Liputan6.com, Jakarta - Sejak berakhirnya Perang Dunia I, II dan Perang Dingin, berbagai konflik antar negara sebagian besar diselesaikan melalui jalur diplomasi. Namun, di balik kesepakatan yang berhasil dicapai, masih kerap muncul percikan-percikan masalah yang pada akhirnya memicu kembali terjadinya konflik. Belakangan, memanasnya Korea Utara vs Amerika Serikat versus China dan Rusia, masyarakat khawatir Perang Dunia III segera pecah di era modern ini.Â
Dilansir dari laman ValueWalk.com pada Selasa (6/2/2018), telah banyak beredar ramalam mengenai seperti apa dan kapan Perang Dunia III akan terjadi. Mulai dari ramalan Nostradamus yang legendaris, hingga analisa para pakar politik dunia, Perang Dunia III disebut berisiko terjadi di abad ke-21 ini.
Advertisement
Baca Juga
Satu perang selesai, berlanjut ke perang selanjutnya. Perang Vietnam usai, berganti menjadi Perang Dingin, lalu konflik Timur Tengah, hingga kini perang terbuka dunia internasional terhadap terorisme.
Selain itu, ancaman pamer kekuatan dari beberapa negara juga dikhawatirkan memicu terjadinya Perang Dunia III, seperti misalnya pengembangan program nuklir Korea Utara dan peningkatkan fasilitas militer Rusia di Eropa Timur.
Berikut adalah lima prediksi Perang Dunia III berdasarkan pengamatan beberapa ahli tehadap perkembangan peta geopolitik saat ini.
Â
1. Konflik dengan Korea Utara
Korea Utara bisa jadi merupakan ancaman terbesar dunia internasional saat ini. Negara yang kini dipimpin oleh Kim Jong-un itu telah diketahui beberapa kali melakukan tes misil selama satu dekade terakhir.
Selain itu, Korea Utara juga dikenal lantang melawan tekanan Amerika Serikat (AS) dan para sekutunya. Bahkan, Kim Jong-un sesumbar mengatakan memiliki sistem nuklir yang mampu mencapai pantai Barat Negeri Pam Sam.
Apalagi ditambah dengan tudingan AS tentang dukungan China di belakang Korea Utara, membuat tensi ancaman konflik di Asia Timur kian meningkat.
Belakangan juga, AS dan para sekutunya (Korea Selatan dan Jepang) meningkatkan porsi latihan militer, yang di waktu bersamaan, turut dilakukan oleh masing-masing China dan Korea Utara.
Advertisement
2. Konflik Taiwan
Dengan hanya dipisahkan oleh jarak hampir 160 kilometer, China dan Taiwan terus mengalami konflik dingin sejak 70 tahun terakhir. Dalam beberapa kesempatan, China secara terbuka kerap mengajukan rencana reunifikasi dengan Taiwan.
Namun, hal itu sering dirasa memberatkan oleh Taiwan karena beberapa alasan, terutama perbedaan pandangan politik dan kekhawatiran meningkatnya tekanan dari Beijing jika bersatu.
Sebagai tanggapan terhadap peningkatan aktivitas program militer China di Laut China Selatan, Taiwan – didukung oleh AS – menambah jumlah anggaran dana militernya sebanyak dua persen, menjadi US$ 10,7 miliar di tahun 2018.
Jika benar terjadi perang di antara keduanya, maka dampak buruknya akan terasa hingga seluruh kawasan Asia Pasifik, tidak terkecuali Asia Tenggara.
3. Konflik Semenanjung Krimea
Selama 14 tahun sejak tahun 1921, Krimea berada di bawah kekuasaan Uni Soviet dengan status semi-otonom. Namun pada 1945, atas campur tangan Nikita Khrushchev, Krimea akhirnya menjadi bagian dari negara Ukraina.
Walaupun begitu, 60 persen dari 2 juta populasinya merupakan etnis Rusia, sehingga sering terjadi pertikaian antara entis Rusia dan Ukraina asli.
Semenanjung krimea merupakan kota yang saat ini dijadikan basis oleh pemerintah Rusia untuk melakukan penyerangan militer kepada Ukraina. Kawasan ini memang dikenal sebagai wilayah yang pro Rusia walaupun berada di wilayah Ukraina baik secara geografis, sejarah dan politiknya.Â
Advertisement
4. Konflik NATO
NATO terdiri dari 29 anggota negara berdaulat di Eropa dan Amerika Utara, yang memiiki fokus kerja sama di bidang keamanan dan pertahanan.
Meskipun begitu, Turki yang juga merupakan bagian dari NATO, kian dijauhi oleh anggota-anggota lainnya terlihat kian ‘mesra’ dengan Rusia dalam berbagai isu. Â
Turki sendiri merupakan sebuah negara yang penting dalam peta politik di kawasan Balkan dan Timur Tengah. Adu kepentingan antara pemerintah Turki dan pasukan koalisi di Suriah, Irak dan Iran, menjadi ancaman serius terhadap stabilitas di kawasan terkait.
5. Konflik Timur Tengah
Kawasan Timur Tengah sejak lama telah menjadi kawasan penuh pertikaian politik, mulai dari perseteruan Israel dan Palestina, hingga kehadiran pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi dalam konflik kemanusiaan di Yaman.
Ditambah lagi dengan kehadiran Rusia yang menempatkan kepentingan strategisnya di Timur Tengah, maka perputaran konflik pun kian rumit.
Belakangan juga, terjadi permusuhan antar negara-negara Timur Tengah terkait isu dukungan di balik isu terorisme, yang dalam hal ini menempatkan Qatara sebagai pihsak tersudut.
Hal ini kian diperparah dengan tidak begitu mesranya hubungan antara Rusia dan Turki, slaah satu negara yang juga memiliki pengaruh kuat di kawasan terkait.
Advertisement