Menarik, Simak Jurus Unik Jepang Kurangi Jam Lembur Karyawan

Langkah seperti membagikan uang tunai dan Jumat Premium, menjadi salah satu cara Jepang mengurangi jam lembur karyawan. Simak ulasannya.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 26 Feb 2017, 12:36 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2017, 12:36 WIB
Jam Kerja Karyawan Jepang yang Kelewat Panjang
Anda mungkin sering mendengar tentang budaya gila kerja masyarakat Jepang. Tapi apa dampaknya dan kebijakan yang diambil?

Liputan6.com, Tokyo - Pemerintah Jepang telah meluncurkan kampanye Premium Friday atau Jumat Premium, mendorong perusahaan-perusahaan untuk membiarkan para pekerja pulang beberapa jam lebih awal pada Jumat terakhir setiap bulan. Langkah tersebut dilakukan agar mereka bisa mengeluarkan uang untuk belanja dan bersantai guna membantu mendongkrak ekonomi.

'Jurus' unik ini juga merupakan bagian dorongan yang lebih luas dari pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe untuk mengurangi jam kerja, menyusul bunuh diri seorang pegawai biro iklan Dentsu -- yang dikukuhkan sebagai "kematian karena terlalu banyak bekerja" -- menyoroti masalah kelebihan lembur yang mengakar di perusahaan-perusahaan Jepang.

"Jam kerja yang berlebihan telah menjadi masalah besar," ujar Etsuko Tsugihara, kepala eksekutif perusahaan kehumasan Sunny Side Up Inc. seperti dikutip dari VOA News, Minggu (26/2/2017).

"Kami sedang mencari cara-cara untuk memperbaiki lingkungan kerja kami ketika pemerintah muncul dengan Premium Friday dan kami merasa itu ide baik."

Sebagai insentif tambahan, ia mengatakan Sunny Side Up akan memberikan para pegawai uang tunai 3.200 yen atau sekitar Rp 380.000 jika mereka pulang sekitar jam 15.00, dengan tujuan meningkatkan produktivitas.

"Dalam industri kreatif seperti kami, inspirasi tidak akan datang hanya dari diam di kantor untuk waktu yang lama. Ambil istirahat sebentar, bernapas di udara terbuka dan lihat hal-hal baru, maka ide-ide akan muncul, dan Anda akan lebih segar ketika kembali hari Senin."

Selain ingin meringankan beban pribadi pekerja, pemerintah juga memikirkan sisi ekonomi.

Ketika jumlah tenaga kerja menciut seiring berkurangnya populasi, pemerintah ingin perusahaan-perusahaan mengurangi jam kerja untuk mendorong lebih banyak perempuan bekerja dan para ayah lebih terlibat dalam mengurus anak. Peningkatan waktu luang juga berarti lebih banyak waktu untuk berhubungan seks untuk mendongkrak tingkat kelahiran.

Pemutaran Lagu 'Gonna Fly Now'

Beberapa perusahaan telah memberlakukan inisiatif itu.

Dengan mengambil ide dari film Rocky, para pegawai kantor pusat Mitsui Home Co akan mendengar lagu "Gonna Fly Now" dari pengeras suara kantor setiap hari pukul 18.00 sebagai tanda bahwa mereka boleh pulang.

Saint-Works Corporation, yang bergerak dalam pengembangan sistem teknologi informasi untuk industri perawatan manula, menyediakan satu hari tanpa lembur setiap bulan. Para pelanggarnya harus memakai jubah ungu yang dihiasi bintang emas.

Yang lainnya, seperti pemerintah kota Tokyo, mematikan semua lampu pada pukul 20.00 agar semua orang pulang. Perusahaan penyewaan Orix Corp berencana memberikan sampai 50.000 yen untuk para pegawai yang mengambil sedikitnya lima hari cuti berturut-turut.

Meski demikian, contoh-contoh tersebut sejauh ini masih merupakan pengecualian di dalam budaya di mana para pekerja dinilai berdasarkan waktu kehadiran di kantor, dan merasakan tekanan untuk tidak pulang sebelum atasan masih ada.

SMBC Nikko Securities memperkirakan baru 6,5 persen pegawai Jepang yang berpartisipasi dalam Premium Friday.

Buku putih pemerintah Jepang yang dirilis Oktober menunjukkan, bahwa hampir seperempat perusahaan memiliki pegawai yang bekerja lebih dari 80 jam lembur dalam seblan -- ambang batas risiko "karoshi" atau kematian akibat terlalu banyak bekerja.

Untuk mengatasi celah dalam undang-undang tenaga kerja, pemerintah Jepang minggu lalu menyerahkan proposal kepada komite reformasi kerja untuk membatasi jam lembur sampai 720 jam per tahun, atau rata-rata 60 jam per bulan.

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya