC-SCS dan sengketa LCS saat ini masih jauh lebih kondusif ketimbang beberapa tahun sebelumnya. Penyebab situasi kondusif itu, menurut Siswo, adalah karena peran ASEAN di kawasan.
"Kalau dulu, sempat ada pertempuran bahkan antara Vietnam dan China tentang laut itu. Sekarang kan sudah tidak. Berkat kehadiran ASEAN," kata Siswo.
Sebagai organisasi multilateral yang juga menjalin kemitraan dengan negara lintas kawasan, Siswo menilai ASEAN dan berbagai forum dialog-nya, memiliki wadah yang efektif untuk dialog atas isu tersebut.
"ASEAN sudah menghasilkan saling ketergantungan ekonomi di kawasan. China tergantung dengan tetangga disekitarnya, beberapa di antaranya adalah ASEAN. Indonesia juga. Ketergantungan itu yang akhirnya membuat berbagai pihak untuk menghindari saling gebuk-gebukan atas isu LCS," tambah Siswo.
"Nah forum (The 27th Workshop on Managing Potential Conflicts in the South China Sea) ini merupakan salah satu wadah dialog untuk membangun kepercayaan antar sesama dalam pengelolaan isu tersebut."
ASEAN-China Sepakati Dialog CoC
Dalam sesi pleno leaders ASEAN - China Summit (sebagai bagian dari rangkaian acara KTT ASEAN 2017) pada 13 November, para pemimpin negara anggota mengumumkan permulaan negosiasi mengenai Kode Etik Laut China Selatan (SCS-CoC).
Jika berhasil dirumuskan dan disepakati, 'aturan main' itu diharapkan mampu meletakkan peraturan dan pedoman yang mengikat secara hukum yang bertujuan untuk mencegah konfrontasi bersenjata di antara negara-negara yang mengajukan klaim atas Laut Cina Selatan.
Negara yang terlibat langsung dalam isu itu meliputi China, serta empat negara ASEAN seperti Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei Darussalam.
"ASEAN percaya CoC masih jadi salah satu solusi penting. Diciptakan bersama untuk kesepakatan 'tidak boleh begini dan begitu' di LCS. Buat kita itu sangat penting, juga buat ASEAN dan yang bersangkutan dengan kawasan tersebut," kata Siswo.
Advertisement