Houthi Mulai Hengkang dari Kota Pelabuhan Vital di Yaman

Kelompok pemberontak Houthi di Yaman telah mulai menarik diri dari kota pelabuhan strategis di Hodeidah pada akhir pekan ini.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 12 Mei 2019, 11:57 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2019, 11:57 WIB
Militan Houthi menguasai Hodeidah yang menjadi pelabuhan utama di Yaman (AP Photo)
Militan Houthi menguasai Hodeidah yang menjadi pelabuhan utama di Yaman (AP Photo)

Liputan6.com, Hodeidah - Kelompok pemberontak Houthi di Yaman telah mulai menarik diri dari kota pelabuhan strategis di Hodeidah pada akhir pekan ini. Langkah tersebut menunjukkan aksi nyata pertama sejak perjanjian gencatan senjata dengan tentara pemerintah ditandatangani pada Desember 2018.

Baik pasukan Houthi dan pemerintah sepakat untuk hengkang dari Hodeidah untuk memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan yang vital, demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (12/5/2019).

Rekaman video yang diperoleh BBC menunjukkan pasukan Houthi berangkat dengan truk. Pemindahan ini diperkirakan akan memakan waktu empat hari total.

Kantor berita AFP mengutip juru bicara PBB Farhan Haq, membenarkan bahwa penarikan telah dimulai.

Proses tersebut telah digambarkan oleh utusan khusus PBB untuk Yaman sebagai "langkah pertama".

"Saya berharap begitu, tapi ini proses yang rapuh," kata Utusan PBB untuk Yaman, Martin Griffiths kepada BBC.

"Kami masih memiliki pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan pemerintah Yaman akhirnya senang dengan itu."

Namun, pemerintah Yaman masih tidak percaya dengan Houthi dan menuduh pemberontak melakukan "tipu muslihat".

Al-Hasan Taher, seorang pejabat senior pro-pemerintah, menuduh para pemberontak mengganti diri mereka dengan anggota milisi Houthi lainnya yang mengenakan seragam penjaga pantai dan polisi.

"Ini merupakan upaya untuk melemahkan komunitas internasional," kata Taher kepada wartawan.

Tetapi kelompok Houthi mengatakan "penarikan sepihak" menunjukkan "komitmen untuk mengimplementasikan perjanjian atas Hodeidah dan untuk mencapai perdamaian". Houthi juga meminta PBB untuk menekan semua pihak untuk mematuhi perjanjian.

Setidaknya 6.800 warga sipil tewas dalam perang saudara empat tahun Yaman. Sekitar 10.700 lainnya terluka dalam pertempuran itu, menurut PBB, dan ribuan lainnya telah meninggal karena sebab yang dapat dicegah seperti kekurangan gizi, penyakit dan kesehatan yang buruk.

Kota Paling Vital di Yaman

Milisi pro-pemerintah Yaman yang didukung Koalisi Arab Saudi dalam sebuah operasi untuk memasuki Kota Hodeidah (AFP PHOTO)
Milisi pro-pemerintah Yaman yang didukung Koalisi Arab Saudi dalam sebuah operasi untuk memasuki Kota Hodeidah (AFP PHOTO)

Pelabuhan Hodeidah adalah jalur hidup utama bagi dua pertiga populasi Yaman. Penutupannya telah berdampak buruk pada negara, yang sekarang berada di ambang kelaparan.

Di bawah kesepakatan yang diperantarai oleh PBB pada bulan Desember, pihak-pihak yang bertikai sepakat untuk menarik diri dari kota Hodeidah dan pelabuhan-pelabuhan di Hodeidah, Salif dan Ras Issa.

Penarikan Houthi menandai langkah besar pertama dalam mewujudkan perjanjian gencatan senjata itu.

PBB telah berulang kali mengimbau kedua belah pihak untuk akses ke gudang besar gandum di pelabuhan Hodeidah yang menampung cukup makanan untuk memberi makan 3,7 juta orang selama sebulan.

Pekerja bantuan tidak dapat mencapai gudang selama lima bulan, dan PBB sebelumnya memperingatkan bahwa gandum itu berisiko busuk.

Pasukan pro-pemerintah telah dua kali mencoba merebut pelabuhan, dan menuduh kelompok Houthi menggunakannya untuk menyelundupkan senjata dari Iran. Baik Houthi dan Teheran sama-sama menyangkal tuduhan tersebut.

 

Sekilas Perang Saudara di Yaman

UNHCR Beri Bantuan Pengungsi Korban Perang di Yaman
Warga Yaman mengantre untuk menerima bantuan selimut dan alas tidur dari Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di kota pesisir Hodeidah, Yaman (11/4). (AFP Photo/Abdo Hyder)

Konflik berakar pada kegagalan transisi politik setelah pemberontakan Arab Spring yang memaksa Presiden otoriter lama, Ali Abdullah Saleh, untuk menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abdrabbuh Mansour Hadi, pada tahun 2011.

Gerakan Houthi, yang berperang melawan serangkaian pemberontakan terhadap Saleh selama dekade sebelumnya, mengambil keuntungan dari kelemahan presiden baru untuk mengendalikan jantung utara provinsi Saada dan daerah-daerah tetangga.

Banyak warga Yaman biasa mendukung Houthi, dan pada akhir 2014 dan awal 2015, pemberontak mengambil alih ibukota Sana'a, memaksa Presiden Hadi melarikan diri ke luar negeri.

Khawatir dengan munculnya kelompok yang mereka lihat sebagai wakil Iran, Arab Saudi dan delapan negara Arab lainnya campur tangan dalam upaya untuk mengembalikan pemerintah.

Pembicaraan telah berulang kali macet dan mogok, dan tenggat waktu penarikan telah dilewatkan di tengah ketidaksepakatan tentang siapa yang akan mengendalikan lokasi Hodeidah yang dikosongkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya