Liputan6.com, Jakarta Perdana Menteri Inggris Theresa May mendesak para pemimpin Uni Eropa (UE) untuk tetap membuka pintu dalam melanjutkan negosiasi Brexit.
Hal itu disampaikan PM May setelah melakukan pertemuan kabinet selama dua setengah jam, Selasa 16 Oktober, yang menggarisbawahi tantangan penuntasan kesenjangan antara London dan Brussels (ibu kota UE) pada hari-hari mendatang.
"Jika kita sebagai pemerintah berdiri bersama dan bersikap teguh, kita dapat mencapai (kesepakatan Brexit) ini," ujar PM Theresa May, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Rabu (17/10/2018).
Advertisement
Namun, sebagian menteri meminta PM May untuk mempertegas jangka waktu dalam membahas tantangan di Irlandia, dan memastikan perbatasan yang dirancang kemudian tidak meminculkan masalah baru antara Irlandia Utara milik Inggris dan Republik Irlandia yang bergabung dengan Uni Eropa.
Baca Juga
Jaksa Agung Inggris, Geoffrey Cox, mengatakan bahwa setiap pengaturan yang menyangkut bea cukai Irlandia Utara setelah Brexit, bisa berarti wilayah itu "lepas dari Inggris", dan membuatnya "dikendalikan oleh Uni Eropa".
Tidak ada anggota Parlemen Downing Street 10 yang mengatakan, bahwa anggota kabinet mendukung seruan PM May untuk "mempertahankan integritas persatuan" antara Inggris dan Irlandia Utara.
Juru bicara pemerintah Inggris mengatakan PM May telah mengatakan kepada rekan-rekan politiknya bahwa, "tidak mungkin bagi dia atau perdana menteri Inggris untuk mendaftar ke pengaturan yang akan mengarah ke perbatasan pabean di Laut Irlandia".
Kabinet Brexit percaya bahwa ketua negosiator, Olly Robbins, siap untuk mengajukan kompromi baru pada hari Minggu, sebelum Menteri Brexit, Dominic Raab, tiba di Brussels dan menanggapi desakan Uni Eropa.
Pengamat Uni Eropa mengatakan bahwa setiap mekanisme yang dikendalikan oleh Inggris akan menjadi bencana di Brussels.
Mujtaba Rahman, dari Eurasia Group, mengatakan: "Tidak dapat dibayangkan bagaimana jika Inggris memberlakukan kebijakan perbatasan mutlak, yang menghalangi ruang gerak Republik Irlandia, dan juga Uni Eropa pada umumnya."
Inggris menginginkan kendali mandiri atas wilayah perbatasannya, termasuk di Irlandia Utara, yang memicu konflik terkait penetapan pabean yang tidak seimbang.
Di sisi lain, Brussels mendesak London untuk mau menegosiasikan beberapa pengecualian Brexit terhadap Irlandia Utara, demi menjaga stabilitas kawasan, baik politik, perdagangan, maupun ekonomi makro.
Â
Simak video pilihan berikut:
Kisruh Irlandia Utara Hambat Negosiasi Brexit
Pada akhir pekan lalu, negosiasi antara Inggris dan Uni Eropa (UE) ditutup tanpa kesepakatan baru untuk Brexit. Hal itu tidak lain disebabkan oleh perselisihan mengenai nasib Irlandia Utara, yang terus menghambat pembicaraan terkait.
"Dalam beberapa hari terakhir, negosiator Inggris dan Uni Eropa telah membuat kemajuan nyata di sejumlah bidang utama. Namun, masih ada beberapa masalah yang belum terselesaikan terkait dengan penghalang dalam melanjutkan Brexit," tulis pernyataan dari Departemen Pengurusan Pemisahan dari Uni Eropa.
Istilah "penghalang" merujuk pada perjanjian untuk melindungi perbatasan terbuka antara Irlandia dan Irlandia Utara, demikian sebagaimana dikutip dari CNN.
Kepala perundingan Brexit di Uni Eropa, Michel Barnier, mengatakan bahwa "meskipun upaya intens, beberapa masalah utama masih terbuka, termasuk penghalang".
Waktu hampir habis untuk mencapai kesepakatan Brexit sebelum akhir Maret tahun depan, yakni ketika Inggris akan resmi keluar dari Uni Eropa tanpa membawa kesepakatan berimbang di bidang politik, ekonomi, dan pertahanan.
Advertisement