Tiangong-1 Diprediksi Jatuh di Michigan, Berpotensi Bunuh Manusia?

Satelit luar angkasa China, Tiangong-1 juga diperkirakan jatuh di Michigan, Amerika Serikat, pada akhir Maret 2018. Selain diprediksi melanda Indonesia.

oleh Afra Augesti diperbarui 16 Mar 2018, 16:00 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2018, 16:00 WIB
Tiangong-1
Ilustrasi stasiun antariksa China, Tiangong-1. (China Manned Space Engineering)

Liputan6.com, Beijing - Stasiun luar angkasa pertama China, Tiangong-1, diperkirakan akan menabrak Bumi pada akhir Maret 2018. Benda seberat delapan ton ini sempat lenyap dari pantauan China pada Maret 2016 dan para ahli telah gagal memindahkannya.

Selain itu, para ahli juga tidak mengetahui di mana Tiangong-1 bakal mendarat. Namun saat mendekati Bumi, ada kemungkinan Tiangong-1 menghantam Michigan, Amerika Serikat, di mana terdapat hampir 10 juta orang hidup di kota itu.

Menurut situs lokal, MLive, disebutkan bahwa Lower Michigan menjadi titik utama jatuhnya Tiangong-1.

Sedangkan menurut Aerospace, sebuah situs pengembangan penelitian teknis dan ilmiah yang membantu NASA, daerah lain yang juga terkena puing-puing Tiangong-1 adalah China bagian utara, Italia bagian tengah, Spanyol bagian utara, Timur Tengah, Selandia Baru, Tasmania, Amerika Selatan, Afrika bagian selatan dan negara-negara bagian utara di Amerika Serikat.

Akan tetapi, dampak kerusakan bukan berasal dari puing-puing Tiangong-1, yang pecah akibat bergesekan dengan atmosfer Bumi. Yang membahayakan ialah bahan bakar roket hydrazine yang dibawa oleh stasiun luar angkasa ini. Jika manusia terpapar cukup lama oleh zat itu, maka hati dan saraftnya rentan rusak.

Melalui situsnya, Aerospace mengatakan: "Ada kemungkinan puing-puing Tiangong-1 berdampak pada tanah."

Namun, situs tersebut berusaha meminimalkan kekhawatiran orang-orang.

"Sepanjang sejarah spaceflight, tidak ada seorang pun yang jadi korban karena terkena puing-puing pesawat luar angkasa. Hanya satu orang yang pernah tertabrak dan untungnya, dia tidak terluka."

Diluncurkan dengan roket tak berawak Long March 2F/G pada tanggal 29 September 2011, Tiangong-1 telah dirancang untuk menabrakan diri dengan aman ke laut lepas. Namun, saat China kehilangan kontak dengannya, tidak ada cara untuk mengendalikan lokasi jatuhnya satelit.

Sebelumnya, Indonesia juga masuk dalam daftar potensi lokasi jatuhnya Tiangong-1.

"Semua wilayah pada rentang 43 derajat LU (Lintang Utara) - 43 derajat LS (Lintang Selatan), termasuk Indonesia, berpotensi kejatuhan. Tetapi lokasi pastinya belum bisa ditentukan," demikian pernyataan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, saat dihubungi Liputan6.com.

 

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Kemungkinan Terburuk...

Ilustrasi Tiangong-1 di angkasa luar
Ilustrasi Tiangong-1 di angkasa luar. (CMSE)

Sebuah perusahaan nirlaba yang berbasis di El Segundo, California, Amerika Serikat, Aerospace Corporation, memperkirakan, Tiangong-1 akan jatuh pada pekan pertama April. Sementara itu, Badan Antariksa Eropa atau European Space Agency (ESA) memprediksi bahwa stasiun tersebut jatuh sekitar 24 Maret hingga 19 April 2018.

Apabila Tiangong-1 benar-benar menabrak Bumi dan kepingannya mendarat di sebuah wilayah, maka kawasan tersebut bisa terpapar bahan kimia yang bersifat korosif, yang sangat beracun.

Korosif adalah sifat suatu substansi yang menyebabkan benda lain hancur atau memperoleh dampak negatif. Korosif menyebabkan kerusakan pada mata, kulit, sistem pernapasan, dan sebagainya. Contoh bahan kimia yang bersifat korosif, antara lain asam sulfat, asam astetat, asam klorida, dan lain-lain.

Sementara itu, menurut laporan yang dilansir Daily Mail, Kamis, 8 Maret 2018, Tiangong-1 membawa bahan kimia hidrazin. Dampak jangka panjangnya diyakini bisa menyebabkan kanker pada manusia, demikian menurut Aerospace Corporation.

Hidrazin adalah senyawa anorganik berbentuk cairan tak berwarna, berminyak, mudah terbakar, dan berbau seperti amonia. Zat ini sangat beracun dan berbahaya karena sifatnya yang tidak stabil. Hidrazin biasanya digunakan dalam bahan bakar roket.

Menurut United States Environmental Protection Agency (EPA), hidrazin banyak digunakan di sejumlah perindustrian, pertanian, dan militer.

Gejala jangka pendek yang ditimbulkan akibat terpapar kadar hidrazin tinggi, yakni iritasi mata, hidung, dan tenggorokan, pusing, sakit kepala, mual, edema paru, kejang, serta koma. Efek jangka panjang juga bisa merusak hati, ginjal, dan sistem saraf pusat pada manusia.

Uji coba yang dilakukan oleh EPA pada hewan pengerat yang terdampak hidrazin menunjukkan adanya infeksi paru-paru, rongga hidung, serta tumor hati.

EPA telah mengklasifikasikan hidrazin sebagai Group B2, yang menyebabkan karsinogen pada manusia. Karsinogen adalah zat yang dapat memicu penyakit kanker.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya