Krisis Kemanusiaan Rohingya Berimbas pada Pariwisata Myanmar?

Sejak pertumpahan darah meletus pada akhir Agustus 2017, ada banyak agen wisata yang menerima serangkaian pembatalan perjalanan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 30 Okt 2017, 06:54 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2017, 06:54 WIB
Objek wisata di Yangon (iStock)
Objek wisata di Yangon (iStock)

Liputan6.com, Naypyidaw - Beberapa tahun lalu, pesohor dunia seperti Beyonce dan Jay-Z sempat memamerkan fotonya ketika sedang berpose di Bagan, Myanmar, yang terkenal dengan kuil-kuilnya.

Kedatangan dua selebritas papan atas itu memupuk optimisme negeri pimpinan Aung San Suu Kyi tersebut sebagai salah satu destinasi wisata terbaik dunia.

Dikutip dari laman Straits Times, Senin (30/10/2017), namun belakangan fakta berkata lain. Akhir Agustus lalu, konflik yang pecah di wilayah Rakhine membuat situasi berbalik seketika.

Myanmar dihadapkan pada tudingan pembersihan etnis terhadap warga minoritas Rohingya. Hingga kini, lebih dari 600 warga Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh untuk menyelamatkan diri dari kekerasan mematikan di Rakhine.

 

Dan sejak akhir Agustus lalu pula ada banyak agen wisata yang telah menerima serangkaian pembatalan perjalanan ke Myanmar. Krisis kemanusiaan yang menimpa warga Rohingya jadi pemicunya.

"Hampir semua perjalanan yang semula akan berlangsung pada Oktober dan November 2017 dibatalkan karena ketidakstabilan di negeri ini. Terutama isu krisis kemanusiaan yang terjadi di Rakhine," ujar Tun Tun Naing dari New Fantastic Asia Travels and Tour.

"Sebagian besar wisatawan mancanegara yang semula ingin berlibur berasal dari Jepang, Australia dan negera-negara Asia lainnya. Kebanyakan batal karena alasan keamanan," tambahnya.

Wisatawan mancanegara mengakui krisis kemanusiaan yang sedang terjadi di Myanmar membuat masa liburan mereka sedikit lebih canggung.

"Sangat sedih melihat kondisi yang tengah menimpa wilayah ini. Pasalnya, pemandu wisata kami mengatakan bahwa muslim itu berbahaya dan mereka bukan orang Myanmar," kata turis asal Prancis, Christine, yang menolak menyebut nama keluarganya.

Ada kekhawatiran bahwa krisis Rohingya dapat membawa sektor wisata Myanmar kembali pada masa kegelapan seperti pada saat berada di bawah pemerintahan militer.

Semester pertama tahun 2017, jumlah pengunjung di Myanmar mengalami kenaikan sebesar 22 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Bahkan Kementerian Pariwisata Myanmar berharap dapat melipat gandakan jumlah kunjungan turis menjadi 7,5 juta pada tahun 2020.

 

Krisis Rohingya, Aung San Suu Kyi Salahkan 'Teroris'

Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi menyalahkan teroris atas kemelut yang terjadi di negaranya.

Ia menyebut teroris berperan dalam terbentuknya informasi yang salah mengenai kekerasan yang terjadi terhadap etnis Rohingya. Akibat insiden tersebut, lebih dari 120 ribu orang Rohingya kabur ke Bangladesh.

Pernyataan ini disampaikan Suu Kyi dalam Facebook pribadinya usai berkomunikasi dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan September lalu.

Sambungan telepon itu dilangsungkan tidak hanya untuk membicarakan krisis Rohingya secara menyeluruh. Suu Kyi turut menyinggung foto palsu yang sempat di-posting Wakil Perdana Menteri Turki beberapa waktu lalu.

"Informasi palsu yang telah dipakai oleh Wakil Perdana Menteri adalah puncak gunung es kesalahan informasi yang telah menciptakan masalah antar komunitas dan bertujuan untuk mempromosikan kepentingan kelompok teroris," ucap dia.

Kelompok teroris yang dimaksud Suu Kyi adalah militan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), yang menyerang sejumlah pos polisi dan menewaskan 12 orang pada 25 Agustus 2017, yang memicu persekusi pihak keamanan Myanmar.

Selain menyalahkan teroris, Suu Kyi memastikan negaranya menjamin kebebasan berdemokrasi serta menjunjung penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Kami tahu betul, lebih tahu dari kebanyakan orang, apa artinya pencabutan HAM dan perlindungan demokrasi," ujar Suu Kyi.

"Jadi, kami memastikan bahwa semua orang di negara kami berhak mendapat perlindungan atas hak-hak mereka, bukan hanya politik, tapi juga sosial dan kemanusiaan," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya