Anggota Parlemen Sri Lanka Serukan Larangan Burka Demi Setop Terorisme

Seorang anggota Parlemen Sri Lanka serukan larangan mengenakan burka untuk menghentikan ancaman terorisme.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 25 Apr 2019, 10:30 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2019, 10:30 WIB
Ilustrasi wanita mengenakan burka (AFP Photo)
Ilustrasi wanita mengenakan burka (AFP Photo)

Liputan6.com, Kolombo - Salah seorang anggota Parlemen Sri Lanka, Profesor Ashu Marasinghe, menyerukan mosi kepada perwakilan rakyat setempat untuk melarang pemakaian burka, atau pakaian perempuan muslim yang menutupi seluruh tubuh serta wajah, dengan bagian mata ditutup oleh kawat kasa agar dapat melihat.

Dikutip dari Express.co.uk pada Kamis (25/4/2019), Marasinghe mengklaim burka telah digunakan "di seluruh dunia" oleh ekstremis untuk menyembunyikan identitas mereka, dan melakukan tindakan terorisme.

Setelah mengajukan mosi tersebut secara terbuka di hadapan publik Sri Lanka, Marasinghe mengatakan bahwa burka "bukan pakaian tradisional muslim", dan menimbulkan risiko keamanan.

Dalam sebuah surat pernyataan, yang telah dibagikan di Facebook, Marasinghe berkata: "Dengan demikian, mengingat keamanan nasional, saya mengusulkan untuk melarang burka."

Mosi tersebut telah diterima oleh Parlemen Sri Lanka, namun belum ditindaklanjuti karena pemerintah tengah fokus pada penyelidikan serangan teror yang menewaskan lebih dari 350 orang.

Sejauh ini, belum ada laporan tentang sosok yang mengenakan burka sebagi pelaku teror, meski otoritas Sri Lanka mengidentifikasi salah satu bomber sebagai perempuan.

 

 

Sri Lanka Akui Lalai

Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena (AP/Erangga Jayawerdana)
Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena (AP/Erangga Jayawerdana)

Sri Lanka menetapkan hari berkabung nasional pada Selasa 23 April, ketika perdana menteri negara itu, Ranil Wickremesinghe, memperingatkan bahwa pelaku teror masih berkeliaran dengan senjata dan peledak.

Di waktu bersamaan, penyelidikan atas teror bom beruntun itu berlanjut. Menteri pertahanan setempat, Ruwan Wijewardene, mengatakan "kelemahan" dalam aparat keamanan Sri Lanka menyebabkan kegagalan untuk mencegah sembilan pengeboman.

Dia mengatakan: "Saat ini telah ditetapkan bahwa unit intelijen mengetahui sinyal serangan tersebut, dan sekelompok orang yang bertanggung jawab diberitahu tentang serangan yang akan datang."

Di lain pihak, Presiden Sri Lanka, Maithripala Sirisena, telah berjanji akan merombak keamanan negara setelah rangkaian ledakan bom pada hari Minggu.

Pada Selasa malam, Sirisena mengumumkan perubahan pada kepala pasukan pertahanan "dalam waktu 24 jam", demikian seperti dilansir BBC.

Dalam pidato yang disiarkan televisi, Presiden Sirisena mengatakan dia akan merestrukturisasi polisi dan pasukan keamanan sepenuhnya dalam beberapa pekan mendatang.

Mengemukakan apa yang tampaknya sebagai alasan perombakan, Presiden Sirisena mengatakan bahwa laporan peringatan ancaman pra-teror 21 April 2019 lalu tidak dibagikan kepadanya. Oleh karenanya, ia berjanji untuk "mengambil tindakan tegas" terhadap para pejabat.

ISIS Klaim Sebagai Dalang Teror Sri Lanka

Militer Sri Lanka melakukan penyelidikan terhadap lokasi teror bom di Kolombo, Sri Lanka (AFP/Ishara S Kodikara)
Militer Sri Lanka melakukan penyelidikan terhadap lokasi teror bom di Kolombo, Sri Lanka (AFP/Ishara S Kodikara)

Bersamaan dengan pengumuman restrukturisasi otoritas keamanan Sri Lanka, ISIS mengklaim sebagai dalang teror bom bunuh diri beruntun di ibu kota Kolombo.

Klaim itu disampaikan melalui corong media ISIS, Amaq. Namun, kelompok itu tidak memberikan bukti apa pun untuk mendukung klaim mereka. Dan seperti pada berbagai serangan teroris sebelumnya, klaim ISIS kerap bersifat oportunistik untuk mencari sorotan semata.

Kendati demikian, otoritas Sri Lanka sebelumnya telah menduga bahwa organisasi teroris internasional mungkin telah membantu kelompok lokal National Thowheeeth Jamaath (NTJ) dalam melancarkan bom bunuh diri di tiga gereja, empat hotel dan satu rumah di Kolombo dan Batticaloa kemarin lusa.

Kelompok NTJ telah masuk radar Sri Lanka 10 hari sebelum insiden 21 April 2019.

Pejabat Amerika Serikat mendukung dugaan Kolombo bahwa NTJ mungkin dibanntu pihak luar. Sumber-sumber pejabat AS mengatakan kepada CNN bahwa mereka telah mengidentifikasi aktor penting dalam teror bom di Sri Lanka dan untuk sementara menyimpulkan bahwa orang tersebut memiliki koneksi ke organisasi terorisme internasional, termasuk ISIS.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya