Liputan6.com, Yangon - Otoritas Myanmar menangkap dua jurnalis Reuters, media internasional yang bermarkas di London. Sejumlah pihak menyampaikan keprihatinan atas peristiwa itu, termasuk dari Kedutaan Besar Amerika Serikat di Yangon.
Dua jurnalis Reuters tersebut diidentifikasi sebagai Wa Lone dan Kyaw Soe Oo. Mereka ditangkap pada 12 Desember 2017 setelah diundang untuk bertemu dengan petugas kepolisian.
"Agar proses demokrasi berhasil, wartawan harus bisa melakukan pekerjaannya dengan bebas. Kami mendesak pemerintah untuk menjelaskan penangkapan ini dan mengizinkan akses langsung ke jurnalis," demikian pernyataan yang dikeluarkan oleh Kedubes AS seperti dikutip dari CNN, Kamis (14/12/2017).
Advertisement
Pimpinan Reuters dan dan Pemimpin Redaksi Stephen Adlet, meminta pembebasan dua jurnalis itu dengan segera. Adlet mengatakan, mereka ditahan saat melaksanakan tugas jurnalistik, yang melaporkan kejadian-kejadian penting di Myanmar untuk masyarakat global.
"Kami sangat marah dengan serangan yang dilakukan secara terang-terangan terhadap kebebasan pers," kata Alder dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga
Kementerian Informasi Myanmar dalam sebuah pernyataan yang ditulis di Facebook mengatakan, dua jurnalis dan dua polisi menghadapi tuduhan di bawah Official Secrets Act.
Undang-Undang kerahasiaan yang dikeluarkan tahun 1923 itu dapat membuat seseorang menerima hukuman penjara maksimal 14 tahun.
"Para wartawan memperoleh informasi tidak sah dengan maksud untuk membaginya dengan media asing," demikian pernyataan kementerian tersebut yang turut memasang foto kedua jurnalis itu sedang diborgol.
Pernyataan tersebut mengatakan, kedua jurnalis tersebut ditahan di sebuah kantor polisi di pinggiran Yangon, Myanmar.
Wa Lone telah bekerja untuk Reuters sejak 2016 dan telah meliput berbagai peristiwa, termasuk krisis Rohingya di negara bagian Rakhine. Sementara itu, Kyaw Soe Oo bergabung dengan media itu pada September 2017.
Reuters mengatakan, dua jurnalis tersebut sedang melaporkan tindakan keras yang dilakukan militer terhadap minoritas Rohingya.
Terbangkan Drone ke Parlemen Myanmar, 2 Jurnalis Asing Ditahan
Penahanan jurnalis juga pernah terjadi di Myanmar sebelumnya. Pada Oktober lalu, Kepolisian Myanmar mendakwa dua wartawan asing dan dua warga lokal setelah mereka menerbangkan drone di atas gedung parlemen.
Dua wartawan asing tersebut akan ditahan sampai persidangan pertama mereka. Keduanya didakwa melanggar undang-undang ekspor dan impor. Tudingan terkait hal tersebut dapat dihukum hingga tiga tahun penjara atau denda.
"Kami telah membuka kasus terhadap empat orang -- dua di antaranya orang asing dan dua lainnya warga Myanmar. Mereka akan ditahan sampai 10 November," terang pejabat kepolisian Myanmar, kolonel Kyaw Moe, seperti dimuat The Guardian.
Dua wartawan asing yang ditahan pada hari Jumat di Naypyidaw tersebut adalah Lau Hon Meng dari Singapura dan Mok Choy Lin dari Malaysia. Mereka bekerja di media Turki, Turkish Radio and Television Corporation.
Adapun warga Myanmar yang ditahan terdiri dari seorang sopir bernama Hla Tin dan penerjemah lokal sekaligus wartawan, Aung Naing Soe.
Insiden penangkapan tersebut terjadi di tengah ketegangan hubungan Myanmar dan Turki. Istanbul selama ini mengecam keras perlakuan Naypyidaw terhadap etnis minoritas Rohingya. Presiden Recep Tayyip Erdogan menuding Myanmar melakukan teror dan genosida terhadap warga muslim tersebut.
Lebih dari 600 ribu warga Rohingya telah meninggalkan Rakhine sejak akhir Agustus lalu. Banyak di antara mereka yang mengakui bahwa desa-desa tempat tinggal mereka dibakar oleh militer Myanmar dan sejumlah orang dari kelompok garis keras Buddha.
Sementara itu, sejumlah wartawan telah ditangkap pada tahun ini di Myanmar. Hal tersebut memicu kekhawatiran akan erosi kebebasan pers di negeri pimpinan Aung San Suu Kyi tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement