Liputan6.com, Gaza - Duka dan rasa sakit hati menyelimuti lingkungan Khuzaa Khan Younis di Jalur Gaza pada hari Sabtu, 2 Juni ketika ribuan warga Palestina berduka atas kematian salah satu penduduknya, Razan Ashraf Najjar, seorang paramedis perempuan berusia 21 tahun yang terbunuh oleh tembakan tentara Israel (IDF).
Najjar tewas akibat luka tembak di dada, kata sejumlah saksi mata. Pelaku diduga kuat adalah tentara IDF yang bertugas membubarkan lanjutan demonstrasi the Great March of Return di Jalur Gaza dekat perbatasan Israel - Palestina. Demikian seperti dikutip dari Middle East Eye, Minggu (3/6/2018).
Advertisement
Baca Juga
Ribuan orang Palestina, yang terdiri dari kolega petugas medis berseragam putih dan warga sipil berbaris dalam prosesi pemakaman Najjar, memegang bendera Palestina dan foto almarhumah.
Ayah Najjar, Ashraf, ikut dalam rombongan sambil memegang rompi medis putrinya yang semula berwarna putih, namun kini, memiliki bercak noda merah darah.
"Malaikat saya meninggalkan tempat ini, dia sekarang berada di tempat yang lebih baik. Saya akan sangat merindukannya. Semoga jiwamu beristirahat dalam damai, putriku yang cantik," kata Ashraf.
Pejabat Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan, 100 orang terluka oleh tentara Israel dalam lanjutan demonstrasi The Great March of Return pada Jumat, 1 Juni 2018. Sekitar 40 orang di antara total korban luka terkena peluru tajam.
Empat di antaranya merupakan perawat dan paramedis yang tengah membantu korban terluka. Najjar termasuk paramedis yang terkena peluru tajam tentara Israel tersebut.
"Mereka (tentara Israel) tahu kalau Najjar seorang paramedis, dia telah membantu mengobati luka para demonstran sejak 30 Maret (awal rangkaian demonstrasi the Great March of Return)," kata Sabreen, ibu Najjar, sambil terisak kepada Middle East Eye.
"Putriku adalah sasaran para penembak jitu Israel. Peluru langsung ditembak ke dadanya; itu bukan peluru nyasar."
Najjar, sulung dari enam bersaudara, menjadi paramedis setelah mengambil diploma dalam keperawatan umum dan program pertolongan pertama.
Dia menjadi sukarelawan di rumah sakit dan LSM organisasi paramedis, membangun keterampilan dan pengalaman yang kemudian dia gunakan pada korban luka selama demonstrasi the Great March of Return.
Sebagai seorang paramedis, Najjar berkonsentrasi untuk membantu para perempuan dan anak-anak yang terluka selama demonstrasi.
"Putriku akan keluar setiap Jumat antara jam 7 pagi sampai jam 8 malam (di mana biasanya the Great March of Return berlangsung setiap pekan). Dia berada di lapangan melakukan pekerjaannya, menyembuhkan luka orang yang terluka, dan putriku adalah seorang paramedis pemberani yang tidak pernah takut pada penembak jitu Israel," kata ibu Najjar.
"Dia dulu pulang dengan darah menutupi seragamnya. Dia biasanya tinggal di protes sampai semua orang pergi."
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Israel Akan Melaksanakan Investigasi
Para pejabat Palestina dan kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia melancarkan kritik ke militer Israel karena menggunakan kekuatan mematikan terhadap para pengunjuk rasa yang sebagian besar tidak bersenjata.
Sementara itu, pada Sabtu 2 Juni 2018, pihak IDF menyatakan bahwa mereka akan melaksanakan investigasi atas insiden tersebut. Kendati demikian, mereka tetap berdalih bahwa pihaknya telah bertindak sesuai aturan.
Pihak militer negeri zionis mengatakan, sebuah kendaraan tempurnya menjadi target penyerangan.
Tersangkanya diidentifikasi melintasi pagar keamanan di Gaza utara dan menanam granat yang meledak.
Awal pekan ini, Israel melakukan lusinan serangan udara pada target di Gaza sebagai tanggapan terhadap apa yang disebut rentetan tembakan roket dan mortir terbesar dari Jalur Gaza sejak perang tahun 2014.
IDF mengatakan, pihaknya menghitung lebih dari 100 peluncuran roket dan rudal dari sisi Hamas. Israel menanggapinya dengan melancarkan lebih dari 60 serangan udara terhadap target di wilayah itu.
Lebih dari 120 warga Palestina tewas di tengah demonstrasi memperingati 70 tahun Nakba sejak 30 Maret 2018. Nakba adalah peristiwa tatkala hampir satu juta orang Palestina dipaksa meninggalkan kampung halamannya, untuk membuka jalan bagi berdirinya negara Israel. Dan kini, mereka menuntut kembali.
Advertisement