Liputan6.com, Jakarta - Dzikir adalah salah satu cara untuk mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan berdzikir, seseorang bisa memperkuat hubungan spiritualnya dengan Allah serta merasakan kedamaian dalam hati.
Dzikir tidak terbatas pada waktu atau tempat tertentu, karena dzikir bisa dilakukan kapan dan dimana saja, baik dalam keadaan tenang maupun sibuk, sebagai bentuk kesadaran dan penghambaan kepada-Nya.
Advertisement
Allah telah memanggil orang-orang beriman (mukmin) untuk terus berdzikir kepada-Nya. Sebagaimana yang termaktub dalam QS. Ar-Ra'd ayat 28:
Advertisement
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ ۗ
Artinya: "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram".
Baca Juga
Namun, seringkali kenikmatan duniawi membuat seorang muslim lupa kepada Allah SWT, Sang Pemberi Nikmat. Jika hal ini terjadi, kenikmatan tersebut dapat berbalik menjadi bencana.
Hal ini sebagaimana terjadi pada hamba Allah yang diceritakan oleh Syekh Ahmad Syihabudin Al-Qulyubi dalam kitab An-Nawadir fi Hikayatis Shalihin wa ‘Aja’ibil Mutaqaddimin, dikutip dari laman NU Online.
Saksikan Video Pilihan ini:
Nasib Hamba Allah yang Tak Pernah Berdzikir
Dikisahkan seorang hamba yang bertahun-tahun lamanya tidak pernah lagi berdzikir kepada Allah. Hal ini membuat malaikat heran sekaligus geram. Malaikat tersebut kemudian memberanikan diri untuk bertanya kepada Allah.
“Wahai Tuhan kami, sesungguhnya si Fulan sudah sekian lama tidak berdzikir kepada-Mu,” kata Malaikat kepada Allah.
Allah kemudian berfirman: “Dia tidak lagi berzikir mengingat-Ku karena larut dalam kenikmatan yang telah Aku berikan padanya. Jika Aku berikan penderitaan niscaya dia akan kembali mengingat-Ku.”
Selanjutnya Allah memerintahkan Malaikat Jibril untuk memberi peringatan pada hamba tersebut dengan cara membuat setiap tetes keringat yang keluar dari badannya menjadi penyakit yang merusak kulitnya.
Benar saja, setelah hamba tersebut terbujur sakit dan tidak dapat lagi merasakan kenikmatan duniawi, akhirnya dia kembali ingat pada Allah.
“Wahai Tuhanku... Wahai Tuhanku....” keluh hamba tersebut merasakan sakit yang dideritanya.
“Aku mendengar keluhanmu, wahai hamba-Ku. Ke mana saja kamu selama ini?”
Advertisement
Hikmah Kisah
Kisah pendek di atas dapat menjadi peringatan bagi para hamba Allah, termasuk kita. Ketika kesenangan melalaikan kita dari zikir kepada Allah, boleh jadi kesedihan dan penderitaan akan datang sebagai teguran untuk kembali mengingat-Nya.
Dzikrullah atau mengingat Allah merupakan perintah yang harus dilaksanakan oleh umat Islam. Hal ini sebagaimana firman-Nya yang termaktub dalam surah Al-Baqarah ayat 152:
فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ
Artinya: “Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu.”
Menurut Imam Qurthubi, makna dari ayat tersebut adalah: “Ingatlah Aku melalui ketaatan, maka Aku akan mengingatmu dengan memberikan pahala dan ampunan.”
Selain itu, Imam Qurthubi juga menyebut bahwa zikir adalah sebuah ketaatan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, siapa pun yang tidak taat kepada-Nya, maka ia tidak termasuk orang yang berzikir, meskipun mulutnya selalu membaca tasbih, tahlil, dan membaca Al-Qur'an. (Imam Al-Qurthubi, Al-Jami' li Ahkamil Qur'an [Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2006], jilid II, halaman 459).
Dengan demikian, kisah ini menjadi pelajaran penting agar umat Islam tidak terlena dengan kenikmatan duniawi, karena pada hakikatnya kenikmatan tersebut adalah anugerah dari Allah yang kapan saja dapat diambil kembali oleh-Nya. Mengingat hal tersebut, kita perlu berupaya agar setiap waktu mampu berdzikir dan melakukan amal saleh. Wallahu a‘lam.