Kekurangan Sabun dan Air Bersih, Bagaimana Korut Hadapi Corona COVID-19?

Fasilitas kesehatan Korea Utara kurang memadai untuk melawan Virus Corona (COVID-19). Mereka kekurangan sabun dan air bersih.

diperbarui 30 Apr 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2020, 18:00 WIB
Korea Utara Tembakkan Rudal Balistik di Tengah Pandemi COVID-19
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengawasi kompetisi penembakan artileri di Korea Utara, Jumat (20/3/2020). Korea Utara menembakkan dua rudal balistik jarak pendek ketika dunia menghadapi pandemi virus corona COVID-19. (Korean Central News Agency/Korea News Service via AP)

Pyongyang - Korea Utara mengaku tidak memiliki kasus Virus Corona (COVID-19) meski negara mereka berbatasan langsung dengan China. Berbagai pertanyaan pun muncul, terutama mengingat fasilitas medis Korut yang kekurangan air bersih dan sabun. 

Dilaporkan ABC Australia, Kamis (30/4/2020), media milik pemerintah Korea Utara mengklaim pemerintah Ki Jong-un berhasil menangangi COVID-19, karena sejauh ini tidak sama sekali mencatat adanya kasus corona. Pakar kesehatan tidak langsung percaya. 

"Saya curiga mengenai angka nol itu," kata W Courtland Robinson, asisten profesor di Johns Hopkins University di Amerika Serikat kepada ABC.

Katharina Zellwegger, pakar kesehatan dari Stanford University di Amerika Serikat, mengatakan sebelum wabah virus corona, Korea Utara sudah mengalami berbagai masalah kesehatan, termasuk layanan kesehatan.

"Layanan kesehatan di sana, menurut pendapat saya, sudah ditelantarkan oleh organisasi bantuan internasional, hanya beberapa saja yang bekerja di sektor ini," kata Katharina. 

Courtland Robinson dari Johns Hopkins University mengatakan banyak rumah sakit bahkan tidak memiliki akses untuk mendapatkan bahan bakar ataupun air bersih, sementara peralatan canggih "tidak berfungsi atau tidak tersedia."

"Infrastruktur kesehatan publik lemah dan sudah tidak mendapat pendanaan memadai selama puluhan tahun."

Media Korea Utara yang dikontrol pemerintah mengatakan sejauh ini tidak ada kasus Virus Corona.

Wartawan senior Jean H Lee, yang pernah menjadi kepala biro kantor berita AP di Pyongyang, mengatakan penting sekali untuk selalu mempertanyakan berita yang disampaikan media di Korea Utara.

Menurutnya, banyak warga asing yang tinggal di Korea Utara sudah meninggalkan negeri itu, sehingga susah untuk menemukan sumber independen mengenai keadaan di sana.

"Kita tidak akan tahu berapa warga Korea Utara yang meninggal karena COVID-19, namun yang kita tahu sebagian besar penduduk di sana sangatlah rentan," kata Jean.

Selama dia meliput di sana, Jean H Lee mengunjungi banyak fasilitas kesehatan, mulai dari rumah sakit terbaik di Pyongyang sampai dengan klinik lokal yang dijalankan oleh perempuan. Ia berkata sulit mengatasi Virus Corona di Korut.

"Bayangkan betapa susahnya bagi mereka menghadapi pandemi seperti COVID-19."

Walau fasilitas kesehatan tampak bersih, mereka sering kali tidak memiliki air bersih, listrik dan bahkan sabun.

"Lupakan soal ventilator, mereka bahkan tidak memiliki sabun atau hand sanitizer."

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Kekurangan Air Bersih

Gaya Kim Jong-un Saat Naik Kuda Putih Menyusuri Gunung Salju
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menunggangi kuda putih saat salju yang turun di gunung Paektu (16/10/2019). Kim Jong-un tampil mengenakan kaca mata dengan mantel tebal berwarna coklat. (Photo by STR/KCNA VIA KNS/AFP)

Katharina Zellwegger, pakar kesehatan dari Stanford University di Amerika Serikat, mengatakan sebelum wabah virus corona, Korea Utara sudah mengalami berbagai masalah kesehatan, termasuk layanan kesehatan.

"Layanan kesehatan di sana, menurut pendapat saya, sudah ditelantarkan oleh organisasi bantuan internasional, hanya beberapa saja yang bekerja di sektor ini," kata Katharina. 

Courtland Robinson dari Johns Hopkins University mengatakan banyak rumah sakit bahkan tidak memiliki akses untuk mendapatkan bahan bakar ataupun air bersih, sementara peralatan canggih "tidak berfungsi atau tidak tersedia."

"Infrastruktur kesehatan publik lemah dan sudah tidak mendapat pendanaan memadai selama puluhan tahun." 

 

Steve Chung, peneliti politik dan budaya Korea di University of Hong Kong, mengatakan kepada ABC jika fasilitas medis di Korea Utara sangat tertinggal dibandingkan negara-negara maju.

"Rumah sakit terbaik di Korea Utara mungkin 30-50 tahun tertinggal dibandingkan di negara Barat dan itu masih perkiraan yang terbaik," kata Steve.

Dia mengatakan obat-obatan dan cairan pembersih diseludupkan dari China ke Korea Utara, karena pasokan barang-barang seperti ini tidak pernah cukup, selain juga akibat kurangnya informasi kesehatan publik yang disampaikan pemerintah.

Dr Jie Chen dari University of Western Australia mengatakan Korea Utara tampaknya bertekad untuk "tidak kalah menghadapi COVID-19" dan itulah alasan sebenarnya mengapa negeri itu cepat bertindak.

"Korea Utara memiliki salah satu sistem pelayanan kesehatan terburuk di dunia, sanksi PBB pun membuat negeri itu hampir tidak mendapat bantuan internasional selama pandemi." kata Dr Chen.

Tutup Perbatasan dengan China

Kim Jong-un Temui Presiden China
Kim Jong Un didampingi istrinya, Ri Sol Ju, bertemu Presiden China Xi Jinping. (Ju Peng/Xinhua via AP)

Korea Utara mengejutkan banyak pihak ketika memutuskan menutup perbatasannya dengan China pada tanggal 22 Januari lalu.

Warga dari daratan China sudah lama menjadi turis terbanyak ke Korea Utara, yang juga menjadi sumber pendapatan terpenting saat negaranya mendapat sanksi internasional.

Namun sejak pandemi COVID-19, perjalanan di dalam negeri dibatasi, dengan warga asing dan warga setempat yang baru pulang dari luar negeri harus menjalani karantina ketat.

Tempat-tempat umum, termasuk sekolah dan toko-toko ditutup, penggunaan masker diwajibkan, warga, baik muda atau lanjut usia, diminta tinggal di rumah.

Namun dengan keputusan cepat seperti ini, pengamat seperti Courtland justru mengatakan aspek kesehatan lain yang dilakukan Korea Utara masih belum jelas.

"Tidak ada bukti nyata mengenai kebijakan social distancing, atau juga tes besar-besaran ataupun pelacakan terhadap mereka yang terjangkit," katanya.

Jie Chen, peneliti masalah internasional di University of Western Australia mengatakan pemahaman Korea Utara soal sistem propaganda di China dan kesamaan sistem politik antara kedua negara memainkan peranan.

"Korea Utara sangat khawatir di masa-masa awal karena pemimpin mereka mengerti betul bagaimana rezim otoriter bekerja," kata Dr Chen.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya