Program Mentari untuk Emisi Rendah Karbon Satukan Inggris dan Indonesia

Melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), RI menggaet Inggris untuk proyek bernama Mentari, yang ditujukan untuk meningkatkan green energy yang ada di Tanah Air.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Jul 2020, 17:06 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2020, 15:10 WIB
Pemanfaatan Tenaga Surya Sebagai Sumber Energi Listrik Alternatif
Teknisi melakukan perawatan panel PLTS di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (6/8/2019). PT PLN menargetkan pengembangan lebih dari 1.000 megawatt PLTS atap yang terdiri dari inisiasi swasta dan PLN sendiri sesuai RUPTL dengan potensi tiga gigawatt untuk PLTS. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggaet Inggris untuk proyek bernama Mentari, yang ditujukan untuk meningkatkan green energy yang ada di Tanah Air.

Proyek ini akan berfokus dalam mengembangkan pengurangan emisi karbon yang ada di Indonesia, dengan target RI hanya memiliki emisi karbon 23% pada tahun 2025.

Di dalam program ini, pemerintah Inggris akan berbagi pengalamannya kepada Indonesia terkait proyek energi terbarukan. Dengan begitu, Indonesia bisa mewujudkan target bauran energi di Indonesia hingga 23 persen di tahun 2025 mendatang.

"Indonesia berkomitmen untuk memenuhi target energi terbarukan dan menurunkan emisi. Kami optimis program ini dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi inklusif dan mengurangi kemiskinan melalui pengembangan energi terbarukan," jelas Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial dalam pembukaan peluncuran program Mentari secara virtual, Kamis (30/7/2020).

Dalam pelaksanaannya, program Mentari akan memberi dukungan dalam aspek pengembangan kebijakan menuju terciptanya kerangka kerja regulasi yang lebih baik untuk mewujudkan iklim usaha EBT (Energi Terbarukan) yang lebih kondusif.

Melalui bantuan teknis, Mentari akan mendorong investasi swasta pada proyek EBT, baik on-grid maupun off-grid, dengan fokus pada kawasan timur Indonesia. Program ini akan membangun proyek percontohan jaringan skala mikro yang terintegrasi dengan kegiatan bisnis produktif guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat menunjukkan potensi besar untuk proyek energi berbasis masyarakat.

Mentari juga akan membangun kemitraan domestik dan internasional untuk berbagi praktik terbaik, pengetahuan, serta inovasi dalam penyediaan EBT. Adapun, program ini bakal fokus ke penyediaan energi terbarukan di daerah 3T dan kawasan Indonesia Timur.

Program Mentari akan dijalankan selama empat tahun, dalam periode 2020-2023.

Duta Besar Inggris Owen Jenkins menyatakan bahwa proyek ini juga dapat menjadikan Indonesa sebagai negara adidaya dalam memproduksi emisi karbon yang rendah alias sektor energi ramah lingkungan.

Menurut Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, emisi terbesar karbon di Indonesia hadir dari sektor industri listrik yang menyebabkan efek rumah kaca. Dengan membangu sektor energi yang renewable atau terbarukan ini, diharapkan dapat membuat gaya investasi baru di Tanah Air.

Tak hanya berfokus pada green economy, namun program ini juga akan berfokus kepada kesetaraan gender dalam dunia bekerja. Diharapkan bahwa proyek Mentari ini nantinya juga dapat mendukung home industri yang juga berfokus dengan perempuan. 

Dubes Owen Jenkins juga mengatakan bahwa sebelumnya Inggris pun terlambat dalam melibatkan perempuan-perempuan hebat untuk membangun energi terbarukan di negara mereka. Ia menuturkan, negaranya merupakan salah satu negara tercepat yang mengurangi bahan bakar dari batu bara.


Bagaimana Mentari Tidak Mengambil Hak Warga?

Ladang panel surya
Ilustrasi ladang panel surya sebagai bagian dari pengadaan energi terbarukan. (Sumber Pixabay)

Program pembangunan berkelanjutan ini tidak akan mengganggu aktivitas warga setempat. Hal ini termasuk dengan bersosialisasi dengan masyarakat setempat dan menjelaskan tentang energi berkelanjutan yang mengurangi energi karbon. 

Tak hanya itu, program ini juga akan melibatkan anak-anak muda dari universitas di tempat-tempat tersebut, sehingga hal ini tidak akan mengambil hak-hak penduduk asli Indonesia. 

Reporter: Yohana Belinda

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya