Hotel Mewah Pusat Penahanan Elite Arab Saudi Akan Kembali Dibuka

The Ritz-Carlton di Riyadh, Arab Saudi, mencuri perhatian setelah pada November lalu hotel mewah itu bertransformasi jadi penjara.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 16 Jan 2018, 11:00 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2018, 11:00 WIB
The Ritz-Carlton Riyadh, hotel yang dijadikan tempat menahan para pangeran dan elite politik Arab Saudi yang diringkus oleh komite anti korupsi Saudi yang dipimpin Putra Mahkota Pangeran Mohammed Bin Salman (sumber: The Ritz-Carlton)
The Ritz-Carlton Riyadh, hotel yang dijadikan tempat menahan para pangeran dan elite politik Arab Saudi yang diringkus oleh komite anti korupsi Saudi yang dipimpin Putra Mahkota Pangeran Mohammed Bin Salman (sumber: The Ritz-Carlton)

Liputan6.com, Riyadh - Sebuah hotel mewah di Ibu Kota Arab Saudi, Riyadh, yang beberapa waktu lalu berubah menjadi "penjara bersepuh emas" bagi puluhan pangeran dan pejabat tinggi negara itu, akan dibuka kembali untuk publik. The Ritz-Carlton dilaporkan mulai menerima pemesanan (booking) pada Februari 2018.

The Ritz-Carlton tersebut pernah ditiduri oleh Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump dan pendahulunya, Barack Obama.

Seperti dikutip dari BBC, Selasa (16/1/2018), seorang juru bicara Ritz-Carlton mengonfirmasi bahwa hotel tersebut akan mengambil pemesanan pada pertengahan Februari. Namun, dengan syarat bahwa pemesanan itu dapat saja dibatalkan sewaktu-waktu.

Jaringan hotel asal Amerika Serikat tersebut menjadi pusat perhatian sejak lebih dari 200 orang yang terdiri dari pangeran, menteri, dan pengusaha ditahan di sana serta sejumlah hotel lainnya pada 4 November 2017. Saat itu, tamu yang menginap di The Ritz-Carlton direlokasi tanpa lebih dulu diberi peringatan.

Oleh komisi antikorupsi yang dipimpin Putra Mahkota, Pangeran Mohammed bin Salman, para elite Arab Saudi tersebut ditahan atas tudingan melakukan tindak korupsi, pencucian uang, dan penyalahgunaan kekuasaan. Kini beberapa dari mereka telah dibebaskan setelah membayar sejumlah uang, termasuk di antaranya Pangeran Miteb bin Abdullah.

Pangeran Miteb yang ditahan lebih dari tiga pekan dibebaskan setelah ia setuju untuk membayar lebih dari US$ 1 miliar. Miteb merupakan anak dari mendiang Raja Abdullah dan berstatus mantan putra mahkota. Jabatan terakhirnya sebelum ditahan adalah Kepala Garda Nasional. Sosoknya pernah disebut-sebut sebagai pesaing Pangeran Mohammed bin Salman.

Jaksa Agung Arab Saudi sebelumnya menyatakan bahwa dana sekitar US$ 100 miliar telah "disalahgunakan melalui tindak korupsi dan penggelapan yang sistematis selama beberapa dekade".

Mayoritas warga Arab Saudi dikabarkan menyambut baik langkah untuk mengatasi korupsi dengan harapan, uang tebusan para terduga koruptor dapat didistribusikan kembali ke masyarakat.

Salah Satu Orang Terkaya di Dunia Masih Ditahan

20150703-Pangeran-Arab-Saudi-Alwaleed-bin-Talal4
Alwaleed bin Talal menjawab pertanyaa wartawan terkait niat beramalnya di Riyadh, Arab Saudi, Rabu (1/7/2015). Alwaleed berjanji akan memberikan hartanya senilai USD 32 miliar, atau Rp 427 triliun untuk kepentingan amal. (AFP/Fayez Nureldine)

Ketika sejumlah elite Arab Saudi berhasil bebas, tidak demikian dengan Pangeran Alwaleed bin Talal. Pengusaha terkenal yang juga masuk daftar orang terkaya di dunia itu hingga kini masih ditahan.

Total kekayaan Pangeran Alwaleed diperkirakan mencapai US$ 17,6 miliar. Otoritas Saudi juga dikabarkan menolak tawaran sebesar US$ 6 miliar dari pihak Alwaleed sebagai ganti kebebasannya. Demikian seperti dilansir news.com.au.

Negosiasi antara pihak Saudi dan Alwaleed disebut masih terus berlangsung. Sementara itu, kabar lain menyebutkan, Pangeran Alwaleed telah dipindahkan ke penjara lokal Al Ha’i yang terletak di selatan Riyadh.

Meski telah diumumkan bahwa penahanan terhadap para elite Arab Saudi ini merupakan langkah memberantas korupsi, kritikus mencapnya sebagai tindakan keras untuk "membungkam" saingan politik sang putra mahkota.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya