PBB: 150 Lebih Perempuan di Sudan Selatan Alami Kekerasan Seksual

PBB menyebut 150 lebih perempuan di Sudan Selatan menjadi korban kekerasan seksual oleh pria berseragam.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Des 2018, 10:03 WIB
Diterbitkan 05 Des 2018, 10:03 WIB
Warga kamp penampungan pengungsi di Bentui, Sudan Selatan, antri untuk mengisi kontainer mereka dengan air, 2 Juli 2014 (AP)
Warga kamp penampungan pengungsi di Bentui, Sudan Selatan, antri untuk mengisi kontainer mereka dengan air, 2 Juli 2014 (AP)

Liputan6.com, Juba - PBB menyatakan lebih dari 150 perempuan dewasa dan anak-anak di Sudan Selatan telah diperkosa atau menjadi sasaran kekerasan seksual bentuk lainnya dalam beberapa hari terakhir ini.

Dikutip dari laman VOA Indonesia, Rabu (5/12/2018) serangan kekerasan seksual tersebut dilakukan oleh lelaki bersenjata dan kebanyakan berseragam, di dekat Bentiu, kota di bagian utara, Sudan Selatan.

Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore, wakil Sekjen PBB urusan kemanusiaan Mark Lowcock, dan Direktur Dana Populasi PBB Natalia Kanem.

Ketiga pejabat itu menyerukan kepada semua pihak berwenang terkait untuk secara terbuka mengecam serangan-serangan seksual dan memastikan mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan tersebut dihadapkan ke pengadilan.

Kelompok bantuan Doctors Without Borders menyatakan pekan lalu bahwa 125 perempuan dewasa dan anak-anak telah mengalami serangan seksual sewaktu sedang berjalan menuju lokasi pembagian makanan di Bentiu, Sudan Selatan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Ada 2.300 Kasus

Ilustrasi Pelecehan Seksual Anak
Ilustrasi kekerasan pada anak. Sumber: Istimewa

Kelompok itu menyatakan para penyerang merampok baju, sepatu, uang dan bahkan kartu ransum bantuan pangan dari para korban.

Menurut pernyataan PBB, sekitar 2.300 kasus kekerasan seksual telah dilaporkan di Sudan Selatan pada semester pertama tahun 2018, dengan mayoritas korban adalah perempuan dewasa dan anak-anak. Lebih dari 20 persen korban adalah anak-anak.

Akan tetapi berbagai lembaga bantuan menyatakan jumlah kasus yang sebenarnya "jauh lebih tinggi," karena kekerasan berdasarkan gender sangat kurang dilaporkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya