PM Thailand Divonis Tak Bersalah Tinggal di Rumah Tentara Usai Pensiun Militer

Pihak pengadilan tertinggi negara memutuskan PM Thailand Prayuth Chan-ocha tak bersalah perihal penempatan kediaman yang dibiayai militer setelah pensiun.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Des 2020, 16:06 WIB
Diterbitkan 03 Des 2020, 16:06 WIB
PM Thailand Prayuth Chan-ocha
PM Thailand Prayuth Chan-ocha (AP)

Liputan6.com, Bangkok - Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha bebas dari tuduhan tinggal di rumah milik tentara setelah pensiun dari militer. Pihak pengadilan tertinggi negara memutuskan kasus tersebut pada Rabu 2 Desember 2020.

Padahal, seperti dikutip dari laporan VOA Indonesia, Kamis (3/12/2020), kasus itu bisa membuat Prayuth Chan-ocha dipecat dari jabatan PM Thailand. Sekaligus memberinya jalan keluar dari krisis politik yang telah menyelimuti negara kerajaan itu.

Para demonstran pro-demokrasi, yang telah mendesak Prayuth untuk mundur, segera berkumpul di sebuah perempatan utama di Bangkok setelah pengadilan konstitusi mengambil keputusan yang berpihak padanya.

Majelis hakim Thailand yang beranggotakan 9 orang dengan suara bulat memutuskan keputusan untuk tinggal di sebuah kediaman yang didanai tentara dari uang pajak rakyat setelah ia pensiun sebagai panglima militer pada akhir 2014, bukan konflik kepentingan dan tidak melanggar "aturan hukum apapun."

Oleh karena itu, "ia akan tetap menjabat sebagai perdana menteri."

Saksikan Juga Video Ini:


Thailand Terpecah Belah

PM Thailand, Prayuth Chan-o-cha
PM Thailand, Prayuth Chan-o-cha melambaikan tangan dan meninggalkan replika karton bergambar dirinya di depan mikropon saat konferensi pers di Bangkok, Senin (8/1). Tindakan PM Prayuth dinilai telah menghina awak media dan mendapat kritikan. (TPBS via AP)

Prayuth Chan-ocha, mantan panglima militer yang kini memusatkan perhatian pada kemarahan mahasiswa, mengambil alih ke kekuasaan pada 2014 lewat kudeta. Ia bertekad akan mempertahankan kerajaan dan menciptakan perdamaian dan persatuan di negara yang terpecah itu.

Enam tahun kemudian Thailand justru terpecah belah, di mana kerajaan – yang tidak tersentuh – kini menjadi fokus utama seruan reformasi.

Keputusan pengadilan itu disambut dengan kemarahan ribuaan demonstran, yang berpawai di pienggiran Bangkok hingga Rabu malam, sambil meneriakkan kalimat "hancurlah bersama kediktatoran, hidup demokrasi!" 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya