Eks Karyawan: Facebook Abai Memproteksi Data Akun Pengguna

Eks karyawan Facebook mengatakan, firma media sosial itu lemah memproteksi data ratusan juta akun penggunanya -- mengakibatkan skandal seperti Cambridge Analytica bisa terjadi

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 21 Mar 2018, 16:32 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2018, 16:32 WIB
Facebook
Ilustrasi Facebook (iStockPhoto)

Liputan6.com, San Fransisco - Seorang eks karyawan Facebook mengatakan, eksploitasi data seperti yang terjadi pada dugaan skandal Cambridge Analytica, sejatinya, telah lama rutin terjadi dan berdampak pada ratusan juta pengguna media sosial tersebut.

Media New York Times dan The Observer of London melaporkan, Cambridge Analytica diduga mengeksploitasi informasi dari 50 juta pengguna Facebook dan menggunakannya untuk mengembangkan teknik yang bisa digunakan untuk berbagai kepentingan politik.

Sandy Parakilas, yang pernah menjabat sebagai Manajer Platform Operasional dan bertanggung jawab memantau potensi pembobolan data untuk Facebook pada 2011 - 2012 mengatakan, apa yang terjadi seperti pada skandal Cambridge Analytica disebabkan oleh lemahnya sistem pengawasan data di media sosial itu.

"Kekhawatiran saya adalah semua data yang dimiliki Facebook tak dapat terpantau seluruhnya. Sehingga, Facebook tidak tahu apa yang terjadi dengan data itu, apalagi jika ada campur tangan pihak ketiga eksternal," kata Parakilas seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (21/3/2018).

Ia melanjutkan, Facebook juga tidak disiplin dalam mengoptimalisasi mekanisme proteksi data dan audit terhadap pihak ketiga eksternal (external third-party) -- pihak pemanfaat data pengguna Facebook sebagai platform agar situs, laman, atau aplikasi lain mampu beroperasi.

Misalnya, aplikasi yang memungkinkan penggunanya untuk melakukan log-in menggunakan akun Facebook, atau aplikasi permainan di dalam Facebook, serta beragam contoh lain yang serupa.

Saat Parakilas masih bekerja di Facebook, ia sudah memprediksi bahwa suatu saat peristiwa pembobolan dan eksploitasi data yang dilakukan oleh pihak ketiga -- seperti skandal Cambridge Analytica -- dapat terjadi.

"Mereka tak melakukan apa-apa. Dan kini, saya sungguh prihatin melihat skandal itu menerpa mereka. Saya tahu betul, Facebook seharusnya bisa mencegah hal tersebut," lanjut Parakilas.

Lebih lanjut, Parakilas mengatakan, "Saya sempat menaruh curiga bahwa ada semacam 'pasar gelap' yang memperdagangkan data para pengguna Facebook dan disajikan kepada pihak ketiga eksternal. Ketika saya utarakan kecurigaan itu dan mendesak perusahaan agar melakukan audit terhadap pihak ketiga, para eksekutif Facebook justru tak mengindahkan."

Padahal, mayoritas pengguna Facebook, yang jumlahnya ratusan juta, bisa terdampak oleh hal tersebut, lanjut Parakilas.

Pria yang kini bekerja untuk Uber itu juga menjelaskan bahwa alasan Facebook untuk tak melakukan apa-apa terkait indikasi itu adalah, "Agar mereka memiliki posisi hukum yang lebih kuat."

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Facebook Membantah

Facebook
Ilustrasi Facebook (iStockPhoto)

Itu bukan pertama kali Parakilas mengutarakan kekhawatiran terhadap bekas perusahaan tempatnya bekerja. November 2017 lalu, ia sempat mengutarakan hal serupa.

Kala itu, The Guardian meminta respons Facebook terkait pernyataan Parakilas. Namun, firma media sosial raksasa itu membantah.

"Kritik semacam itu relevan jika dilontarkan pada lima tahun lalu," ujar Facebook dalam pernyataan resmi, yang kemudian menjelaskan bahwa firma mereka telah melakukan serangkaian optimalisasi proteksi data selama lima tahun terakhir.

"Tak betul jika kami tidak peduli dengan masalah privasi data," sanggah Facebook pada 2017.

Kini, menyikapi skandal Cambridge Analytica, pihak Facebook menjelaskan tengah membentuk tim audit internal untuk memeriksa kasus tersebut serta berbagai potensi kebocoran dan eksploitasi data yang terjadi di internal media sosial itu.

Namun, berbagai pihak menganggap bahwa sejatinya, langkah itu sudah sangat terlambat.

"Facebook telah berkomitmen akan memperbaiki sistem yang mengalami kebocoran data ... Zuckerberg berjanji sejak awal tahun 2018 untuk hal itu. Maka, kami meminta penjelasan mengapa peristiwa bencana kebocoran data itu tetap dapat terjadi," kata Damian Collins, Anggota Komite Media Parlemen Inggris.

Parlemen Inggris juga dikabarkan telah mengajukan pemanggilan kepada CEO Facebook, Mark Zuckerberg pada Selasa, 20 Maret 2018, untuk menghadap dan menjalani pemeriksaan seputar dugaan skandal Cambridge Analytica.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya