Angka Kasus Menurun, 6 Negara Ini Dibayangi Gelombang Kedua Virus Corona COVID-19

Daftar negara-negara yang dibayangi gelombang kedua dari Virus Corona COVID-19.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 28 Mei 2020, 21:00 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2020, 21:00 WIB
Jakarta Menuju Kenormalan Baru
Pejalan kaki menggunakan masker di trotoar Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (27/5/2020). Pemerintah akan mengerahkan personel TNI/Polri guna memastikan masyarakat menerapkan protokol kesehatan diantaranya menggunakan masker, jaga jarak, dan hindari kerumunan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Banyak negara telah mengalami penurunan angka kasus baru Virus Corona COVID-19. 

Melihat kemajuan tersebut, pemerintah di banyak negara pun telah melonggarkan aturan pembatasan dan berangsur-angsur mulai mengembalikan sistem kehidupan seperti semula.

Pusat perbelanjaan, tempat ibadah hingga sekolah di sejumlah negara pun kini mulai dibuka kembali. 

Namun, hal tersebut dikhawatirkan bisa memicu adanya gelombang kedua pandemi Virus Corona COVID-19 yang diduga akan lebih parah dari sebelumnya. 

Mengutip berbagai sumber, berikut adalah 6 negara yang mengalami penurunan kasus namun dibayangi oleh kemunculan gelombang kedua Virus Corona COVID-19:

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

1. Jepang

Jam Sibuk Jepang
Sebuah lorong stasiun dipenuhi oleh para penumpang yang menggunakan masker selama jam sibuk di Tokyo, Selasa (26/5/2020). Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mencabut keadaan darurat pandemi virus corona di Tokyo dan empat wilayah lainnya pada Senin (25/5). (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Gelombang kedua infeksi Virus Corona COVID-19 diyakini akan melanda Jepang meskipun negara itu telah berhasil mencegah penyebaran COVID-19 yang eksplosif. Hal itu diyakini Kenji Shibuya, seorang profesor di sebuah lembaga Inggris.

Kenji Shibuya, direktur Institute for Population Health di King's College London, memperingatkan rasa puas yang dialami Jepang setelah dinilai mampu mencegah ledakan pandemi pada skala yang terlihat di banyak negara Barat, seperti mengutip Japan Times, Rabu (20/5/2020). 

"Akan berbahaya memiliki kesan seperti itu ketika gelombang infeksi (Virus Corona) berikutnya datang," katanya. 

"Pertarungan melawan virus ini benar-benar pertempuran jangka panjang, dan ini hanya akhir dari inning pertama," katanya sambil menggunakan metafora bisbol. 

Shibuya memuji langkah pemerintah untuk menahan kelompok infeksi selama tahap awal wabah Virus Corona COVID-19. 

Dia juga mengatakan upaya publik untuk tetap di rumah dan pernyataan pemerintah tentang keadaan darurat segera setelah angka infeksi mulai meningkat secara eksponensial telah membantu mencegah ledakan penyebaran Virus Corona.

"Kebiasaan Jepang seperti menggunakan masker dan tidak banyak berjabatan tangan mungkin juga berhasil secara positif, tetapi juga penting untuk melakukan physical distancing," katanya.

Shibuya menekankan bahwa sangat penting untuk membangun sistem medis yang dapat menahan lonjakan jumlah pasien dan memperkuat pemantauan tren infeksi dengan menguji lebih banyak orang terhadap virus tersebut. 

"Meskipun Jepang mampu melalui masa terberat pandemi, sistem medis dan pengujiannya tidak cukup," katanya. 

"Sementara menginvestasikan sumber daya dalam pengujian pasien yang sakit parah itu sendiri benar, masalah terbesar dengan penyakit ini adalah bahwa mereka dengan gejala ringan atau tanpa gejala menularkannya kepada orang lain tanpa menyadarinya," jelasnya lebih lanjut. 

Dia menekankan perlunya beralih ke rezim pengujian lebih banyak orang, mengidentifikasi pasien yang terinfeksi dan mengisolasi mereka.

Shibuya juga meminta perusahaan untuk bekerja sama dengan meminta karyawan menjalani tes secara berkala terhadap virus tersebut.

"Itu akan mungkin untuk mengambil tes di rumah menggunakan sampel air liur," katanya.

2. China

FOTO: Corona Mereda, Kota Terlarang China Kembali Dibuka
Pengunjung mengenakan masker saat berswafoto di Kota Terlarang, Beijing, China, Jumat (1/5/2020). Kota Terlarang kembali dibuka setelah ditutup lebih dari tiga bulan karena pandemi virus corona COVID-19. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Sebuah klaster baru muncul kembali pada di kota Wuhan, tempat pandemi pertama kali muncul, sementara kota Shulan di timur laut ditempatkan di bawah penguncian pada hari Minggu setelah wabah lain muncul.

China melaporkan tidak ada infeksi COVID-19 domestik baru pada hari Selasa 12 Mei, setelah dua hari berturut-turut peningkatan dua digit memicu kekhawatiran gelombang kedua infeksi.

China sebagian besar telah mengendalikan virus itu, tetapi tetap gelisah, takut gelombang kedua dapat merusak upayanya untuk membuat ekonomi kembali bangkit dan berjalan.

3. Korea Selatan

Rutinitas Baru Pelajar SMA di Korea Pasca Pandemi Covid-19
Siswa senior makan siang di meja yang dilengkapi dengan pembatas plastik untuk mencegah penyebaran virus corona baru di kafetaria di Jeonmin High School di Daejeon, Korea Selatan, Rabu, (20/5/2020). (Kim Jun-beom/Yonhap via AP)

Pada 10 Mei 2020, pihak berwenang Korea Selatan mengungkap ada 34 kasus infeksi COVID-19 baru. Mereka mengatakan temuan ini terkait dengan beberapa kasus dari beberapa klub malam dan bar.

Ada 24 kasus baru yang berasal dari lingkungan Itaewon, Seoul. Pejabat kesehatan setempat mengatakan, hal ini terjadi usai seorang pria 29 tahun yang positif COVID-19 mengunjungi lima klub malam dan bar di distrik komersial tersebut.

Kejadian ini dilaporkan sebagai kasus baru tertinggi setelah beberapa pekan terakhir, Korea Selatan menyatakan adanya penurunan angka COVID-19. Otoritas kesehatan setempat bahkan sempat mengabarkan nihilnya kasus transmisi lokal.

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in kembali mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap gelombang baru COVID-19 di negara tersebut. Dia meminta warga tidak menurunkan pertahanan mereka.

"Klaster infeksi, yang baru-baru ini terjadi di fasilitas hiburan, telah meningkatkan kesadaran bahkan selama fase stabilitasi, situasi serupa bisa muncul lagi kapan saja, di mana saja, di ruang tertutup yang penuh sesak," kata Moon Jae-in seperti dikutip dari Fox News.

Dia menambahkan, meskipun tidak boleh menurunkan kewaspadaan, masyarakat juga tidak boleh diam dalam ketakutan. Moon Jae-in juga memperingatkan adanya gelombang kedua yang mungkin muncul di akhir tahun.

"Ini belum berakhir sampai ini selesai," ujarnya.

4. Amerika Serikat

FOTO: Kasus Corona di Amerika Serikat Tembus 1 Juta
Patung The Fearless Girl yang dipasangi masker terlihat di depan Bursa Efek New York selama pandemi COVID-19 di New York, Amerika Serikat, Senin (27/4/2020). Menurut Center for Systems Science and Engineering di Universitas Johns Hopkins, kasus COVID-19 di AS melampaui 1 juta. (Xinhua/Michael Nagle)

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) memperingatkan adanya ancaman gelombang kedua penyebaran Virus Corona COVID-19 di Amerika Serikat. Ancaman itu diprediksi lebih mengerikan dari sebaran COVID-19 gelombang pertama karena terjadi pada musim dingin yang bertepatan dengan dimulainya musim penyakit flu. 

Direktur CDC Robert Redfield mengatakan kepada Washington Post, "Ada kemungkinan bahwa serangan virus di AS pada musim dingin mendatang sebenarnya akan lebih sulit daripada yang baru saja kita lalui."

Ketika pandemi saat ini sedang berada di ujungnya, seperti yang ditunjukkan dengan penurunan baru-baru ini dalam tingkat rawat inap dan indikator lainnya, pihak berwenang perlu mempersiapkan kemungkinan kebangkitan Virus Corona di bulan-bulan mendatang.

Robert mengatakan, epidemi flu dan Virus Corona akan dialami pada saat yang bersamaan, dan kombinasi itu akan membuat tekanan yang lebih besar pada sistem perawatan kesehatan negara daripada gelombang pertama, seperti dikutip dari Channel News Asia.

Robert Redfield menekankan pentingnya seseorang untuk terus mempraktikkan jarak fisik antara satu sama lain, bahkan ketika lockdown secara bertahap berkurang. 

Pada saat yang sama, otoritas kesehatan masyarakat harus meningkatkan sistem pengujian untuk mengidentifikasi mereka yang terinfeksi dan untuk menemukan interaksi pribadi yang dekat melalui penelusuran kontak, kata Robert. 

5. Singapura

Tempat Wisata di Singapura Sepi
Seorang wanita duduk di Marina Bay di Singapura pada 6 Maret 2020. Tempat-tempat wisata utama di Singapura sepi dari turis di tengah epidemi virus corona COVID-19. (Xinhua/Then Chih Wey)

Kekhawatiran muncul di Singapura setelah kasus baru virus corona kembali melonjak setelah kebijakan pembatasan sosial di sana dilonggarkan. Pekan ini, negara kota tersebut mengonfirmasi peningkatan signifikan dalam infeksi baru.

Salah satu negara yang paling terpukul ketika virus corona pertama kali menyebar dari China pada Januari, pengawasan ketat Singapura dan sistem karantina membantu memperlambat wabah.

Tetapi, penigkatan kasus transmisi lokal baru dalam pekan ini, yang pada Rabu berjumlah 142 kasus, menimbulkan kekhawatiran baru.

Kasus tersebut menimpa empat puluh orang yang terkait dengan asrama pekerja asing, di mana puluhan ribu pekerja kerah biru tinggal di sana.

6. Jerman

FOTO: 6 Negara dengan Kasus Corona COVID-19 Tertinggi di Dunia
Dokter Beate Krupka (tengah) memeriksa Clara terkait virus corona COVID-19 di Distrik Kreuzberg, Berlin , Jerman, Rabu (8/4/2020). Berdasarkan data Worldmeters per Minggu (12/4/2020), jumlah kasus COVID-19 di Jerman sebanyak 125.452 terinfeksi dan 2.871 meninggal. (Michael Kappeler/dpa via AP)

Tingkat reproduksi (perkiraan jumlah orang yang tertular pasien positif) Virus Corona baru di Jerman telah melonjak melampaui angka satu. Para ilmuwan mengatakan bahwa angka ini naik setelah setelah pemerintah federal dan regional melonggarkan aturan pembatasan sosial.

Sebelumnya pada Rabu 6 Mei 2020, ketika Kanselir Jerman Angela Merkel dan perdana menteri negara mengumumkan pelonggaran pembatasan sosial, tingkat infeksi berada di angka 0,65. Namun pada Minggu 10 Mei, berdasarkan data dari Robert Koch Institute (RKI) untuk penyakit menular, angkanya meningkat secara signifikan menjadi 1,13.

Tingkat infeksi di atas angka satu ini menandakan lebih banyak orang dapat tertular patogen mematikan daripada mereka yang sudah memilikinya.

Peningkatan tingkat infeksi tersebut membuat Jerman perlu “mengawasi perkembangan dengan sangat hati-hati di hari-hari berikutnya,” ujar RKI.

Meski begitu, RKI juga mengatakan pada April lalu bahwa dinamika pandemi tidak boleh hanya dilihat dari tingkat reproduksi saja. Presiden RKI Lothar Wieler mengatakan tingkat reproduksi adalah faktor penting, tetapi “hanya satu ukuran di antara banyak faktor lainnya”.

Pemerintah federal bersiaga untuk menarik kembali aturan pelonggaran pembatasan sosial, jika pihak berwenang merasa perlu memberlakukan hal tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya