Liputan6.com, Sana'a - Sejak pertempuran pecah di Yaman empat tahun lalu, sekitar 7.300 anak-anak telah terbunuh atau terluka parah di negara itu, lapor PBB. Dan sekitar 360.000 lainnya dalam kelompok usia yang sama, menderita kekurangan gizi akut yang kian mengkhawatirkan.
Dikutip dari CBS News pada Jumat (17/5/2019), setengah dari lima juta anak balita di Yaman turut dilaporkan mengalami pertumbuhan yang terhamnbat, dan kabar buruknya, hal itu sulit diubah.
"Dalam konflik apa pun, anak-anak menderita lebih dulu. Dan yang terburuk," kata Henrietta Fore, direktur eksekutif UNICEF, lembaga PBB yang khusus mengurusi isu anak-anak.
Advertisement
Baca Juga
Dalam pidatornya di depan Dewan Keamanan AS pada Rabu 15 Mei, Fore mengatakan bahwa perang mengakibatkan ketersediaan air bersih di Yaman menipis, di mana berdampak pada tingkat dehidrasi yang tinggi pada anak-anak.
"Yaman adalah ujian bagi kemanusiaan kita," kata Fore prihatin. "Dan sekarang, kita gagal dalam ujian ini."
Menurut kepala urusan kemanusiaan AS, Mark Lowcock, sebanyak sepuluh juta orang Yaman kini bergantung pada pangan darurat untuk bertahan hidup, Bantuan makanan tiba di negara itu, tetapi tidak sebanyak yang dibutuhkan, katanya.
"Seratus tiga puluh petugas kemanusiasn bekerja bersama untuk melayani 9,8 juta orang dengan makanan, air, perawatan kesehatan dan bantuan lainnya sejak awal Januari lalu,: kata Lowcock.
Namun dia mengingatkan bahwa situasinya tetap putus asa. "Momok kelaparan masih tampak," katanya pada pertemuan Dewan Keamanan.
Picu Kondisi Putus Asa Berkepanjangan
Pertempuran telah menyebabkan kondisi putus asa berkepanjangan di Yaman.
Pada hari Kamis, pertempuran sengit terjadi di selatan negara itu, di mana pemberontak Houthi berusaha menguasai lebih banyak wilayah, kata menteri hak asasi manusia Yaman kepada kantor berita Associated Press.
Koalisi pimpinan Saudi yang memerangi pemberontak juga melakukan serangan udara di ibukota Yaman, Kamis 16 Mei.
Awal pekan ini, pemberontak mengklaim bahwa mereka menyerang jaringan pipa minyak di Arab Saudi dengan drone.
Berbicara kepada Dewan Keamanan, Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Jonathan Cohen memuji "upaya tak kenal lelah" dari tim relawan, tetapi menggarisbawahi kebuntuan yang membuat frustrasi.
"Dewan ini mengakui tragedi krisis buatan manusia di Yaman setiap kali kita bertemu," katanya mengaku miris.
"Untuk tahun kelima berturut-turut, tragedi itu terus berlangsung. Kami khawatir dunia telah mati rasa terhadap penderitaan tersebut," pungkas Cohen.
Advertisement
Kemajuan Terbatas pada Negosiasi Terkini
Pada pertemuan yang sama, para pemimpin dunia mendengar tentang kemajuan terbatas pada negosiasi terkini, lapor Utusan Khusus AS untuk Yaman, Martin Griffiths.
AS telah merundingkan gencatan senjata dan penarikan pasukan dari pelabuhan Yaman.
Washington juga telah memprakarsai kesepakatan akhir tahun lalu, di mana pihak-pihak yang bertikai duduk bersama di Stockholm, Swedia, membahas penarikan pemberontak Houthi yang didukung Iran dari tiga pelabuhan Yaman.
"Saya berharap kemajuan yang telah kita saksika, dan langkah-langkah selanjutnya yang akan diambil untuk menyaksikan manfaat langsung dari peningkatan bantuan kemanusiaan," kata Griffiths.
"Yaman tetap berada di persimpangan antara perang dan perdamaian," tambahnya.