Liputan6.com, Jakarta - Sebuah kebun binatang di Yerusalem menyatakan bahwa seekor monyet langka terancam punah jenis Tamarin singa emas (Leontopithecus rosalia) telah lahir di fasilitas tersebut.
Kebun Binatang Biblikal Yerusalem menyatakan kera itu lahir dua pekan yang lalu dari induk yang bernama Bilbi dan ayah Zohar.
Advertisement
Baca Juga
Kera yang masih belum diberi nama itu tampak hari Kamis 22 Maret 2018 bergelantung pada punggung induknya. Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia (25/3/2018).
Tamarin singa emas termasuk hewan paling langka di dunia, menurut World Wildlife Fund. Monyet itu dicantumkan sebagai hewan yang terancam punah menurut the International Union for Conservation of Nature.
Kebun binatang Yerusalem mengatakan primata ini terancam punah sejak tahun 1980-an ketika jumlahnya kurang dari 100 di tempat asalnya di Brazil.
Namun program pengembangbiakan di kebun binatang di seluruh dunia berhasil mencegah penurunan populasinya.
Sekarang, ada ratusan monyet Tamarin singa emas di hutan liar dan di kebun binatang di seluruh dunia.
Baru Saja Ditemukan, Hewan Ini Akan Segera Punah
Di tengah hutan lebat Angola, ilmuwan menemukan spesies primata baru yang bersuara nyaring.
Namun, perayaan ilmiah atas penemuan spesies itu harus segera sirna karena primata itu akan segera punah yang disebabkan kerusakan habitatnya.
Spesies baru yang bernama Angola dwarf galago--atau jika dipadankan dalam bahasa Indonesia disebut sebagai lemur malam (galago) kecil dari Angola.--itu memiliki ukuran sebesar tupai atau sekitar 15,24 cm tanpa ekor.
Spesies ini masih satu famili dengan bushbaby, sejenis primata mirip lemur kecil yang tersebar di Padang Sahara. Namun, jika dibandingkan, varian dari Angola itu berukuran lebih besar ketimbang lemur Padang Sahara Afrika.
Ilmuwan dari Nocturnal Primate Research Group dari Oxford Brookes University, Inggris, menemukan galago Angola itu akibat suaranya yang sangat santer terdengar dengan karakteristik bising, nada tinggi dengan durasi yang panjang, dan diikuti oleh suara kicauan senyap.
Karakteristik suara itu kerap digunakan galago Angola betina untuk menarik perhatian pejantan dan menakuti rivalnya agar menjauh.
Dilengkapi dengan senter penglihatan malam, kamera, dan alat perekam, tim ilmuwan menjelajahi Hutan Kumbira yang berkabut dan gelap gulita di barat laut Angola, memburu suara galago Angola untuk menentukan lokasi sang kerabat jauh manusia.
"Kami mengikuti mereka pada malam hari dan kapanpun mereka membuat suara khasnya, kami akan merekamnya...lama-kelamaan, mereka terbiasa dengan kehadiran kami. Beberapa jam kemudian, mereka tak lagi melarikan diri dari kami. Kami juga menggunakan sinar lampu merah agar tak mengganggu mereka," kata Magdalena Svensson, salah satu anggota penelitian.
Tim penelitian yang ahli pada bidang suara dan akustik ini menilai bahwa resonansi yang dihasilkan spesies primata baru ini sangat unik.
"Kami punya katalog suara yang sangat banyak. Menggunakan cara ini, kami dapat mengidentifikasi jenis suara apapun yang baru dan berbeda...setiap spesies memiliki karakteristiknya masing-masing, jadi jika kami mendengar suara yang berbeda, kami tahu bahwa itu hal yang baru," kata Simon Bearder, profesor emeritus Antropologi, Oxford Brookes University dan presiden Primate Society of Great Britain.
Meski pada malam hari Hutan Kumbira juga tetap bising oleh suara binatang lain, namun para peneliti mampu memilah dan merekam suara galago Angola tersebut.
"Hutan itu sangat berisik di malam hari, dengan suara katak dan serangga yang bersahut-sahutan, tapi kami mampu memisahkan suara galago itu, merekamnya dan menyimpannya," kata sang profesor emeritus.
Wajah spesies mirip lemur itu memiliki wajah yang khas, yakni berbentuk panjang jika dibandingkan dengan spesies galagos lain.
"Spesies galago baru ini merupakan temuan yang menarik...hewan itu jadi satu dari lima primata baru yang ditemukan di benua Afrika sejak tahun 2000," kata Russell Mittermeier of Conservation International dalam sebuah pernyataan tertulis.
Spesies galago Angola ini akan diberi nama ilmiah Latin Galagoides kumbrinensis, sesuai dengan nama hutan tempat ia ditemukan.
Ironisnya, wilayah habitat spesies baru yang terletak di Pusat Lereng Curam Hutan Angola itu termasuk salah satu lokasi pengrusakan alam oleh manusia.
Advertisement