Liputan6.com, Ras al-Ain - Warga sipil, dengan jumlah diperkirakan mencapai lebih dari 100.000 orang, melarikan diri dari rumah-rumah mereka di Suriah utara yang menjadi pertempuran antara militer Turki dengan milisi Kurdi sejak Rabu 9 Oktober 2019.
Ahmed Naso, yang meninggalkan rumahnya di Ras al-Ain ketika Turki melancarkan serangannya pada hari Rabu, mengatakan serangan udara hari itu "datang entah dari mana" dan bahwa orang-orang "segera mulai mengungsi dari kota dan desa terdekat.
Advertisement
Baca Juga
"Kami tidak ingin perang, kami hanya ingin hidup dalam damai," katanya seperti dilansir Al Jazeera, Minggu (13/10/2019).
"Kami telah melihat perang sebelumnya dan kami terpaksa melarikan diri dari pengeboman sebelumnya."
Bersama dengan istri dan tiga anaknya, pria berusia 56 tahun itu mengatakan ia tinggal bersama kerabat di lingkungan Salhiyeh di Hassakeh, sekitar 40 km dari Ras al-Ain, dan tidak yakin apakah mereka akan kembali ke rumah mereka.
PBB: 100.000 Orang Eksodus
PBB mengatakan bahwa 100.000 warga sipil telah mengungsi sejak Rabu. Sebagian besar terpaksa mengungsi dari kota perbatasan Ras al-Ain dan Tel Abyad, yang telah menanggung beban serangan udara dan darat militer Turki, serta dari kontak senjata di desa-desa di antara mereka. Sekitar 70.000 dari mereka yang telah meninggalkan rumah mereka sejauh ini melarikan diri ke Hassakeh dan distrik timurnya.
Sementara itu, lebih dari 11.000 orang telah tiba di kota Tal Tamr, menurut angka terakhir yang dikumpulkan oleh para organisasi kemanusiaan di daerah tersebut.
Ankara mengatakan ofensifnya ditujukan untuk mengusir para pejuang Kurdi dari daerah yang dekat dengan perbatasannya. Ia juga mengatakan bahwa pihaknya ingin membangun apa yang disebut "zona aman (buffer zone)" di sisi perbatasan Suriah di mana jutaan pengungsi yang tinggal di Turki dapat dimukimkan kembali.
Operasi pimpinan Turki melawan Pasukan Demokrat Suriah (SDF), sebuah koalisi pemberontak yang dipimpin oleh Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG), diluncurkan segera setelah Amerika Serikat mengumumkan menarik pasukannya dari wilayah timur laut dan utara Suriah itu.
SDF, yang mempelopori kampanye pimpinan AS melawan ISIS, menggambarkan penarikan Washington sebagai "tikaman di belakang" tetapi berjanji untuk "mempertahankan tanah kami dengan segala cara".
Ankara menganggap YPG sebagai perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang. Uni Eropa dan Amerika Serikat, yang keduanya menganggap PKK sebagai organisasi "teroris", telah mendesak Turki untuk menahan diri, tetapi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah bersumpah untuk tidak mundur dari operasi yang sedang berlangsung.
Simak video pilihan berikut:
Situasi Mengkhawatirkan Para Pengungsi Domestik
Beberapa dari mereka yang telah melarikan diri ke Hassakeh takut bahwa kota itu, yang sudah dihuni oleh 140.000 orang yang mengungsi di dalam negeri (internally displaced person), mungkin tidak dapat mengakomodasi gelombang masuk warga sipil terbaru.
"Erdogan telah berbicara tentang wilayah ini selama bertahun-tahun, kami tidak mengira dia akan bertindak begitu tiba-tiba," Suwar al-Issa, yang melarikan diri bersama istri dan putranya dari Ras al-Ain, mengatakan.
"Ribuan keluarga pergi dan daerah itu berada di ambang bencana kemanusiaan," kata pria berusia 26 tahun itu kepada Al Jazeera melalui telepon dari distrik al-Aziziya di Hassakeh.
"Jika situasi ini berlanjut, ribuan lainnya akan berdatangan, tetapi Hassakeh hanya bisa menerima begitu banyak," katanya.
Ada hampir lima juta orang di wilayah timur laut, termasuk ratusan ribu warga Suriah yang mengungsi di dalam negeri yang melarikan diri dari serangan pimpinan pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad di bagian lain di negara yang dilanda perang saudara, menurut pejabat setempat.
Populasi orang Arab, Kurdi, Turkmens, serta Kristen Suriah dengan cepat menawarkan bantuan kepada mereka yang melarikan diri dari daerah perbatasan yang diguncang perang Turki - Kurdi.
Sementara itu, LSM internasional dan organisasi bantuan lainnya memiliki akses terbatas ke sebagian besar wilayah lokasi pengungsian dalam negeri yang terkena dampak, menurut aktivis di kota Qamishli.
Salah satu LSM di lapangan mengatakan orang-orang terus berdatangan di Hassakeh, terutama di pinggiran kota.
"Situasi di sini cukup tegang ... Ada banyak orang datang," Verena Lauble dari Cadus, sebuah organisasi bantuan independen, mengatakan kepada Al Jazeera.
"Masyarakat setempat membantu mempersiapkan sekolah - mereka menyiapkan selimut dan barang-barang non-makanan," kata Lauble.
"Mereka juga sedang berusaha menyiapkan dapur, mengantarkan air dan makanan, untuk mendukung orang-orang yang masuk," katanya, seraya menambahkan bahwa rumah sakit juga sedang bersiap menerima korban.
Advertisement