Ilmuwan Temukan Ketombe Berusia 125 Tahun, Seperti Apa Bentuknya?

Para peneliti di Bristol, Inggris, menemukan ketombe berusia 125 tahun.

oleh Afra Augesti diperbarui 05 Mar 2019, 21:00 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2019, 21:00 WIB
Ilustrasi Ketombe
Ilustrasi ketombe. (iStockphoto)

Liputan6.com, Dublin - Sebuah studi baru yang diterbitkan di Nature Communications menggambarkan penemuan fosil mirip ketombe berusia 125 juta tahun. Kelemur ini didapatkan pada tubuh dinosaurus yang juga telah membatu.

Temuan tersebut menjelaskan sebuah mekanisme di mana dinosaurus melakukan sesuatu yang hampir universal: berganti kulit.

"Mungkin tidak banyak yang berpikir tentang cara dinosaurus mengganti kulit mereka sebelumnya," kata Mike Benton, seorang profesor paleontologi vertebrata di University of Bristol dan co-author studi baru ini.

Di samping itu juga, menurut Benton, dinosaurus seperti burung, mengelupaskan kulit mereka dalam serpihan kecil. Temuan ini didasarkan pada analisis bulu-bulu dari periode Cretaceous di China, dari tiga spesies dinosaurus yang berbeda yakni Microraptor, Beipiaosaurus, dan Sinornithosaurus.

Selain itu juga dari burung purba Confuciusornis. Benton dan rekan-rekannya telah meneliti spesimen tersebut sejak 2007.

Semua binatang berganti bulu atau kulit, sehingga mereka dapat tumbuh lebih besar dan mampu menghadapi tantangan lingkungan baru, dengan lapisan jaringan luar baru. Sebelum penemuan ini diumumkan, ada kelangkaan dalam memahami cara kulit dinosaurus bekerja dan bagaimana binatang buas berhasil mengganti kulit mereka.

Teori yang paling umum adalah bahwa kulit dinosaurus yang diganti bentuknya seperti ketombe, berkeping-keping dan amat kecil.

Sama seperti pada kerabat modern terdekat mereka, burung dan buaya. Teknik pelepasan seluruh kulit mati yang dilakukan oleh ular dan beberapa kadal tidak sepadan dengan dinosaurus, mengingat bahwa spesies ini lebih terkait jarak.

Tetapi ketika tim ilmuwan menggunakan mikroskop biasa dan elektron dalam riset ini, mereka terus menemukan serpihan berwarna putih aneh yang terletak di seluruh tubuh hewan purba tersebut.

Setelah diselidiki lebih lanjut menggunakan mikroskop ion beam (yang mengungkapkan struktur internal serpihan), kru peneliti mengidentifikasi bintik-bintik tersebut sebagai corneocytes: sel-sel keras yang terdiri dari serat keratin yang dipilin, yang umumnya ditemukan pada burung modern maupun ketombe manusia.

"Sebenarnya, kami menghindari kata ketombe dalam makalah ilmiah ini karena istilah tersebut biasanya diterapkan pada serpihan kulit di antara rambut manusia," kata Benton yang dikutip dari situs Popular Science, Selasa (5/3/2019).

"Tapi ini yang kita ketahui, benda tersebut terperangkap di antara batang bulu di fosil burung dan dinosaurus. Serpihan-serpihan kecil di permukaan kulit, berukuran 1 hingga 2 milimeter," imbuhnya.

Para periset yakin ketombe mungkin berevolusi selama periode Jurassic Tengah, di mana banyak berkembang spesies dinosaurus berbulu.

 

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Terobosan Baru

Pergeseran kutub (4)
Ilustrasi dinosaurus. (Sumber Pixabay)

Sementara itu, detail struktur kulit dari fosil dinosaurus menunjukkan kepada para ilmuwan bahwa spesies yang dipelajari berdarah panas, tetapi tidak sebesar burung modern.

Terbang dapat menghasilkan panas metabolisme dalam jumlah yang sangat besar, dan burung modern menggunakan pelepasan kulit sebagai cara untuk memfasilitasi pendinginan evaporatif.

Sebaliknya, dinosaurus memiliki corneocytes yang lebih padat dan tidak mudah dikelupas, sehingga pendinginan melalui mekanisme ini akan lebih terbatas.

Itu artinya, dinosaurus tersebut mungkin menghasilkan panas yang lebih sedikit selama mereka melayang di udara --jika mereka bisa terbang.

Danny Barta, seorang ahli biologi komparatif di American Museum of Natural History yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menyebut temuan Benton dan kawan-kawannya dianggap merupakan terobosan baru, terutama karena belum ada peneliti yang mengungkapkan dengan jelas mengenai kulit dinosaurus berbulu sebelumnya.

Di masa depan, Benton dan timnya ingin memperluas studi mereka tentang bulu dan kulit pada spesimen dinosaurus lainnya, terutama pada spesies yang lebih dekat hubungannya dengan burung modern.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya