Perang Suriah di Idlib Kian Ofensif, Lebih dari 235 Ribu Warga Terpaksa Melarikan Diri

Pemerintah Suriah bertindak semakin ofensif di wilayah Idlib. Akibatnya, banyak warga sipil yang harus melarikan diri dari rumah mereka.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 28 Des 2019, 11:06 WIB
Diterbitkan 28 Des 2019, 11:06 WIB
Warga Suriah berjalan di jalan yang tertutup salju di kota Maaret al-Numan, di provinsi utara Idlib, Suriah, pada 21 Desember 2016 (AFP Photo)
Warga Suriah berjalan di jalan yang tertutup salju di kota Maaret al-Numan, di provinsi utara Idlib, Suriah, pada 21 Desember 2016 (AFP Photo)

Liputan6.com, Idlib - PBB melaporkan bahwa ada lebih dari 235.000 orang yang melarikan diri dari Provinsi Idlib, yang kini dikuasai oleh kelompok militan yang memberontak pemerintah Suriah. 

Dikutip dari BBC, Sabtu (28/12/2019), pasukan pemerintah meningkatkan tindakan ofensif mereka sejak 12 hingga 25 Desember. Pertempuran pun menjadi semakin intensif. 

Provinsi Idlib, barat laut Suriah merupakan wilayah utama terakhir yang berada di bawah kekuasaan pemberontak penentang Presiden Bashar al-Assad. 

Pemerintah Suriah yang mendapat dukungan dari Rusia terus membombardir Idlib sejak akhir November. 

Dari laporan badan kemanusiaan PBB, peningkatan serangan udara dan pertempuran darat sudah terjadi sejak pertengahan Desember. Hal itu lah yang mempercepat perpindaha warga sipil dari daerah tersebut. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kota Menjadi Hampir Kosong

Pasukan Suriah Gempur Idlib, 23 Orang Tewas
Asap mengepul setelah serangan udara pemerintah Suriah di Distrik Maaret al-Numan, Provinsi Idlib, Rabu (18/12/2019). Serangan udara dan penembakan tersebut telah menewaskan 23 warga sipil, termasuk anak-anak. (Abdulaziz KETAZ/AFP)

Puluhan ribu keluarga, termasuk mereka yang sudah terlantar beberapa kali selama perang saudara, telah pergi menuju ke utara dengan truk dan mobil pribadi.

Serangan pemerintah tersebut telah membuat kota Maarat al-Numan dan wilayah terdekat di Idlib selatan menjadi "hampir kosong."

Sebagian besar warga sipil yang mengungsi, pindah ke kota-kota dan kamp-kamp pengungsi di daerah utara Idlib dan provinsi Aleppo yang jaraknya berdekatan.

"Banyak yang melarikan diri dan sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan, terutama tempat tinggal, makanan, kesehatan, bantuan non-makanan dan bantuan untuk musim dingin," lapor PBB.

Tetapi proses eksodus juga terhambat oleh kelangkaan bahan bakar dan fakta bahwa beberapa pengemudi tidak mau mengambil risiko dibom ketika mereka mengemudi.

Ribuan keluarga lainnya  "takut bergerak, takut risiko serangan udara dan penembakan di sepanjang rute", kata PBB.

 

Serangan Pemerintah Terus Menerus

Pasukan Suriah Gempur Idlib, 23 Orang Tewas
Warga mengendarai sepeda motor melewati lokasi pemboman pemerintah Suriah di Desa Maasaran, Distrik Maaret al-Numan, Provinsi Idlib, Selasa (17/12/2019). Provinsi Idlib didominasi oleh militan yang terkait dengan Al Qaeda. (Omar HAJ KADOUR/AFP)

Gencatan senjata yang dinegosiasikan oleh Rusia, yang kampanye militernya untuk mendukung Assad telah mengubah gelombang perang saudara menjadi kemenangannya. Sedangkan Turki, yang mendukung oposisi, menghentikan serangan pemerintah terhadap Idlib pada bulan Agustus.

Tetapi pertempuran terus berlanjut secara sporadis ketika Presiden Assad berusaha untuk merebut kembali kendali atas Suriah dari para pejuang pemberontak serta kelompok militan. 

Pada bulan September, Kantor PBB untuk Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengatakan telah memverifikasi lebih dari 1.000 korban sipil di Suriah barat laut sejak April sebagai akibat dari permusuhan antara pasukan pro-pemerintah dan pasukan oposisi.

Pada hari Kamis, 26 Desember 2019, Presiden AS Donald Trump mendesak Rusia, Suriah dan Iran untuk menghentikan kekerasan di Idlib.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya