Liputan6.com, Washington D.C. - Aksi Ketua DPR AS Nancy Pelosi membuat geger pengamat politik seluruh dunia. Begitu Presiden Donald Trump selesai memberi pidato kenegaraan, Pelosi langsung dengan puas menyobek-nyobek pidato Trump.
Manuver dramatis Nancy Pelosi sayangnya dituding sebagai pelanggaran etika DPR bahkan berpotensi melanggar hukum. Alasannya, pidato Presiden Donald Trump dinilai masuk kategori dokumen negara.
Advertisement
Baca Juga
Kasus ini disorot oleh anggota DPR Partai Republik, yaitu Matt Gaetz. Ia mengatakan aksi Nancy Pelosi sangat ofensif dan melanggar klausa 1 dan 2 dari Aturan DPR Pasal XXIII.
Klausa I mengharuskan anggota DPR AS yang menunjukan kredibilitas DPR. Klausa II menyebut para anggota DPR harus patuh pada aturan-aturan yang ada.
"Tingkah Pelosi tidaklah 'mencerminkan kredibilitasnya di DPR' maupun mengikuti 'semangat dan kepatuhan Aturan DPR. Tingkahnya malah dengan buruk mencerminkan kepemimpinannya di DPR dan DPR seceara keseluruhan," tulis Gaetz dalam surat keluhannya di Komite Etika DPR.
Surat itu ia kirim pada 5 Februari 2020 dan turut disebar di Twitter.
Lebih lanjut, Nancy Pelosi disebut melanggar hukum AS bahwa terkait pelarangan merusak, memusnahkan, atau menghancurkan arsip negara seperti catatan atau dokumentasi yang diberikan kepada kantor pemerintah AS. Pidato Presiden Donald Trump dinilai Gaetz termasuk pada kategori tersebut.
"Tak perlu dipertanyakan lagi bahwa Ketua DPR Pelosi 'merusak, memusnahkan, atau menghancurkan' salinan dari pidato presiden yang diberikan padanya pada malam itu," ujar Gaetz.
Ia pun mengingatkan bahwa tidak ada siapapun yang di atas hukum, dan meminta Komite Etika DPR menginvestigasi kasus Nancy Pelosi ini secara menyeluruh.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Trump Selamat dari Pemakzulan
Nancy Pelosi juga sosok yang mengetuk pemakzulan Presiden Donald Trump. Upaya itu gagal.
Para senator Amerika Serikat (AS) memutuskan bahwa Presiden Donald Trump tidak bersalah dalam sidang pemakzulan. Trump tak terbukti melanggar pasal penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan obstruksi keadilan (obstruction of justice).
Dilaporkan NBC News, Kamis (6/2/2020), anggota Senat pro-Trump menang dengan perolehan suara 52-48 terkait tuduhan abuse of power. Hampir seluruh Partai Republik kompak mendukung Trump, kecuali Senator Mitt Romney dari negara bagian Utah.
Pada tuduhan kedua, para senator pro-Trump juga menang dengan perolehan 53-47. Hakim Ketua John Roberts pun mengumumkan hasilnya.
"Maka diperintahkan dan diputuskan bahwa Donald John Trump dengan ini dibebaskan dari tuduhan-tuduhan di pasal-pasal tersebut," ujar Roberts.
Sedari awal, proses pemakzulan Presiden Donald Trump sudah tampak sia-sia, sebab senat dikuasai Partai Republik yang pro-Trump. Inisiatif pemakzulan ini pun berasal dari DPR yang dikuasai Partai Demokrat.
Anggota kuasa hukum Donald Trump, yakni Alan Dershowitz menegaskan tuduhan seperti abuse of power bersifat politik.
"Abuse of power adalah tuduhan yang dengan mudah bisa digunakan oleh musuh politik terhadap presiden yang kontroversial. Dalam sejarah panjang kita banyak presiden yang telah dituduh melakukan abuse of power," ujar Dershowitz yang merupakan pakar hukum konstitusi dan profesor emeritus Universitas Harvard.
Sebelum Donald Trump, beberapa presiden fenomenal yang pernah dituding melakukan abuse of power adalah Presiden Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, Woodrow Wilson, Theodore dan Franklin Roosevelt, Ronald Reagan, presiden pertama AS George Washington, dan banyak presiden lainnya.
Presiden Donald Trump pun menyambut positif keputusan ini dan memposting sebuah twit candaan bahwa ia siap menjadi presiden selamanya.
Advertisement