Suku Langka di Hutan Amazon Tak Sengaja Terekam Kamera Drone, Ini Wujudnya...

Video drone tersebut menunjukan suku yang hidupnya terisolasi ada di kawasan hutan Amazon. Keberadaan mereka masih belum banyak diketahui oleh para peneliti.

oleh Afra Augesti diperbarui 24 Agu 2018, 20:40 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2018, 20:40 WIB
Kawasan Amazon
Rekaman drone menangkap suku langka di hutan Amazon, yang hidupnya masih terisolasi. (Foto: Mauro Pimentel / AFP)

Liputan6.com, Amazon - Sejumlah foto yang menunjukkan suku pedalaman langka di hutan Amazon, Brasil beredar di media. Menurut laporan News.com.au, Jumat (24/8/2018), suku tersebut belum pernah terjamah oleh para peneliti dan belum banyak ahli yang mengetahui keberadaan mereka.

Gambar yang terekam melalui pesawat tak berawak atau drone memperlihatkan 16 orang berjalan melintasi hutan rimba dan area yang terdeforestasi dengan tanaman.

Dalam klip yang dirilis pada minggu ini, salah satu anggota suku itu tampak membawa busur dan anak panah.

Sebuah gubuk di wilayah adat Vale do Javari, kawasan hutan Amazon, Brasil, di Negara Bagian Amazonas, dekat perbatasan Peru. (Adam Mol / National Indian Foundation via  AFP)

Lembaga urusan masyarakat adat di Brasil, Funai, menyampaikan bahwa keberadaan suku langka yang belum diketahui namanya itu tertangkap kamera drone dalam ekspedisi yang dilakukan untuk memantau orang-orang yang hidupnya terisolasi. 

Peneliti memantau suku tersebut di Vale do Javari, sebuah wilayah adat di bagian barat daya negara bagian Amazonas, Brasil. Ada 11 kelompok suku yang dikonfirmasi hidup di daerah terisolasi itu.

Funai telah mempelajari kehidupan mereka selama bertahun-tahun, tetapi ini merupakan pertama kalinya Funai dapat mengabadikan mereka lewat kamera.

"Gambar tersebut menyimpan pesan tersembunyi bagi masyarakat dan pemerintah agar mau merenungkan betapa pentingnya melindungi kelompok-kelompok itu," kata Wallace Bastos, presiden Funai.

Sebuah pohon palem yang digali menajdi kano di wilayah pribumi Vale do Javari, hutan Amazon, Brasil, Megara Bagian Amazonas. (Foto:  Adam Mol/National Indian Foundation via AFP)

Bruno Pereira, yang mengkoordinasikan penelitian Funai tentang kelompok-kelompok terisolasi di kawasan hutan Amazon, mengatakan bahwa dokumentasi ini juga membantu para peneliti dalam mempelajari budaya mereka.

Funai belum dapat mengidentifikasi nama suku tersebut, meskipun Pereira telah menebak tentang etnisitas dan bahasa yang dibicarakan mereka.

"Semakin kita tahu tentang cara hidup masyarakat yang terisolasi, maka kita harus semakin siap untuk melindungi mereka," ungkap Pereira.

Kapak di wilayah adat Vale do Javari, kawasan hutan Amazon, Brasil, di Negara Bagian Amazonas, dekat perbatasan Peru. (Foto: Adam Mol / National Indian Foundation via AFP)

Secara keseluruhan, lembaga tersebut telah mendaftarkan 107 suku terasing yang ada di negara-negara di Amerika Latin --sebagian besar di hutan Amazon. Meski Funai berhasil mengambil foto dan video suku itu, namun para tim peneliti belum membuat kontak dengan mereka selama lebih dari 30 tahun.

Pereira mengklaim, suku ini sadar akan keberadaan kehidupan modern, kota-kota metropolitan dan lahan pertanian di sekitar mereka, tetapi mereka lebih memilih untuk menutup diri karena pengalaman traumatis dengan dunia luar.

Kontak eksternal dinilai oleh suku tersebut sebagai hal buruk, atau bisa membantai mereka, hingga epidemi (wabah) yang dapat memusnahkan sebuah suku.

Tahun lalu, sekelompok penambang emas ilegal diduga menewaskan 10 orang dari sebuah masyarakat yang terisolasi.

"Jika mereka ingin berkontak dengan dunia luar, mereka bisa menembukan caranya dengan berkomunikasi dengan kami," kata Pereira.

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Pria Paling Kesepian dari Amazon, Hidup Sendiri Selama Puluhan Tahun di Hutan Belantara

Foto seorang lelaki pribumi langka yang diyakini sebagai satu-satunya penyintas dari sebuah suku yang musnah dibantai di Amazon, Brasil puluhan tahun lalu (Funai / AP PHOTO via Sydney Morning Herald)
Foto seorang lelaki pribumi langka yang diyakini sebagai satu-satunya penyintas dari sebuah suku yang musnah dibantai di Amazon, Brasil puluhan tahun lalu (Funai / AP PHOTO via Sydney Morning Herald)

Tak ada yang tahu namanya. Tak ada yang tahu asal-usul dan identitasnya. Tapi hanya satu yang pasti diketahui, ia hidup sendiri di belantara hutan Amazon, Brasil selama puluhan tahun terakhir.

Sebuah video yang dirilis untuk pertama kalinya pada Kamis, 19 Juli 2018 oleh yayasan lingkungan dan perlindungan hutan di Brasil, Funai, menunjukkan foto seorang lelaki pribumi langka yang diyakini sebagai satu-satunya penyintas dari sebuah suku yang musnah dibantai di Amazon sejak puluhan tahun lalu.

Meski rekaman video itu diambil tujuh tahun lalu, namun, salah satu anggota Funai terakhir kali melihat bukti bahwa pria itu masih hidup pada Mei 2018 silam. Demikian seperti dikutip dari Sydney Morning Herald, Minggu 22 Juli 2018.

Video itu dirilis menyusul laporan pers yang mencatat bahwa hanya ada satu gambar pria itu, yang diambil oleh seorang pembuat film dokumenter pada 1990-an di mana wajah pria itu tersembunyi di balik dedaunan.

Altair Algayer, koordinator tim Funai yang telah memantau pria itu selama 22 tahun terakhir, mengatakan bahwa yayasannya enggan untuk merilis video tersebut atas alasan demi melindungi lelaki yang bersangkutan.

Namun pada akhirnya, Funai tetap merilisnya atas alasan bahwa video tersebut dapat membantu menarik perhatian publik terhadap perjuangan hidup yang dialami oleh pria tersebut --yang berusaha untuk menjaga jarak dari dunia luar.

"Banyak orang mencari (video itu). Mereka ingin tahu seperti apa dia, bagaimana dia bisa dilihat, apakah dia masih hidup. Namun pada akhirnya, (mengembargo video) membantu melindungi wilayah tempat pria itu hidup," kata Algayer dalam sebuah wawancara telepon.

Funai mengatakan, pria dalam video itu adalah anggota suku pribumi yang selamat dari serangan para petani yang menewaskan anggotanya yang lain pada 1995.

Algayer mengatakan, Funai telah memantau pria itu sejak 1996, ketika menemukannya tinggal sendirian di hutan di Negara Bagian Rondonia barat.

Tim yang melacaknya memanggil pria pribumi itu dengan sebutan "orang Indian di lubang" (the Indian of the Hole) karena lubang yang tidak biasa yang ia gali, kata Algayer.

"Kami tidak tahu asal-usul-nya," kata Algayer, seraya menambahkan bahwa pria itu tampaknya dalam keadaan sehat dan berusia di antara 55-60 tahun.

Salah satu kebijakan Funai adalah untuk memungkinkan orang-orang pribumi di Amazon menjalani hidup mereka seperti sedia kala. Itu pula lah yang menjadi alasan Funai untuk mengembargo seluruh video yang menunjukkan bukti keberadaan pria tersebut.

Anggota Funai telah melakukan 57 perjalanan untuk memantau pria itu. Mereka melakukan aksinya secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang pribumi tersebut.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya