Liputan6.com, Jakarta - Diskriminasi tidak menjadi penghambat dalam melakukan aksi untuk perubahan dunia bagi sebagian orang. Meski menjadi bagian dari minoritas di sebuah wilayah, seseorang tetap bisa berbuat demi perubahan.
Contohnya adalah perempuan Muslim yang tidak terhalang oleh diskriminasi. Meski kerap terhalang berbagai aturan, mereka mampu unjuk gigi melakukan aksi perubahan bagi dunia.
Advertisement
Berikut ini lima perempuan Muslim yang masuk dalam daftar 100 perempuan paling berpengaruh di dunia tahun 2019 versi BBC, yang dikutip Kamis (17/10/2019):
Â
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Pilihan Video di Bawah Ini:
1. Kimiya Alizadeh dari Iran
Pada tahun 2016, Kimiya menjadi wanita Iran pertama yang memenangkan medali di Olimpiade sejak negara itu mulai bersaing pada tahun 1948.
Sebagai atlet taekwondo, Kimiya dikenal sebagai gadis dan wanita Iran untuk mendorong batas-batas kebebasan pribadi oleh Koran Financial Times asal Inggris.
Wanita berusia 21 tahun ini sekarang berlatih tiga kali sehari untuk mencari kualifikasi untuk Tokyo 2020, di mana ia berharap bisa menginspirasi generasi berikutnya wanita Iran dalam seni bela diri.
Di Iran, atlet wanita menghadapi tantangan yang berbeda. Tetapi saya berharap dalam menghadapi semua kesulitan tak pernah menyerah.
Advertisement
2. Marwa Al-Sabouni
Ketika perang terjadi di Homs, kota kelahiran arsitek Marwa Al-Sabouni di Suriah, dia menolak untuk pergi.
Dia kemudian menulis buku yang mendokumentasikan kejadian saat ini, dan telah merencanakan untuk membangun kembali distrik Baba Amr yang hancur, dengan cara yang akan menyatukan berbagai kelas dan kelompok etnis.
Dia mengelola satu-satunya situs web dunia yang didedikasikan untuk berita arsitektur dalam bahasa Arab, dan telah menerima penghargaan Pangeran Claus, atas "pencapaian luar biasa para visioner di garis depan budaya dan pembangunan".
"Tanpa rumah, tidak akan ada masa depan. Harapan saya adalah kita dapat meningkatkan kesadaran untuk membangun tempat bagi orang-orang di mana mereka dapat benar-benar merasa tinggal. Banyak masalah di zaman kita yang akan berkurang jika mulai diselesaikan dengan sebuah tindakan," demikian kutipan Marwa melalui BBC.
3. Rida Al Tubuly
Rida Al Tubuly adalah salah satu dari banyak wanita yang mendorong kesetaraan gender, tetapi dia melakukannya langsung dari medan perang. Organisasinya, Together We Build It, mendorong keterlibatan perempuan dalam menyelesaikan konflik Libya.
Pada 2018, ia mengatakan kepada Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa bahwa pertemuan tingkat tinggi PBB tentang masa depan Libya gagal untuk memasukkan keterlibatan perempuan.
"Masa depan wanita adalah sekarang, bukan besok dan bukan lusa. Saya mengkampanyekan perdamaian di semua tingkatan, dan saya yakin bahwa wanita dapat segera mengubah status quo di bidang yang secara historis diperuntukkan bagi pria, seperti pembangunan perdamaian dan mediasi konflik," demikian kutipan Rida melalui BBC.
Advertisement
4. Zarifa Ghafari
Pada usia 26, Zarifa Ghafari adalah wali kota wanita pertama Afghanistan. Presiden negara itu menunjuk walikota Maidan Wardag, di mana dukungan untuk Taliban tersebar luas.
Dia menerima tantangan itu, meskipun terlalu berbahaya baginya untuk tinggal di sana.
Dalam menghadapi kesulitan ini, dia turun ke jalan dengan kantong sampah gratis sebagai bagian dari inisiatif untuk membersihkan kota, dan mengatakan tujuannya untuk membuat orang percaya pada kekuatan perempuan.
"Saya wali kota perempuan pertama untuk provinsi yang dilanda perang ini, tetapi saya tidak ingin menjadi satu-satunya selamanya. Saya berharap ada lebih banyak wanita yang bekerja bersama saya di pemerintahan lokal dan departemen terkemuka dan saya mencoba untuk membuat ini menjadi kenyataan bagi wanita Afghanistan lainnya," demikian kutipan Zarifa melalui BBC.
5. Jawahir Roble dari Somalia
Jawahir Roble adalah wasit Muslim pertama, berkulit hitam, wanita, berjilbab.
Setelah datang ke Inggris dari Somalia pada usia sepuluh tahun, ia menemukan hasrat untuk olahraga yang menjadikannya sebagai seorang wasit. Dia sekarang mempelajari pelatihan dan manajemen sepakbola, berharap untuk menyelesaikan gelarnya di tahun 2020.
"Saya memiliki dua mimpi: satu hari untuk menjadi wasit di Final Piala Dunia Wanita dan mengharapan sebanyak mungkin gadis untuk bermain sepakbola. Saya mendesak lebih banyak wanita untuk berpartisipasi dan mau menjadi seorang wasit," demikian kutipan Roble melalui BBC.
Advertisement