Terkuak, Jam Kerja Panjang Picu Pegawai Badan Antariksa Jepang Bunuh Diri

Seorang pria yang bekerja kontrak pada sebuah proyek untuk Badan Antariksa Jepang (JAXA) bunuh diri pada tahun 2016 karena dia terlalu banyak bekerja, kata pemerintah Jepang.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 05 Apr 2019, 19:40 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2019, 19:40 WIB
Ilustrasi, Karoshi alias praktik jam kerja lembur berlebih yang membahayakan pekerja di Jepang (AFP)
Ilustrasi, Karoshi alias praktik jam kerja lembur berlebih yang membahayakan pekerja di Jepang (AFP)

Liputan6.com, Tokyo - Seorang pria yang bekerja kontrak pada sebuah proyek untuk Badan Antariksa Jepang (JAXA) dilaporkan bunuh diri pada tahun 2016, saat itu disebutkan alasannya karena dia terlalu banyak bekerja. Demikian kata pemerintah Jepang.

Yukinobu Sato, berusia 31 tahun pada saat itu, bekerja sebagai kontraktor pada proyek satelit untuk JAXA dan berada di bawah tekanan kerja yang ekstrem, demikian menurut sebuah tinjauan seperti dikutip dari BBC, Jumat (5/4/2019).

"Dia telah diberi target yang tidak bisa diraih dan bekerja lebih dari 70 jam lembur tidak dibayar dalam sebulan," kata laporan itu menambahkan.

Akibat kasus-kasus kematian semacam itu kian merebak, Jepang telah memperkenalkan undang-undang untuk mencoba mengakhiri siklus kematian akibat jam kerja panjang yang dikenal sebagai Karoshi.

Undang-undang, yang mulai berlaku pekan ini, membatasi kerja lembur hingga 45 jam sebulan dan 360 jam setahun, lapor kantor berita Kyodo.

Perusahaan yang melanggar aturan bisa menghadapi denda hingga 300.000 yen (Rp 38 juta). Diperkirakan ada 200 kematian terkait dengan bekerja berlebihan di Jepang pada tahun 2017.

Seorang pengacara yang mewakili keluarga Sato yang masih hidup mengatakan kontraktor muda itu bekerja shift 16 jam. Dia mengonfirmasi bahwa "karoshi" telah diakui oleh otoritas buruh sebagai penyebab kematian, lapor surat kabar Jepang, Asahi Shimbun.

Perusahaan induk tempat Sato bekerja, Software Consultant, mengatakan kepada surat kabar itu bahwa mereka akan mengambil langkah-langkah untuk mencegah insiden di masa depan, sementara JAXA mengatakan akan menilai situasi untuk melihat apakah ia dapat memperbaiki kebijakannya sendiri.

Fenomena Karoshi

Bendera Jepang (AP/Koji Sasahara)
Ilustrasi Bendera Jepang (AP/Koji Sasahara)

Menurut sebuah survei nasional, seperlima dari angkatan kerja Jepang menghadapi risiko karoshi, mengingat mereka menghabiskan lebih dari 80 jam waktu kerja ekstra setiap bulannya.

Dengan sekitar 2.000 orang per tahun bunuh diri akibat stres terkait pekerjaan, pemerintah Jepang telah mengambil tindakan untuk menangani masalah ini.

Pada 2017, diluncurkan sebuah kampanye yang mendesak para karyawan untuk pulang lebih awal, yakni pada pukul 15.00, pada Jumat terakhir setiap bulannya.

Namun di samping itu fakta lain terkuak bahwa pada Mei 2017 lebih dari 300 perusahaan telah melanggar undang-undang ketenagakerjaan.

Karoshi sendiri disalahkan atas kombinasi komitmen pekerja Jepang terhadap tugas dan meningkatnya persaingan untuk mendapat pekerjaan. Sejak beberapa dekade lalu, budaya lembur dan liburan yang singkat telah menjadi fenomena lazim.

Hasil investigasi pemerintah Jepang mengenai karoshi tahun 2016 mengungkapkan bahwa staf di 12 persen perusahaan di Jepang menjalani lebih dari 100 jam lembur setiap bulannya.

Adapun karyawan di 23 persen perusahaan di Jepang sedikit bernasib lebih baik karena hanya memiliki 80 jam lembur setiap bulannya.

Angka sebenarnya mungkin lebih buruk lagi, mengingat hanya 1.743 dari 10.000 perusahaan di seluruh Jepang yang dilibatkan dalam investigasi tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya