Liputan6.com, Jakarta - Pesawat Lion Air JT 610 berakhir di Teluk Karawang, Senin 29 Oktober 2018. Hanya sekitar 13 menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Pangkalpinang, kapal terbang itu hilang kontak.Â
Grafik yang disediakan situs pemantau penerbangan Flightradar24 menjadi petunjuk awal pergerakan Lion Air JT 610 pada 13 menit krusial sebelum akhirnya terjun dengan kecepatan tinggi.Â
Advertisement
Sebuah analisis yang dilakukan para ahli penerbangan menggambarkan bahwa pesawat Lion Air dengan nomor JT 610, sempat terbang dalam kondisi tidak menentu, turun naik, dalam waktu singkat, sebelum terjun dramatis menghempas laut.
Sekitar tiga menit setelah Boeing 737 Max 8 lepas landas menju Pangkalpinang, pilot Bhavye Suneja meminta izin pada petugas kontrol lalu lintas udara untuk kembali ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Sepuluh menit kemudian, sebagaimana dikutip dari News.com.au pada Selasa (30/10/2018), pesawat itu jatuh ke perairan di lepas pantai Jawa, tepatnya di sekitar perairan Tanjung Karawang.
Data awal yang ditransmisikan oleh penerbangan Lion Air JT 610 menunjukkan pesawat nahas itu jatuh dengan kecepatan sangat tinggi, diperkirakan jatuh dari ketinggian 1.479 meter hanya dalam waktu 21 detik.
Baca Juga
"Kejatuhan normal pesawat seharusnya berada di antara kecepatan 450 meter hingga 600 meter per menit," ujar pakar keselamatan penerbangan John Cox kepada Bloomberg.
Data yang diperoleh oleh FlightRadar24 menunjukkan pesawat, Lion Air terjun dengan kecepatan lebih dari 9.400 meter per menit.
"Hal ini benar-benar tak terkendali," kata Cox, yang menjalankan perusahaan konsultan Safety Operating Systems.
Sementara itu, analisis data oleh situs web Aviation Safety menggambarkan kecepatan dan ketinggian pesawat Lion Air JT 610 berubah-ubah secara liar selama 13 menit sisa terbangnya.
Pesawat melakukan pendakian ke arah kiri setelah lepas landas, naik ke ketinggian 640 meter, dan kemudian sempat turun ke titik 450 meter, sebelum kembali terbang normal.
Beberapa waktu setelahnya, ketinggian pesawat dilaporkan terus goyah selama beberapa menit antara 1.370 hingga 1.630 meter sebelum terjun fatal.
Boeing 737 Max 8 yang terlibat dalam kecelakaan hari Senin itu dketahui telah menerbangi rute yang berbeda pada Minggu 28 Oktober. Data serupa menunjukkan penerbangan terkait memiliki gerakan tidak menentu segera setelah tinggal landas, tetapi berhasil mendaki dan mempertahankan ketinggian tetap.
Lion Air telah mengkonfirmasi pesawat memiliki "masalah teknis" pada penerbangan hari Minggu, di mana "telah diselesaikan sesuai dengan prosedur".
Apa yang menyebabkan perubahan signifikan dalam ketinggian dan kecepatan, dan mengapa pilot meminta untuk kembali ke Jakarta beberapa saat setelah tinggal landas, kini akan menjadi fokus utama bagi para penyelidik.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Catatan Kelam Singa Merah Lion Air
Kecelakaan penerbangan Lion Air, meskipun cuaca cerah, awak pesawat yang berpengalaman dan Boeing 737 baru berusia dua bulan, telah menjadi sorotan gelap pada sejarah penerbangan sipil di sepanjang 2018.
Lion Air, sebagai salah satu maskapai penerbangan terbesar dan termuda di Indonesia, diketahui telah mengalami sejumlah kecelakaan dan malfungsi pada armadanya.
Berikut adalah ringkasan tentang deretan bencana aviasi yang melanda maskapai berlogo singa merah itu.
2004: Hanya empat tahun setelah mulai beroperasi, Lion Air mengalami kecelakaan mematikan pertama. Dua puluh lima orang tewas ketika penerbangan 538 jatuh di pemakaman di Surakarta, Jawa Tengah.
2006: Sebuah pesawat jenis McDonnell Douglas dihapus dari daftar armada setelah tergelincir di landasan pacu, saat akan mendarat di Bandara Internasional Juanda, Surabaya. Temuan tim penyelidik mengkonfirmasi bahwa pembalik dorong kiri, yang diperlukan untuk pendaratan, tidak berfungsi. Beruntung tidak ada laporan korban jiwa yang muncul.
2007: Semua maskapai penerbangan Indonesia, termasuk Lion Air, dilarang terbang ke Eropa karena masalah keamanan. Larangan ini melunak selama satu dekade berikutnya, dan benar-benar dicabut pada bulan Juni. Amerika Serikat (AS) juga mencabut larangan 10 tahun untuk maskapai penerbangan Indonesia pada tahun 2016.
2010: Beberapa penumpang terluka ketika penerbangan 712 mendarat dengan bagian lambung pesawar menghantam landasan pacu di Bandara Supadio, Pontianak. Semua 174 penumpang dan awak berhasil dievakuasi oleh seluncuran darurat.
2011 dan 2012: Pilot Lion Air ditangkap karena kepemilikan narkoba.
2013: Pada 13 April, penerbangan 904 dari Bandung ke Denpasar dengan 108 penumpang di dalamnya menabrak perairan dekat Bali, setelah melampaui landasan pacu saat mendarat. Badan pesawat Boeing 737-800 terbagi menjadi dua bagian dan penumpang harus berenang untuk menyelamatkan diri. Ajaibnya, semua selamat.
2014: Dua penumpang mengalami luka serius dan tiga lainnya menderita luka ringan ketika Boeing 737-900 mendarat keras di landasan pacu Bandara Internasional Juanda di Surabaya, dan terpental lima kali sebelum menghantam tanah.
2017: Sekitar 300 liter bahan bakar tumpah di landasan pacu Bandara Internasional Juanda Surabaya, yang berasal sayap pesawat Lion Air. Semua penumpang dievakuasi dan pesawat itu dikandangkan untuk penyelidikan lebih lanjut.
2018: Pada 28 April, penerbangan 892 tergelincir di landasan pacu Bandara Jalaluddin, Gorontalo, saat berusaha mendarat di tengah hujan lebat dan kegelapan. Bagian hidung pesawat rusak, tetapi tidak ada laporan korban jiwa.
Advertisement